Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kerap tersandera oleh para anggota parlemen. Sebab, seringkali kebijakan yang telah diambil dan dikeluarkan oleh pemerintah dapat ditolak dengan mudah oleh anggota DPR. Padahal sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial.
"Ya betul, kadang-kadang Presiden tersandera. Praktik kita kadang-kadang semiparlementer. Kadang-kadang ya, karena DPR bisa menyandera," ujar Ketua DPR Marzuki Alie dalam acara Forum Pemred yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (10/12/2013).
Selain tersandera oleh DPR, lanjut dia, SBY juga tersandera oleh kepala daerah. Lantaran, kerap kali kebijakan yang dikeluarkan oleh SBY tidak dijalankan oleh para kepala daerah. Bahkan, sering kali kebijakan pemerintah daerah bertentangan dengan kebijakan SBY.
"Cita-cita seorang presiden tidak mengalir ke bawah, karena belum tentu mimpi seorang presiden sama dengan mimpi gubernur atau bupati dan walikota. Presiden sampaikan visi misi bangsa, tapi dalam konteks pemilukada, kadang kala tidak sinkron dengan yang dibuat presiden," papar Marzuki.
Karena itu, Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menilai otonomi daerah yang sejatinya bisa berjalan lurus dengan kebijakan pemerintah daerah, kini justru membuat kepala daerah menjadi tidak tersentuh oleh pusat. Bahkan, kepala daerah terkesan telah menjadi raja-raja kecil di daerah yang dipimpinnya.
"Kepala daerah yang malas tidak mampu diberhentikan oleh presiden, itu faktanya yang kita hadapi," tandas Marzuki. (Adm/Sss)
"Ya betul, kadang-kadang Presiden tersandera. Praktik kita kadang-kadang semiparlementer. Kadang-kadang ya, karena DPR bisa menyandera," ujar Ketua DPR Marzuki Alie dalam acara Forum Pemred yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (10/12/2013).
Selain tersandera oleh DPR, lanjut dia, SBY juga tersandera oleh kepala daerah. Lantaran, kerap kali kebijakan yang dikeluarkan oleh SBY tidak dijalankan oleh para kepala daerah. Bahkan, sering kali kebijakan pemerintah daerah bertentangan dengan kebijakan SBY.
"Cita-cita seorang presiden tidak mengalir ke bawah, karena belum tentu mimpi seorang presiden sama dengan mimpi gubernur atau bupati dan walikota. Presiden sampaikan visi misi bangsa, tapi dalam konteks pemilukada, kadang kala tidak sinkron dengan yang dibuat presiden," papar Marzuki.
Karena itu, Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menilai otonomi daerah yang sejatinya bisa berjalan lurus dengan kebijakan pemerintah daerah, kini justru membuat kepala daerah menjadi tidak tersentuh oleh pusat. Bahkan, kepala daerah terkesan telah menjadi raja-raja kecil di daerah yang dipimpinnya.
"Kepala daerah yang malas tidak mampu diberhentikan oleh presiden, itu faktanya yang kita hadapi," tandas Marzuki. (Adm/Sss)