Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencium adanya penyalahgunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (coorporate social responsibility/CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jelang Pemilu 2014. Kecurigaan ini khususnya pada sektor perbankan.
Kepala PPATK, Muhammad Yusuf menjelaskan pihaknya menduga kucuran dana CSR tersebut dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan partai politik tertentu dalam pelaksanaan pemilu 2014 mendatang.
"Untuk perusahaan perbankan, biasanya dana CSR itu dikelompokkan untuk kelompok-kelompok tertentu," kata Yusuf dalam acara Diskusi Media IKA FH Universitas Andalas dengan tema 'Pemilu Bersih Tanpa Politik Uang' di Jakarta, Minggu (8/12/2013).
Menurut Yusuf, hal itu bisa saja terjadi karena penyelewenangan dana CSR tersebut dapat dilakukan oleh jajaran komisaris perusahaan. Sebab, komisaris perusahaan bisa mengusulkan agar dana CSR perusahaan diberikan kepada kelompok yang berafiliasi kepada partai politik atau pun politisi tertentu.
Selain pengumpulan dana untuk partai politik melalui perbankan, pemberian fasilitas kredit juga bisa dilakukan. Karena, menurut Yusuf, pemberian fasilitas kredit itu tidak didasari pada persyaratan yang sudah ditetapkan.
"Misalkan, tetap diberikan kredit padahal tidak cocok jaminannya, tidak prudent. Perusahaan yang mendapat kredit ini memiliki afiliasi partai politik. Nantinya, bisa kena kredit macet," ucap Yusuf.
Yusuf mengungkapkan, PPATK bisa mengetahui pola-pola ini lantaran sudah melihat gelagat pengucuran dana atau kredit yang cukup masif dilakukan perbankan. Padahal, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang buruk.
Oleh karena itu, Yusuf berpendapat, untuk mencegah terjadinya penyimpangan dana CSR, kontrol dari komisaris harus tepat. "Selain itu, BPK juga dapat melakukan audit tidak hanya di akhir tahun tetapi juga pada awal, pertengahan, dan akhir tahun," tukas Yusuf. (Don/Tnt)
Kepala PPATK, Muhammad Yusuf menjelaskan pihaknya menduga kucuran dana CSR tersebut dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan partai politik tertentu dalam pelaksanaan pemilu 2014 mendatang.
"Untuk perusahaan perbankan, biasanya dana CSR itu dikelompokkan untuk kelompok-kelompok tertentu," kata Yusuf dalam acara Diskusi Media IKA FH Universitas Andalas dengan tema 'Pemilu Bersih Tanpa Politik Uang' di Jakarta, Minggu (8/12/2013).
Menurut Yusuf, hal itu bisa saja terjadi karena penyelewenangan dana CSR tersebut dapat dilakukan oleh jajaran komisaris perusahaan. Sebab, komisaris perusahaan bisa mengusulkan agar dana CSR perusahaan diberikan kepada kelompok yang berafiliasi kepada partai politik atau pun politisi tertentu.
Selain pengumpulan dana untuk partai politik melalui perbankan, pemberian fasilitas kredit juga bisa dilakukan. Karena, menurut Yusuf, pemberian fasilitas kredit itu tidak didasari pada persyaratan yang sudah ditetapkan.
"Misalkan, tetap diberikan kredit padahal tidak cocok jaminannya, tidak prudent. Perusahaan yang mendapat kredit ini memiliki afiliasi partai politik. Nantinya, bisa kena kredit macet," ucap Yusuf.
Yusuf mengungkapkan, PPATK bisa mengetahui pola-pola ini lantaran sudah melihat gelagat pengucuran dana atau kredit yang cukup masif dilakukan perbankan. Padahal, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang buruk.
Oleh karena itu, Yusuf berpendapat, untuk mencegah terjadinya penyimpangan dana CSR, kontrol dari komisaris harus tepat. "Selain itu, BPK juga dapat melakukan audit tidak hanya di akhir tahun tetapi juga pada awal, pertengahan, dan akhir tahun," tukas Yusuf. (Don/Tnt)