Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam rapat itu, protes terhadap perlakuan istimewa KPK pada Wapres Boediono kembali terdengar.
"Anggota DPR dipanggil ke KPK. Dia pejabat negara, kalau sibuk, semua punya kesibukan," kata anggota Komisi III fraksi PPP Ahmad Yani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/12/2013).
"Alasan dibuat, alasan protokoler. Pada waktu hak angket Pak Boediono pernah datang ke DPR, tidak di-clear area. Ini bisa jadi preseden buruk. Nanti walikota atau gubernur tidak mau diperiksa di KPK. Karena itu, kami minta klarifikasi KPK," cetusnya.
Hal itu pun dijawab langsung oleh Ketua KPK Abraham Samad. Samad menegaskan, tidak ada yang diistimewakan, wakil presiden Boediono sekalipun.
"Kita nggak ada privilege terhadap warga negara tertentu. Yang dipersoalkan prinsip equality before the law," jelas Samad.
Samad pun memaparkan pemeriksaan yang dilakukan Sabtu 23 November lalu. Sebelumnya, KPK sudah mengirim surat pemeriksaan kepada Boediono untuk dilakukan pemeriksaan. Lalu, KPK menerima balasan Boediono berhalangan hadir.
"Kita melihat ada tuntutan yang masiv dari teman-teman timwas. Oleh karena itu kalau kita menunggu persiapan protokoler akan berlarut-larut. Makanya kita minta hari sabtu. Kita berinisiatif. Sebenarnya ini untuk mempercepat saja," tandas Samad.
Boediono diperiksa penyidik KPK sebagai saksi terkait penanganan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Menurut Boediono -- yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia -- mengenai kondisi krisis pada Oktober-November 2008, dapat mengancam perekonomian Indonesia. Kegagalan suatu institusi keuangan, bisa menimbulkan dampak domino atau krisis sistemik. Sehingga langkah penyelamatan Bank Century menjadi satu-satunya cara agar tidak terjadi krisis sistemik. (Ndy/Ism)
"Anggota DPR dipanggil ke KPK. Dia pejabat negara, kalau sibuk, semua punya kesibukan," kata anggota Komisi III fraksi PPP Ahmad Yani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/12/2013).
"Alasan dibuat, alasan protokoler. Pada waktu hak angket Pak Boediono pernah datang ke DPR, tidak di-clear area. Ini bisa jadi preseden buruk. Nanti walikota atau gubernur tidak mau diperiksa di KPK. Karena itu, kami minta klarifikasi KPK," cetusnya.
Hal itu pun dijawab langsung oleh Ketua KPK Abraham Samad. Samad menegaskan, tidak ada yang diistimewakan, wakil presiden Boediono sekalipun.
"Kita nggak ada privilege terhadap warga negara tertentu. Yang dipersoalkan prinsip equality before the law," jelas Samad.
Samad pun memaparkan pemeriksaan yang dilakukan Sabtu 23 November lalu. Sebelumnya, KPK sudah mengirim surat pemeriksaan kepada Boediono untuk dilakukan pemeriksaan. Lalu, KPK menerima balasan Boediono berhalangan hadir.
"Kita melihat ada tuntutan yang masiv dari teman-teman timwas. Oleh karena itu kalau kita menunggu persiapan protokoler akan berlarut-larut. Makanya kita minta hari sabtu. Kita berinisiatif. Sebenarnya ini untuk mempercepat saja," tandas Samad.
Boediono diperiksa penyidik KPK sebagai saksi terkait penanganan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Menurut Boediono -- yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia -- mengenai kondisi krisis pada Oktober-November 2008, dapat mengancam perekonomian Indonesia. Kegagalan suatu institusi keuangan, bisa menimbulkan dampak domino atau krisis sistemik. Sehingga langkah penyelamatan Bank Century menjadi satu-satunya cara agar tidak terjadi krisis sistemik. (Ndy/Ism)