Sukses

Pemeriksaan Kasus Century, KPK Istimewakan Wapres Boediono?

Untuk pertama kalinya sejak menjabat sebagai Wakil Presiden, Boediono, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Untuk pertama kalinya sejak menjabat sebagai Wakil Presiden, Boediono, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan itu terkait dugaan korupsi Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Namun ada hal yang menarik dari pemeriksaan terhadap Boediono sebagai saksi dari tersangka mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya itu. Tak banyak yang tahu soal pemeriksaan itu, khususnya terkait lokasi dan waktunya. Sebab, KPK sendiri tak memberi tahu kepada publik mengenai pemeriksaan terhadap Boediono itu.

"Pemeriksaan atas Boediono yang dilakukan secara diam-diam oleh KPK merupakan langkah yang tidak tepat," kata Pengamat Politik, Ray Rangkuti kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu (24/11/2013).

Ray menilai, KPK telah mengistimewakan mantan Gubernur BI itu. Setidaknya ada 2 keistimewaan yang diperlakukan pada Boediono. Apa itu?

"Cara KPK yang memeriksa Boediono telah melahirkan 2 keistimewaan bagi Boediono. Yaitu, diperiksa di kantornya, bukan di KPK. Dan diperiksa dengan diam-diam," ujar pria Ray yang juga Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia ini.

Lebih jauh, Ray menerangkan, setidaknya ada 2 prinsip yang berpotensi diabaikan oleh KPK. Pertama, asas kesamaan seluruh warga negara di mata hukum. Kedua, mendapatkan informasi terhadap siapapun yang sedang diperiksa oleh KPK, khususnya pejabat publik, harus dilakukan secara terbuka dan sejajar.

Dengan pemeriksaan yang harus dilakukan terbuka dan sejajar tak pandang bulu, lanjut dia, maka setiap warga negara sudah semestinya mendapat informasi tentang siapa pun pejabat publik yang tengah diperiksa oleh KPK.

"Informasi itu menjadi penting bukan saja karena hal itu merupakan hak masyarakat, tetapi juga bagian dari pertanggungjawaban KPK kepada masyarakat," ujarnya.


Korupsi Bank Century

KPK telah melakukan penahanan terhadap mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa, Budi Mulya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus century ini. Kuasa hukum Budi Mulya, Luhut Pangaribuan mengatakan, penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik bukan merupakan kewenangan Bank Indonesia. Melainkan kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Itu bukan kewenangan Bank Indonesia, tapi KSSK," ujar Luhut di Gedung KPK, Jakarta.

KSSK sendiri diketuai Sri Mulyani yang saat itu menjabat Menteri Keuangan. Sementara Gubernur Bank Indonesia saat itu, yakni Boediono, duduk sebagai anggota KSSK. Sedangkan jabatan Sekretaris KSSK dipegang Raden Pardede.

Adapun, dalam rapat konsultasi yang digelar pada 20 November 2008 silam, KSSK meminta pandangan dari beberapa pejabat Kemenkeu, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, Bank Mandiri, dan Ketua UKP3R.

Usai rapat konsultasi pada 21 November 2008 dini hari, KSSK langsung menggelar rapat. Dasar hukum rapat yang digunakan KSSK ini adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

Dalam Rapat KSSK inilah kemudian diputuskan Bank Century sebagai 'Bank Gagal yang Berdampak Sistemik'. KSSK pun menyetujui untuk memberi dana talangan sebesar Rp 630 miliar. Total dana yang dikucurkan sebagai dana talangan untuk Bank Century dari November 2008 sampai Juli 2009 adalah Rp 6,7 triliun. (Osc/Ndy)