Sukses

Asusila di Tengah Penghuni Kampus Sastra

Seorang pengajar di kampus sastra diduga berulang kali mengintimidasi seksual hingga membuahkan janin berusia 7 bulan di rahim mahasiswinya

Di kampus yang terletak di pinggiran Ibukota, sebuah cerita kelam dirajut. Seorang mahasiswi kampus sastra diduga berulang kali diintimidasi secara seksual hingga membuahkan janin berusia 7 bulan di rahimnya oleh seorang sastrawan. Dari kumpulan 'bahasa langitnya', sastrawan Sitok Srengenge (45) dipaksa menghadapi tumpukan pasal-pasal tuntutan akibat perbuatan yang dituduhkan padanya.

Adalah RW (22), Mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI), yang menyeret Sitok ke muka kepolisian. Dia mengaku dijebak berkali-kali dalam setiap pertemuannya dengan lelaki yang telah beranak dan juga beristri itu.

Kisah RW ini pun diejawantahkan dalam lembaran laporan bernomor TBL 4245/ XII/ 2013/PMJ/Direskrimim dengan Pasal 351 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. "RW dijebak berkali-kali, beberapa kali pertemuan. Setiap pertemuan selalu diintimidasi dan dan akhirnya hamil," kata Kuasa Hukum R, Iwan Pangka, 29 November 2013 lalu.

"Ia seorang sastrawan, tak pantas melakukan seperti ini. Sebagai seorang seniman, yang kami tahu peduli terhadap kemanusiaan," imbuh Iwan.

Tak cuma RW, Iwan menduga masih ada korban lain dari Sitok. Informasi itu didapatkan dari seorang dosen RW yakni Saras Dewi.

"Melebihi dari satu (korban), dan kami baru dengar hal itu dari Saras Dewi (dosen RW). Dan itu pasti ada unsur paksaan, seperti intimidasi mental," ucap Iwan 6 Desember 2013 lalu.

Suara Kampus Sastra

Sementara itu, lapisan demi lapisan penghuni kampus sastra itu seakan terbangun, bahu-membahu memberikan dukungannya pada sang mahasiswi. Rekan-rekan R yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB UI mengecam Sitok dan menuntut pertanggungjawabannya. Kelakuannya dinilai telah melukai moral, hak perempuan, budaya, dan integritasnya sebagai seorang seniman.

"Kami mendukung segala bentuk perlawanan yang dilakukan oleh korban sebagai gerakan moral penyadaraan agar tidak ada lagi korban dari kasus serupa di kemudian hari," demikian tertulis dalam pernyataan BEM FIB itu.

Manager Peneliti FIB UI Lily Tjahjandari pun tak mau kalah. Dia turut prihatin atas apa yang menimpa mahasiswinya. Namun karena tak ada itikad baik dari Sitok, maka dia turut melaporkan kasus ini. Suara yang sama turut digaungkan dosen RW kepada Sitok. Kini, Saras lah yang menjadi pendamping RW dalam menghadapi kasusnya bersama Sitok.

Sitok sendiri akhirnya mundur dari jabatannya di Komunitas Salihara pasca-kasus ini mencuat. Kini ia tak lagi menjabat sebagai salah satu kurator di Komunitas Salihara.

Bukan Perkosaan?

Jeritan luka hati juga terdengar dari orang terdekat si penyair. LSM, putri Sitok, mengaku kecewa atas perbuatan ayahnya. Lewat surat terbuka yang dimuat di blog pribadinya, lairesiwi.wordpress.com, dia mengakui hubungan yang dilakukan Sitok dengan RW. Namun dia membantah jika hubungan itu dilakoni atas dasar pemaksaan. LSM menegaskan, tidak ada intimidasi yang dilakukan ayahnya.

"Tuduhan bahwa ayah saya, Sitok Srengenge, memperkosa dan menghindar dari tanggung jawab itu tidak benar. Bahwa ayah saya berhubungan dengan R memang benar, tapi sama sekali tak ada unsur paksaan," tulis LSM seperti dimuat Liputan6.com, 30 November 2013 lalu.

LSM mengaku sangat kecewa pada ayahnya. Meski demikian, dia tetap akan mendukung ayahnya dalam menghadapi masalah ini. Dia menuturkan, sudah berkali-kali Sitok berniat menemui keluarga R untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tapi usahanya itu tidak ditanggapi oleh pendamping RW.

"Seolah-olah akses justru ditutup. Selama beberapa bulan ini, justru ayah saya menunggu kabar dari mediator tersebut. Sampai akhirnya kemarin berita beredar," ujarnya.

"Saya mohon doa dari seluruh teman yang sebesar-besarnya supaya saya dan ibu saya kuat menghadapi ini."

Hal senada diutarakan kuasa hukum Sitok, Dwi Ria Latifa. Dia mengakui, apa yang dilakukan kliennya bukanlah perbuatan terpuji yang pantas dibela. Namun ada alasan lain di balik pembelaannya pada Sitok.

"Aku mau menangani kasus ini karena anak dan istrinya datang langsung. Yang jadi korban itu juga anak dan istri Sitok, itu harus kita lindungi juga," ujar Dwi Ria saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (8/12/2013).

Menurutnya, ada 4 pihak yang menjadi korban dalam kasus ini. Mereka, yakni istri dan anak Sitok, korban RW, serta anak yang di kandungannya. Namun Dwi juga yakin, apa yang tengah ditanganinya ini bukanlah kasus perkosaan.

"Silakan rekonstruksi saja kalau memang itu perkosaan. Mereka (Sitok dan RW) ketemu 6 kali, datang dari sore sampai malam, tak mungkin (Sitok) memaksa, itu atas kesadaran penuh mereka," tuturnya.

Kini Sitok dikabarkan tengah kecewa pada sahabatnya yang menjelma sebagai pendamping R. Dia merasa dikhianati. Padahal, Dwi menuturkan, Sitok dan RW sudah sepakat untuk menyelesaikan masalah mereka. Menurut Dwi, Sitok sebenarnya sudah tahu kehamilan RW sejak saat berusia 17 minggu.

Namun, beberapa kali rencana bertemu antara Sitok dan keluarga R tak bisa terealisasi. "Sampai kemudian pada 6 November lalu ada SMS dari RW bahwa untuk selanjutnya komunikasi akan dilakukan melalui pendampingnya," ungkap Dwi.

"Karena menghargai teman, Mas Sitok percaya pada janji pendamping itu untuk menjadi mediator bagi kedua pihak," imbuhnya.

Sementara itu, Saras Dewi melalui akun Twitter-nya @sarasdewi, mengisyaratkan bantahannya atas pernyataan Sitok. "1. Sejak kapan kita bersahabat? 2. Posisi sy bkn mediator tp pendamping korban 3. Character assassination? Lantas korbannya? Hancur hidupnya," kicau Saras.

Polisi kini tengah mempersiapkan pemeriksaan terhadap Sitok. Penyidik tengah mengembangkan dugaan tindakan asusila yang dilakukan Sitok terhadap RW hingga berujung kehamilan.

"Penyidik sedang mempersiapkan administrasi penyidikan. Misalnya, siapa yang akan dipanggil untuk jalani pemeriksaan," kata Kepala Bidang Humas, Komisaris Besar Polisi Rikwanto 3 November 2013 lalu. Setelah mendapatkan keterangan korban dan para saksi, barulah Sitok akan menjalani pemeriksaan.

"Yang jelas korban dan saksi, terakhir baru Sitok," pungkas Rikwanto. (Ndy/Tnt)