Liputan6.com, Jakarta: Bekas Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Wiranto memenangkan Konvensi Calon Presiden Partai Golongan Karya. Ia mengalahkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Akbar Tandjung dalam pemilihan putaran kedua yang berlangsung di Jakarta Convention Centre, Jakarta Pusat, Rabu (21/4) dini hari. Wiranto tercatat meraih 315 suara, sedangkan Akbar Tandjung hanya 227 suara. Kemenangan ini sekaligus mengukuhkan Wiranto sebagai capres dari Partai Golkar dalam Pemilihan Presiden 5 Juli mendatang.
Akbar memang unggul pada pemilihan putaran pertama. Ia mengalahkan empat kandidat lain yakni Wiranto, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, dan Prabowo Subianto. Saat itu Akbar memperoleh 147 suara, Wiranto 137, Aburizal Bakrie 118, Surya Paloh 77, dan Prabowo Subianto 39 suara. Sedangkan suara yang tidak sah mencapai 28 dan satu suara abstain. Mayoritas suara tidak sah dicoblos bukan di nomor urut kandidat, melainkan nama calon.
Lantaran tidak ada kandidat yang mendapatkan suara mayoritas yakni 274 atau 50 persen ditambah satu suara, pemilihan dilanjutkan pada putaran kedua [baca: Capres Kemungkinan Baru Terpilih di Putaran Kedua]. Dengan demikian, hanya Akbar dan Wiranto yang kemudian melenggang ke pemilihan putaran kedua.
Tadinya, tak mudah menebak siapa di antara kedua kandidat yang keluar sebagai pemenang dalam pemilihan putaran kedua. Apalagi, menurut informasi yang diperoleh SCTV, telah ada komitmen-komitmen dari masing-masing calon sebelum putaran pertama. Surya Paloh akan memberikan suaranya kepada Wiranto jika kalah dalam pemilihan putaran pertama. Sedangkan Aburizal dan Prabowo akan memberikan suaranya kepada Akbar. Dengan demikian, di atas kertas Akbar telah unggul.
Akbar boleh unggul sebelum tempur. Juga bukan kejutan lagi jika Akbar unggul di saat akhir. Sebagai ketua umum, ia sangat mengakar di partai. Namun menurut pemantauan dan analisa reporter senior SCTV Don Bosco Selamun sebelumnya dari arena Konvensi, bisa jadi kemenangan Akbar hanya sampai di atas di situ. Di lihat dari pemilihan putaran pertama, Akbar kurang berhasil memperoleh dukungan dari Dewan Pimpinan Daerah II Golkar. Ia kebanyakan mendapat suara dari DPD I dan DPP. Sedangkan suara Wiranto kebanyakan berasal dari DPD II.
Di mata DPD II, Akbar tak begitu "seksi". Dia dianggap beban bagi Golkar, karena Kasus Korupsi Dana Badan Urusan Logistik sebesar Rp 40 miliar yang pernah membelitnya. Buktinya, mereka sulit menjual Akbar dalam kampanye Pemilu Legislatif, 5 April silam. Di sini, suara DPD II terlihat sangat independen dibandingkan DPD I dan DPP. Dari hitung-hitungan itu, peluang kedua tokoh memenangkan konvensi sama-sama besar.
Akbar ternyata memang tak terlalu seksi bagi peserta Konvensi. Dia kalah bersaing dengan Wiranto dalam putaran kedua. Akbar kebanyakan hanya mendapatkan suara dari DPD I ditambah suara dari DPP dan DPD I. Sedangkan Wiranto mendapatkan dukungan dari DPD II dan organisasi kemasyarakatan Golkar yang juga mempunyai hak pilih.(AWD/Tim Liputan 6 SCTV)
Akbar memang unggul pada pemilihan putaran pertama. Ia mengalahkan empat kandidat lain yakni Wiranto, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, dan Prabowo Subianto. Saat itu Akbar memperoleh 147 suara, Wiranto 137, Aburizal Bakrie 118, Surya Paloh 77, dan Prabowo Subianto 39 suara. Sedangkan suara yang tidak sah mencapai 28 dan satu suara abstain. Mayoritas suara tidak sah dicoblos bukan di nomor urut kandidat, melainkan nama calon.
Lantaran tidak ada kandidat yang mendapatkan suara mayoritas yakni 274 atau 50 persen ditambah satu suara, pemilihan dilanjutkan pada putaran kedua [baca: Capres Kemungkinan Baru Terpilih di Putaran Kedua]. Dengan demikian, hanya Akbar dan Wiranto yang kemudian melenggang ke pemilihan putaran kedua.
Tadinya, tak mudah menebak siapa di antara kedua kandidat yang keluar sebagai pemenang dalam pemilihan putaran kedua. Apalagi, menurut informasi yang diperoleh SCTV, telah ada komitmen-komitmen dari masing-masing calon sebelum putaran pertama. Surya Paloh akan memberikan suaranya kepada Wiranto jika kalah dalam pemilihan putaran pertama. Sedangkan Aburizal dan Prabowo akan memberikan suaranya kepada Akbar. Dengan demikian, di atas kertas Akbar telah unggul.
Akbar boleh unggul sebelum tempur. Juga bukan kejutan lagi jika Akbar unggul di saat akhir. Sebagai ketua umum, ia sangat mengakar di partai. Namun menurut pemantauan dan analisa reporter senior SCTV Don Bosco Selamun sebelumnya dari arena Konvensi, bisa jadi kemenangan Akbar hanya sampai di atas di situ. Di lihat dari pemilihan putaran pertama, Akbar kurang berhasil memperoleh dukungan dari Dewan Pimpinan Daerah II Golkar. Ia kebanyakan mendapat suara dari DPD I dan DPP. Sedangkan suara Wiranto kebanyakan berasal dari DPD II.
Di mata DPD II, Akbar tak begitu "seksi". Dia dianggap beban bagi Golkar, karena Kasus Korupsi Dana Badan Urusan Logistik sebesar Rp 40 miliar yang pernah membelitnya. Buktinya, mereka sulit menjual Akbar dalam kampanye Pemilu Legislatif, 5 April silam. Di sini, suara DPD II terlihat sangat independen dibandingkan DPD I dan DPP. Dari hitung-hitungan itu, peluang kedua tokoh memenangkan konvensi sama-sama besar.
Akbar ternyata memang tak terlalu seksi bagi peserta Konvensi. Dia kalah bersaing dengan Wiranto dalam putaran kedua. Akbar kebanyakan hanya mendapatkan suara dari DPD I ditambah suara dari DPP dan DPD I. Sedangkan Wiranto mendapatkan dukungan dari DPD II dan organisasi kemasyarakatan Golkar yang juga mempunyai hak pilih.(AWD/Tim Liputan 6 SCTV)