Fajar 2007 baru menyingsing beberapa jam sebelumnya. Di Surabaya, 96 penumpang dan 6 awak pesawat Adam Air KI-574 menikmati penerbangan menuju Menado. Pesawat berangkat pukul 12.55 WIB. Semestinya pesawat tiba di Bandara Sam Ratulangi pukul 16.14 Wita.
Pada 14.53 Wita, datang kabar mengejutkan: pesawat putus kontak dengan Pengatur lalu-lintas udara (ATC) Bandara Hasanuddin Makassar. Pada kontak terakhir, posisi pesawat berada pada jarak 85 mil laut barat laut Kota Makassar pada ketinggian 35 ribu kaki. Pada 1 Januari itu, salah satu tragedi transportasi terbesar di Indonesia terjadi.
Pencarian mulai dilakukan. Disertai dengan kesimpangsiuran informasi. Sehari setelahnya, terdengar kabar penemuan pesawat Adam Air di kawasan perbukitan di Kecamatan Matangnga, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Berita penemuan pesawat Adam Air bernomor penerbangan KI-574 ini bermula dari laporan warga Desa Rangoan kepada kepala desa setempat. Warga ini mengaku melihat sebuah pesawat yang terbang rendah dan menghilang setelah mengeluarkan asap di sekitar perbukitan.
Warga itu melihat pesawat berada di sekitar perbukitan setempat sekitar pukul 17.00 WITA. Laporan warga ini langsung disampaikan ke pemerintah setempat untuk ditindaklanjuti.
Tim search and rescue (SAR) menuju lokasi dan berkoordinasi dengan warga setempat untuk melaksanakan pencarian pesawat Adam Air. Sejumlah personel Kepolisian Sulbar beserta 700 anggota Badan SAR Nasional yang menyisir lokasi kejadian tidak menemukan apa-apa.
Beberapa saat kemudian Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menegaskan berita penemuan pesawat Adam Air tidak benar. "Data itu sama sekali tidak betul," kata Menteri Perhubungan saat itu Hatta Rajasa, 3 Januari 2007 [baca: Simpang Siur Berita Penemuan Pesawat Adam Air].
Pencarian terus dilakukan. Hasilnya nihil.
Pada 27 Agustus, kotak hitam ditemukan di perairan Majene, Sulawesi Barat. Selain perekam data penerbangan (flight data recorder; FDR), juga ditemukan perekam suara kokpit (cockpit voice recorder atau CVR) di kedalaman 2.000 meter.
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terus bekerja berdasarkan temuan itu. Akhirnya, Pada 25 Maret 2008, KNKT mengumumkan hasil penyelidikan mereka. Awalnya, alat navigasi pesawat atau Internal Reference System (IRS) rusak.
Menurut KNKT, kedua pilot terkonsentrasi memperbaiki kerusakan dan lupa memerhatikan instrumen yang lain. Mereka tidak menyadari pesawat miring dan turun mendekati laut. Mereka baru sadar dua menit sebelum pesawat pecah menabrak laut. Terlambat.
blog.indahnesia.com
Anggota KNKTÂ Mardjono menjelaskan, kerusakan IRS terjadi dalam 13 menit terakhir penerbangan, sebelum pesawat jatuh. Hasil rekaman Digital Flight Data Recorder (DFDR) menunjukkan, mulanya pesawat telah terbang dengan bantuan instrumen kemudi otomatis. Namun, penanganan terhadap IRS yang dilakukan tidak sesuai dengan panduan, sehingga kemudi otomatis pesawat menjadi tidak berfungsi. Pesawat pun mulai miring. Â
Pada Agustus 2008, beredar rekaman pembicaraan yang konon pembicaraan terakhir di kokpit Adam Air KI-574. Jika rekaman itu asli, rekomendasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang menyimpulkan kecelakan akibat kesalahan manusia (human error) dianggap tidak mendasar dan keliru.
Dari rekaman tersebut, selain karena IRS-nya tidak berfungsi, terdapat faktor-faktor lain yang menjadi penyebab kecelakaan yang menewaskan 102 penumpang pesawat Boeing 737-400 tersebut. Jadi, bukan human error.
Departemen Perhubungan menyatakan, rekaman asli ada di KNKT tersimpan dalam boks tertutup bersifat rahasia dan berbentuk pita. Yang beredar itu tidak asli dan tidak orisinal.
