Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan ada perbedaan pemahaman kampanye politik antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Hal tersebut menyebabkan KPI menemui sejumlah kendala dalam menertibkan lembaga penyiaran terkait kepentingan politik, khususnya jelang pemilu 2014.
Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan, dalam undang-undang, kampanye adalah kegiatan peserta pemilu meyakinkan pemilih yang disertai penawaran visi dan misi. Perbedaan tafsir di undang-undang dan tafsir lembaga penyelenggara Pemilu tersebut berdampak pada tataran implikatif, yakni penindakan pelanggaran peserta pemilu.
"Menurut KPU, kampanye adalah akumulasi beberapa hal pengertian itu. Yaitu dia peserta pemilu, kalau calon atau bakal calon belum. Kedua, ada meyakinkan pemilih dengan penyampaian visi misi bersamaan. Menurut Bawaslu, tidak harus akumulasi, asal bernuansa kampanye ya itulah kampanye," ujar Idy dalam pertemuan KPI dengan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP), Jakarta, Jumat (29/11/2013).
Idy menuturkan, pihaknya pernah menyerahkan daftar pelanggaran kampanye politik. Bawaslu kemudian menindaklanjuti temuan tersebut ke kepolisian karena pelanggaran kampanye adalah pidana. Namun, temuan itu tak ditindaklanjuti kepolisian setelah menanyakannya kepada KPU.
"Oleh polisi hanya dihentikan dengan tidak memenuhi unsur pidana itu. Karena polisi menanyakan ke KPU, kata KPU (pelanggaran kampanye) harus akumulatif, 2 kasus. Kemudian belakangan Bawaslu boleh dikatakan agak malas menyikapi tayangan bernuansa kampanye," tandas Idy.
Perbedaan pemahaman tersebut, Idy menambahkan, sampai saat ini masih berlangsung. Dikhawatirkan, dengan keadaan seperti ini akan semakin banyak tindak pelanggaran kampanye peserta pemilu 2014. (Rmn/Yus)
[Baca juga: PKPI Sesalkan Iklan Hanura WIN-HT Tidak Ditegur]
Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan, dalam undang-undang, kampanye adalah kegiatan peserta pemilu meyakinkan pemilih yang disertai penawaran visi dan misi. Perbedaan tafsir di undang-undang dan tafsir lembaga penyelenggara Pemilu tersebut berdampak pada tataran implikatif, yakni penindakan pelanggaran peserta pemilu.
"Menurut KPU, kampanye adalah akumulasi beberapa hal pengertian itu. Yaitu dia peserta pemilu, kalau calon atau bakal calon belum. Kedua, ada meyakinkan pemilih dengan penyampaian visi misi bersamaan. Menurut Bawaslu, tidak harus akumulasi, asal bernuansa kampanye ya itulah kampanye," ujar Idy dalam pertemuan KPI dengan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP), Jakarta, Jumat (29/11/2013).
Idy menuturkan, pihaknya pernah menyerahkan daftar pelanggaran kampanye politik. Bawaslu kemudian menindaklanjuti temuan tersebut ke kepolisian karena pelanggaran kampanye adalah pidana. Namun, temuan itu tak ditindaklanjuti kepolisian setelah menanyakannya kepada KPU.
"Oleh polisi hanya dihentikan dengan tidak memenuhi unsur pidana itu. Karena polisi menanyakan ke KPU, kata KPU (pelanggaran kampanye) harus akumulatif, 2 kasus. Kemudian belakangan Bawaslu boleh dikatakan agak malas menyikapi tayangan bernuansa kampanye," tandas Idy.
Perbedaan pemahaman tersebut, Idy menambahkan, sampai saat ini masih berlangsung. Dikhawatirkan, dengan keadaan seperti ini akan semakin banyak tindak pelanggaran kampanye peserta pemilu 2014. (Rmn/Yus)
[Baca juga: PKPI Sesalkan Iklan Hanura WIN-HT Tidak Ditegur]