Sukses

Kata Pakar Kesehatan Sebut Perlunya Ada Standar Produk Vape di Indonesia

"Tak mustahil RI jadi negara dengan perekonomian ketujuh, bahkan kelima terbesar di dunia pada 2025," kata Wamenkeu Bambang Brodjonegoro.

Liputan6.com, Jakarta - Praktisi Kesehatan Dokter Tri Budhi angkat bicara mengenai perlunya standardisasi pada produk vape untuk melindungi penggunanya. Sebab, belakangan muncul kabar potensi pencemaran logam bagi pengguna vape atau rokok elektrik.

Menurut Tri Budhi, hal tersebut akan timbul jika pemanasan melebihi suhu tertentu pada coil dari vape. Namun, kata dia, hal itu kecil kemungkinan terjadi bila pengguna memahami dengan baik pengaturan perangkat (device) dan cara mengaturnya.

"Device vape saat ini sudah mayoritas regulated mod device, yang berarti sistem pemanasan sudah terkontrol chipset di dalam device-nya. Sehingga suhu kritis pemanasan logam coil bisa lebih terkendali," ujar Pakar Kesehatan Tri Budhi melalui keterangan tertulis, Selasa (5/6/2024).

Dia menjabarkan, beberapa peneliti, aktivis, dan pemerintah melihat rokok elektrik sebagai alternatif yang lebih rendah risiko dibandingkan dengan rokok konvensional.

"Public Health England rutin melakukan penelitian setiap tahun dan menyatakan bahwa rokok elektrik memiliki risiko yang jauh lebih rendah ketimbang rokok konvensional," kata Tri Budhi.

Untuk itu, lanjut dia, upaya untuk melakukan standardisasi device perlu dilakukan agar semua device yang beredar di pasaran terkontrol dan tepat sasaran.

"Standardisasi produk bisa membantu mengurangi penyalahgunaan dan bahkan bisa menjadi jalan untuk edukasi penggunaan vape kepada penggunanya," papar Tri Budhi.

Sementara itu, Pakar Kesehatan sekaligus mantan Direktur World Health Organization (WHO) Tikki Pangestu mengungkapkan masih ada penyalahgunaan vape di kalangan remaja.

 

2 dari 2 halaman

Regulasi Membantu Vape Tepat Sasaran

Untuk mencegah dan mengurangi hal tersebut, Tikki menyarankan agar pasar retail diregulasi secara tepat sasaran. Hal tersebut, kata dia, untuk mencegah agar vape tidak jatuh kepada remaja.

"Bukti dari banyak negara yang meregulasi vape (dengan tepat), seperti Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Inggris, telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam jumlah pengguna vaping di kalangan remaja," ucap Tikki.

Menurut dia, vape yang tepat sasaran dapat membantu mengurangi prevalensi perokok. Tikki menyoroti tingginya jumlah perokok di Indonesia serta beban kesehatan yang ditanggung.

Tikki menilai, saat ini terdapat 60 juta perokok di Indonesia serta 300 ribu kematian akibat penyakit yang berhubungan dengan merokok, seperti kanker, penyakit jantung, dan diabetes.

"Tantangan selanjutnya adalah menurunkan prevalensi perokok. Banyak pendekatan yang tersedia dan telah teruji dalam upaya menurunkan prevalensi perokok. Pendekatan baru yang berhasil diterapkan di banyak negara melibatkan penggunaan produk tembakau alternatif, termasuk vape, serta produk tembakau yang dipanaskan," tutup Tikki.

Saat ini, Indonesia masih belum menerapkan kerangka pengurangan dampak buruk tembakau (tobacco harm reduction atau THR) dengan produk tembakau alternatif seperti vape.

Berdasarkan laman situs antismoking.global, Indonesia berada di urutan 44 dari 64 negara dalam hal pengembangan regulasi yang mendukung inovasi dan kebijakan publik yang tepat untuk mengurangi prevalensi perokok.

Sementara itu, negara-negara yang telah mengadopsi kerangka pengurangan dampak buruk tembakau dalam kebijakan negaranya, seperti Inggris dan Swedia berada di urutan atas.

Hal ini dikarenakan kedua negara tersebut telah secara efektif menurunkan prevalensi perokok melalui produk tembakau alternatif, seperti vape, tembakau dipanaskan, dan kantung nikotin.