Sukses

Menumpang Hercules, Menuju Tanah Bencana

Pesawat pun tinggal landas. Jangan bayangkan kursi empuk pesawat pada umumnya. Kami ditempatkan di atas bantuan.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 05.00 WIB. Dengan membawa perbekalan di 2 ransel, saya tiba di Pangkalan Udara (Lanud) Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta.

Kepala Penerangan Umum Lanud Halim Perdana Kusuma, Mayor Gerardus Maliti mengumpulkan 7 wartawan lain dan menanyakan kesiapan kami, dari soal administrasi sampai urusan mental, untuk berangkat.

"Paspor sudah ada? Kalian sudah siap hidup di sana," tanya pria yang murah senyum ini, Sabtu 16 November.

Kami pun mengaku siap, namun satu wartawan agak kebingungan karena persiapannya hanya untuk 2 hari. Mayor Maliti pun menanyakan kembali kesiapannya.

"Saya tanya kantor dulu," jawab pria yang bekerja di salah satu televisi swasta ini.

Setelah berdiskusi dengan pihak kantornya, ia mengaku siap dengan segala kekurangannya. "Ya, sudah, di sana kita akan saling bantu. Kalau ada kekurangan, bilang aja, biar kita cari solusinya," ujar salah seorang wartawan lain.

TNI AU mengajak kami untuk menyaksikan pengiriman bantuan Pemerintah Indonesia untuk korban topan haiyan di Filipina. Pada Jumat, 8 November itu, topan dahsyat menerjang Filipina. Bencana tersebut menewaskan sekitar 3.000 orang dan membuat ribuan rakyat Filipina lain menjadi pengungsi.



Kami mengikuti briefing selama 30 menit dan langsung diangkut menaiki bus milik TNI AU bersama 3 anggota Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pesawat Hercules C-130 bernomor A-1323 milik Skuadron 31 TNI AU telah menanti.

Komandan penerbangan pesawat Hercules, Mayor Pnb Puguh Yulianto, menyatakan perjalanan bakal berlangsung hingga sore hari. Balikpapan dan Manado adalah tempat singgah sebelum memasuki Filipina.

"Jadi tiba di sana mungkin sore. Di Balikpapan, kita hanya mengisi BBM, lalu di Manado singgah bentar lalu lanjut ke Cebu," ungkap Puguh.

Pesawat pun tinggal landas. Jangan bayangkan kursi empuk pesawat pada umumnya. Kami ditempatkan di atas bantuan. Pesawat itu mengangkut sekitar 11 ton bantuan kemanusiaan berupa makanan ringan, tenda, karpet dan beberapa barang lainnya. Hanya dengan berselimut jaket, kami menghadapi dinginnya AC pesawat.

Setelah menempuh perjalanan panjang, kami mendarat di Bandara militer Cebu pada pukul 17.00 waktu setempat. Perasaan deg-degan saya rasakan saat pintu belakang pesawat Hercules dibuka. Langit yang indah saat senja menjadi pemandangan pertama saya di sana.

Pintu pun dibuka. Dengan membawa seluruh barang bawaan kami turun. Kru pesawat langsung berbaris bersama 3 staf BNPB. Sejumlah pesawat Hercules milik negara-negara lain telah lebih dulu tiba. Juga membawa bantuan.



Dari arah bandara, rombongan Militer Filipina diwakili Letnan Jenderal Roy Deveraturda dan Duta besar Indonesia untuk Filipina Yohanes Kristiarto menyambangi kami. Melalui acara seremonial, Letjen Roy mengucapkan selamat datang dan terima kasih.

Menurut Yohanes, pesawat Hercules ini akan disiagakan pada 16-24 november 2013 untuk membantu pemerintah Filipina mendistribusikan bantuan kepada korban topan Haiyan.

“Pesawat yang datang hari ini rencananya tidak dibongkar (bantuan di dalam pesawat), karena direncanakan akan dialokasikan kepada masyarakat yang terkena dampak di kota Roxas. Rencananya jika tidak berubah besok pagi akan diberangkatkan ke kota Roxas,” ucap Yohanes.

Kami pun melanjutkan perjalanan ke hotel,  tak jauh dari bandara. Ada beberapa tempat yang kita kunjungi untuk membeli beberapa nomer telepon selular lokal, pulsa, dan menukar uang dolar ke peso. Tiba di hotel, kami pun beristirahat untuk bersiap menghadapi 'petualangan' mulai esok hari.

Roxas City adalah tujuan kami pada 17 November 2013. Kota di Provinsi Capiz ini menjadi salah satu kota yang dilanda topan haiyan.

Di kota ini, kami dengar, penduduk memakan kelapa dan minum air hujan untuk bertahan hidup. Infrastruktur hancur. Ratusan orang meregang nyawa. Hati saya berdesir. (Yus)