Secara bertubi-tubi cobaan itu datang menghampiri Ratu Atut Chosiyah. Gubernur Banten yang baru saja dirundung duka ditinggalkan pasangan hidup untuk selama-lamanya, kini harus merasakan 'tembok derita'.
Badai mulai menghempas gubernur perempuan pertama di Indonesia ini saat sang adik kandung, Tubagus Chaery Wardana alias Wawan ditangkap pada 2 Oktober 2013 terkait suap sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten.
Hanya sebulan berselang, pada 9 November 2013, suami Ratu Atut, Hikmat Tomet, meninggal. Baru saja menyandang status janda, Ratu Atut harus menyandang status tersangka suap sengketa Pilkada Kabupaten Lebak pada 16 Desember 2013.
Ada kasus lain yang menghantuinya, yakni dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) di Banten. KPK sudah sepakat menjadikan Ratu Atut sebagai tersangka dalam kasus ini, namun belum ada surat perintah penyidikan (sprindik).
Sejak menjadi tersangka, Ratu Atut entah ada di mana. Tak terlihat di mana-mana. Dicari dan dicari tak kunjung terlihat. Baik di rumahnya di Ciomas maupun di Jl Bhayangkara Serang apalagi di Kembangan Jakarta Barat.
Tibalah saatnya menggelar 40 hari meninggalnya Hikmat Tomet pada Kamis 19 Desember kemarin. Tahlilan digelar di Masjid Baitul Sholihin. Tak jauh dari kediaman. Namun Ratu Atut bak ditelan bumi, tak terlihat menghadiri gelaran doa yang dipanjatkan untuk mendiang suaminya.
"Keluarga meminta maaf karena Ibu Ratu Atut tidak bisa hadir malam ini," kata menantunya, Tanto Warsono.
Ratu Atut justru muncul sehari setelah tahlilan mendiang suaminya digelar. Dengan jilbab hitam, Ratu Atut memenuhi panggilan ke Gedung KPK. Tiada kata yang terucap dari bibirnya.
7 Jam berselang, Ratu Atut keluar dengan kostum oranye melekat di tubuhnya. Kostum tahanan KPK. Tepat saat 'Jumat Keramat', hari langganan bagi penyidik KPK melakukan penahanan.
Ratu Atut sempat kehilangan keseimbangan saat menuruni anak tangga teras Gedung KPK. Seorang polwan di belakangnya sigap menahan tubuh Ratu Atut. Setelah berhasil mengendalikan keseimbangan tubuh, Ratu Atut berjalan menuju mobil tahanan KPK dan memasukinya.
Kerumunan jurnalis tak dipedulikannya. Kawalan polisi tidak digubrisnya. Ratusan jawara yang mendukungnya tidak diliriknya. Tetap tiada kata terucap. Bibir Ratu Atut terkatup rapat. (Sss/Yus)
Badai mulai menghempas gubernur perempuan pertama di Indonesia ini saat sang adik kandung, Tubagus Chaery Wardana alias Wawan ditangkap pada 2 Oktober 2013 terkait suap sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten.
Hanya sebulan berselang, pada 9 November 2013, suami Ratu Atut, Hikmat Tomet, meninggal. Baru saja menyandang status janda, Ratu Atut harus menyandang status tersangka suap sengketa Pilkada Kabupaten Lebak pada 16 Desember 2013.
Ada kasus lain yang menghantuinya, yakni dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) di Banten. KPK sudah sepakat menjadikan Ratu Atut sebagai tersangka dalam kasus ini, namun belum ada surat perintah penyidikan (sprindik).
Sejak menjadi tersangka, Ratu Atut entah ada di mana. Tak terlihat di mana-mana. Dicari dan dicari tak kunjung terlihat. Baik di rumahnya di Ciomas maupun di Jl Bhayangkara Serang apalagi di Kembangan Jakarta Barat.
Tibalah saatnya menggelar 40 hari meninggalnya Hikmat Tomet pada Kamis 19 Desember kemarin. Tahlilan digelar di Masjid Baitul Sholihin. Tak jauh dari kediaman. Namun Ratu Atut bak ditelan bumi, tak terlihat menghadiri gelaran doa yang dipanjatkan untuk mendiang suaminya.
"Keluarga meminta maaf karena Ibu Ratu Atut tidak bisa hadir malam ini," kata menantunya, Tanto Warsono.
Ratu Atut justru muncul sehari setelah tahlilan mendiang suaminya digelar. Dengan jilbab hitam, Ratu Atut memenuhi panggilan ke Gedung KPK. Tiada kata yang terucap dari bibirnya.
7 Jam berselang, Ratu Atut keluar dengan kostum oranye melekat di tubuhnya. Kostum tahanan KPK. Tepat saat 'Jumat Keramat', hari langganan bagi penyidik KPK melakukan penahanan.
Ratu Atut sempat kehilangan keseimbangan saat menuruni anak tangga teras Gedung KPK. Seorang polwan di belakangnya sigap menahan tubuh Ratu Atut. Setelah berhasil mengendalikan keseimbangan tubuh, Ratu Atut berjalan menuju mobil tahanan KPK dan memasukinya.
Kerumunan jurnalis tak dipedulikannya. Kawalan polisi tidak digubrisnya. Ratusan jawara yang mendukungnya tidak diliriknya. Tetap tiada kata terucap. Bibir Ratu Atut terkatup rapat. (Sss/Yus)