Sukses

Jakarta, Provinsi Pendidikan Inklusif Anak Berkebutuhan Khusus

Pemprov DKI Jakarta mencanangkan diri menjadi provinsi pendidikan inklusif.

Sebagai bentuk perhatian terhadap pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Pemprov DKI Jakarta mencanangkan diri menjadi provinsi pendidikan inklusif. Dengan pencanangan ini, Pemprov DKI Jakarta menargetkan akan menjadikan 7.000 sekolah reguler menjadi sekolah inklusif, dengan rincian 2.600 sekolah negeri dan 4.400 sekolah swasta yang tersebar di ibu kota.

Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto. Menurut dia, DKI Jakarta saat ini tengah mengembangkan pendidikan inklusif. Yakni pendidikan yang tidak membedakan anak berdasar kondisi fisik dan mental.

Dengan demikian, untuk pendidikan para ABK tidak lagi ditampung oleh Sekolah Luar Biasa (SLB) semata, tapi juga bisa di sekolah biasa yang telah diubah menjadi sekolah inklusif. Terlebih, hingga tahun 2013 ini ada sekitar 7.500 ABK di DKI Jakarta yang terdata. Di mana 2.200 di antaranya bersekolah di 374 sekolah negeri reguler dari tingkat TK hingga SMA di Jakarta.

"Selain amanat Undang-undang, dengan diberikannya kesempatan kepada ABK untuk mengenyam pendidikan di sekolah reguler yang dijadikan inklusif, akan membantu anak-anak normal. Karena mereka bisa belajar dari mereka," Kata Taufik, dalam Pencanangan Program Pendidikan Inklusif di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (23/11/2013).

Terkait akan adanya kemungkinan permasalahan dalam interaksi sosial ABK di sejumlah sekolah, Taufik tidak menampik hal tersebut. Namun, itu menurutnya merupakan proses dari pembelajaran kepada semua pihak.

"Kita sedang belajar, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Sebelumnya, 374 sekolah yang sudah menjadi sekolah inklusif juga tidak bisa, tapi mereka bisa berproses," ujar Taufik.

Taufik menjelaskan, dalam kebijakan pada penerimaan murid tahun ajaran baru 2014 ini, pihaknya memberikan kuota khusus pada ABK sebesar 5 persen untuk masing-masing sekolah. Hal ini untuk memastikan ABK mendapat kesempatan yang sama di setiap sekolah di DKI Jakarta.

"Ketika menerima peserta didik melalui online, kita sudah meminta kuota 5 persen pada sekolah. Mungkin tidak semua sekolah mencapai kuotanya, tetapi akses kita buka seluas-luasnya," pungkas Taufik. (Riz)