Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengutus tim yang dipimpin Ketua DPP PDIP Bidang Hukum Trimedya Panjaitan untuk memberikan bantuan hukum mantan Walikota Surabaya Bambang Dwi Hartono. Bambang ditetapkan tersangka dan dicegah keluar negeri oleh Polda Jawa Timur terkait dugaan korupsi dana Jasa Pungut (Japung) senilai Rp 720 juta.
"Kami sudah mengutus Pak Trimedya untuk menanyakan permasalahan tersebut ke Polda Jatim," kata Sekretaris Jenderal (Sekjend) PDIP Tjahjo Kumolo di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Tjahjo merasa aneh atas penetapan tersangka terhadap Bambang DH yang juga merupakan mantan Calon Gubernur Jawa Timur itu. Lantaran, menurutnya upah atau jasa pungut yang dilakukan Bambang saat menjabat Walikota Surabaya saat itu adalah kegiatan atas dasar aturan yang berlaku. Bukan hanya Pemkot Surabaya, melainkan juga pemerintah daerah seluruh Indonesia.
"Ini menyangkut upah pungut yang seluruh pemerintah daerah mempunyai sistem sama. Ini kasus lama, kenapa tidak diungkit saat pilkada lalu, kenapa baru sekarang," jelas Tjahjo.
Anggota Komisi I DPR itu menambahkan upah pungut yang dilakukan Pemkot Surabaya melalui proses pertanggungjawaban. Sebelum ke pusat, laporan pertanggungjawaban juga disampaikan ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur.
Dengan kata lain, kata Tjahjo, ada penilaian dari Pemprov Jatim sebelum disampaikan ke pusat. "Kalau Gubernur (saat itu) setuju, kan tidak ada masalah," tukas Tjahjo.
Kasus Bambang DH Dipolitisasi?
Sementara itu, Trimedya Panjaitan mengaku kecewa dengan institusi kepolisian dan kejaksaan yang mengungkit kasus lama itu. Karena dapat mempengaruhi konstalasi politik di Indonesia menjelang pemilu 2014 mendatang.
"Ya, terus terang kecewa, institusi penegak hukum kepolisan dan kejaksaan menjadi alat politisasi hukum," ujar Trimedya.
Ia menilai penetapan tersangka terhadap Bambang DH sarat politisasi. Karena menjelang pemilu, kader PDIP kerap diserang berbagai kasus korupsi dan gratifikasi seperti Pemilu 2009 lalu, terkait kasus travel cheque.
"Kader PDIP banyak ditetapkan tersangka. Itu memang sudah secara periodik, 5 tahun yang lalu travel cheque, semua kasus terbuka punya tendensi politik," tandas Trimedya. (Adi)
"Kami sudah mengutus Pak Trimedya untuk menanyakan permasalahan tersebut ke Polda Jatim," kata Sekretaris Jenderal (Sekjend) PDIP Tjahjo Kumolo di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Tjahjo merasa aneh atas penetapan tersangka terhadap Bambang DH yang juga merupakan mantan Calon Gubernur Jawa Timur itu. Lantaran, menurutnya upah atau jasa pungut yang dilakukan Bambang saat menjabat Walikota Surabaya saat itu adalah kegiatan atas dasar aturan yang berlaku. Bukan hanya Pemkot Surabaya, melainkan juga pemerintah daerah seluruh Indonesia.
"Ini menyangkut upah pungut yang seluruh pemerintah daerah mempunyai sistem sama. Ini kasus lama, kenapa tidak diungkit saat pilkada lalu, kenapa baru sekarang," jelas Tjahjo.
Anggota Komisi I DPR itu menambahkan upah pungut yang dilakukan Pemkot Surabaya melalui proses pertanggungjawaban. Sebelum ke pusat, laporan pertanggungjawaban juga disampaikan ke Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur.
Dengan kata lain, kata Tjahjo, ada penilaian dari Pemprov Jatim sebelum disampaikan ke pusat. "Kalau Gubernur (saat itu) setuju, kan tidak ada masalah," tukas Tjahjo.
Kasus Bambang DH Dipolitisasi?
Sementara itu, Trimedya Panjaitan mengaku kecewa dengan institusi kepolisian dan kejaksaan yang mengungkit kasus lama itu. Karena dapat mempengaruhi konstalasi politik di Indonesia menjelang pemilu 2014 mendatang.
"Ya, terus terang kecewa, institusi penegak hukum kepolisan dan kejaksaan menjadi alat politisasi hukum," ujar Trimedya.
Ia menilai penetapan tersangka terhadap Bambang DH sarat politisasi. Karena menjelang pemilu, kader PDIP kerap diserang berbagai kasus korupsi dan gratifikasi seperti Pemilu 2009 lalu, terkait kasus travel cheque.
"Kader PDIP banyak ditetapkan tersangka. Itu memang sudah secara periodik, 5 tahun yang lalu travel cheque, semua kasus terbuka punya tendensi politik," tandas Trimedya. (Adi)