Adam Air akhirnya tutup. Bukan karena kasus ini, tapi lantaran urusan bisnis. Ingatan publik pada tragedi ini tak lantas mati. (Yus)
[baca juga: Adam Air Tutup dengan Penuh Misteri]
Pada 14.53 Wita, datang kabar mengejutkan: pesawat putus kontak dengan Pengatur lalu-lintas udara (ATC) Bandara Hasanuddin Makassar. Pada kontak terakhir, posisi pesawat berada pada jarak 85 mil laut barat laut Kota Makassar pada ketinggian 35 ribu kaki. Pada 1 Januari itu, salah satu tragedi transportasi terbesar di Indonesia terjadi.
Pencarian mulai dilakukan. Disertai dengan kesimpangsiuran informasi. Sehari setelahnya, terdengar kabar penemuan pesawat Adam Air di kawasan perbukitan di Kecamatan Matangnga, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Berita penemuan pesawat Adam Air bernomor penerbangan KI-574 ini bermula dari laporan warga Desa Rangoan kepada kepala desa setempat. Warga ini mengaku melihat sebuah pesawat yang terbang rendah dan menghilang setelah mengeluarkan asap di sekitar perbukitan.
Warga itu melihat pesawat berada di sekitar perbukitan setempat sekitar pukul 17.00 WITA. Laporan warga ini langsung disampaikan ke pemerintah setempat untuk ditindaklanjuti.
Tim search and rescue (SAR) menuju lokasi dan berkoordinasi dengan warga setempat untuk melaksanakan pencarian pesawat Adam Air. Sejumlah personel Kepolisian Sulbar beserta 700 anggota Badan SAR Nasional yang menyisir lokasi kejadian tidak menemukan apa-apa.
Beberapa saat kemudian Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menegaskan berita penemuan pesawat Adam Air tidak benar. "Data itu sama sekali tidak betul," kata Menteri Perhubungan saat itu Hatta Rajasa, 3 Januari 2007 [baca: Simpang Siur Berita Penemuan Pesawat Adam Air].
Pencarian terus dilakukan. Hasilnya nihil.
Pada 27 Agustus, kotak hitam ditemukan di perairan Majene, Sulawesi Barat. Selain perekam data penerbangan (flight data recorder; FDR), juga ditemukan perekam suara kokpit (cockpit voice recorder atau CVR) di kedalaman 2.000 meter.
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terus bekerja berdasarkan temuan itu. Akhirnya, Pada 25 Maret 2008, KNKT mengumumkan hasil penyelidikan mereka. Awalnya, alat navigasi pesawat atau Internal Reference System (IRS) rusak.
Menurut KNKT, kedua pilot terkonsentrasi memperbaiki kerusakan dan lupa memerhatikan instrumen yang lain. Mereka tidak menyadari pesawat miring dan turun mendekati laut. Mereka baru sadar dua menit sebelum pesawat pecah menabrak laut. Terlambat.
blog.indahnesia.com
Anggota KNKTÂ Mardjono menjelaskan, kerusakan IRS terjadi dalam 13 menit terakhir penerbangan, sebelum pesawat jatuh. Hasil rekaman Digital Flight Data Recorder (DFDR) menunjukkan, mulanya pesawat telah terbang dengan bantuan instrumen kemudi otomatis. Namun, penanganan terhadap IRS yang dilakukan tidak sesuai dengan panduan, sehingga kemudi otomatis pesawat menjadi tidak berfungsi. Pesawat pun mulai miring. Â
Pada Agustus 2008, beredar rekaman pembicaraan yang konon pembicaraan terakhir di kokpit Adam Air KI-574. Jika rekaman itu asli, rekomendasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang menyimpulkan kecelakan akibat kesalahan manusia (human error) dianggap tidak mendasar dan keliru.
Dari rekaman tersebut, selain karena IRS-nya tidak berfungsi, terdapat faktor-faktor lain yang menjadi penyebab kecelakaan yang menewaskan 102 penumpang pesawat Boeing 737-400 tersebut. Jadi, bukan human error.
Departemen Perhubungan menyatakan, rekaman asli ada di KNKT tersimpan dalam boks tertutup bersifat rahasia dan berbentuk pita. Yang beredar itu tidak asli dan tidak orisinal.
Adam Air akhirnya tutup. Bukan karena kasus ini, tapi lantaran urusan bisnis. Ingatan publik pada tragedi ini tak lantas mati. (Yus)
[baca juga: Adam Air Tutup dengan Penuh Misteri]