Rapat Paripurna DPR yang digelar Rabu siang, untuk mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil terluar, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007.
Revisi tersebut nantinya akan semakin makin memberdayakan masyarakat lokal dan tradisional termasuk nelayan kecil, yang ditandai dengan masuknya unsur masyarakat adat dalam inisiasi penyusunan rencana zona setara dengan pemerintah dan dunia usaha lainnya.
"Revisi UU itu akan menjamin hak masyarakat adat setempat, ada pemberdayaan masyarakat kecil termasuk nelayan kecil ditandai dengan masuknya unsur masyarakat dalam inisiasi penyusunan rencana zonasi setara dengan pemerintah dan dunia usaha," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Cicip Sutardjo, dalam konfrensi persnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 18 Desember 2013.
"Kalau dulu hanya melibatkan Pemda dan dunia usaha, jadi revisi ini sudah menegakkan good governance," sambungnya.
Menurut Cicip, banyaknya pulau terluar di Indonesia yang dikuasai asing selama ini karena izin yang mudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Sehingga, dengan undang-undang baru ini, izin ditarik ke pemerintah pusat.
"Tujuan UU ini adalah untuk bisa mengatur dengan baik tata ruang di sini, termasuk di lautnya, karena selama ini, diberlakukan izin atau tanpa izin yang dtetapkan oleh Pemda dengan pengusaha," jelas Cicit.
Daalam kesempatan yang sama Ketua Komisi IV DPR M Romahurmuzy berujar selama ini investor asing mendapatkan keleluasaan dengan hak pengelolaan dan pengusahaan perairan (HP3) atas izin pemerintah daerah setempat.
Akibatnya, menurut Rommy sapaan akrabnya politisi PPP itu, banyak Pemda dengan mudahnya memberikan hak kelola itu kepada Asing. Rommy menyebutkan, Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian membatalkan klausul soal HP3 yang dianggap bertentangan dengan prinsip NKRI. Akhirnya, Rommy menambahkan, DPR menyusun undang-undang baru ini.
"Didalam UU yang baru ini HP3 sudah tilak ada lagi, tapi digantikan dengan izin lokasi pengelolaan." tandas Rommy. (Alv/Tnt)
Revisi tersebut nantinya akan semakin makin memberdayakan masyarakat lokal dan tradisional termasuk nelayan kecil, yang ditandai dengan masuknya unsur masyarakat adat dalam inisiasi penyusunan rencana zona setara dengan pemerintah dan dunia usaha lainnya.
"Revisi UU itu akan menjamin hak masyarakat adat setempat, ada pemberdayaan masyarakat kecil termasuk nelayan kecil ditandai dengan masuknya unsur masyarakat dalam inisiasi penyusunan rencana zonasi setara dengan pemerintah dan dunia usaha," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Cicip Sutardjo, dalam konfrensi persnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 18 Desember 2013.
"Kalau dulu hanya melibatkan Pemda dan dunia usaha, jadi revisi ini sudah menegakkan good governance," sambungnya.
Menurut Cicip, banyaknya pulau terluar di Indonesia yang dikuasai asing selama ini karena izin yang mudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Sehingga, dengan undang-undang baru ini, izin ditarik ke pemerintah pusat.
"Tujuan UU ini adalah untuk bisa mengatur dengan baik tata ruang di sini, termasuk di lautnya, karena selama ini, diberlakukan izin atau tanpa izin yang dtetapkan oleh Pemda dengan pengusaha," jelas Cicit.
Daalam kesempatan yang sama Ketua Komisi IV DPR M Romahurmuzy berujar selama ini investor asing mendapatkan keleluasaan dengan hak pengelolaan dan pengusahaan perairan (HP3) atas izin pemerintah daerah setempat.
Akibatnya, menurut Rommy sapaan akrabnya politisi PPP itu, banyak Pemda dengan mudahnya memberikan hak kelola itu kepada Asing. Rommy menyebutkan, Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian membatalkan klausul soal HP3 yang dianggap bertentangan dengan prinsip NKRI. Akhirnya, Rommy menambahkan, DPR menyusun undang-undang baru ini.
"Didalam UU yang baru ini HP3 sudah tilak ada lagi, tapi digantikan dengan izin lokasi pengelolaan." tandas Rommy. (Alv/Tnt)