Sukses

Peradi Desak Lembaga Hukum dan Advokat Serius Berantas Korupsi

Institusi penegak hukum termasuk advokat harus mampu membangun sinergitas dalam mempercepat akselerasi pemberantasan korupsi.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan mengatakan, institusi penegak hukum termasuk advokat harus mampu membangun sinergitas dalam mempercepat akselerasi pemberantasan korupsi. Apalagi menurutnya, institusi penegak hukum merupakan bagian dari mata rantai timbulnya tindak pidana korupsi.

"Institusi-institusi seperti polisi, jaksa, dan hakim serta advokat harus melakukan perbaikan karena bagian dari mata rantai timbulnya korupsi," kata Otto dalam diskusi refleksi akhir tahun bertema 'Jangan Lelah Melawan Korupsi" di kantor Peradi, Slipi, Jakarta Barat, Minggu (22/12/2013).

Selain itu, Otto juga menilai, kalangan advokat sekarang ini juga mengalami kegelisahan karena kerap terseret dalam pusaran korupsi khususnya dalam menangani perkara. Dirinya mengaku, banyak advokat yang sering menyuap karena terpaksa untuk memenangkan perkara.

"Advokat juga lelah akan korupsi. Kalau lawan melakukan sedangkan kita tidak maka kita akan selalu kalah dalam berperkara," papar Otto.

Oleh karena itu, Otto berujar, kinerja lembaga penegak hukum harus diperbaiki agar korupsi hilang di negeri ini. Lantaran realitanya, sebut Otto, kondisi lembaga penegak hukum masih jauh dari yang diharapkan. Bukan hanya pengadilan, Kepolisian dan Kejaksaan juga masih memprihatinkan.

Menurutnya, sistem kamar di Mahkamah Agung (MA) dapat diterapkan di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi untuk menghindari potensi korupsi di lembaga peradilan. Sebab, kondisi sekarang ini banyak putusan-putusan pengadilan yang dijatuhkan dan menimbulkan pertentangan.

"Sehingga hanya hakim yang memiliki keahlian yang menangani perkara. Kalau pidana ya pidana, begitu seterusnya. Ini menghindari adanya korupsi agar juga tidak ada putusan yang aneh-aneh. Mempermudah proses administrasi dan menghindari penumpukan perkara," tegasnya.

Otto menilai, Kepolisian sejauh ini belum mampu mengimbangi KPK dalam pemberantasan korupsi. Kejaksaan juga masih memiliki persoalan klasik yaitu, tidak menggunakan wewenangnya secara optimal sebagaimana terlihat dari RUU KUHAP yang nantinya bakal menggunakan format ijin dari hakim komisaris bagi penyidik dalam melakukan penahanan atau penangkapan.

"Semestinya KPK yang sifatnya temporer harus diimbangi oleh polisi. Adanya hakim komisaris dalam RUU KUHAP juga menandakan kalau Kejaksaan sendiri yang menghilangkan tugas-tugasnya. Untuk urusan perpanjangan penahanan penuntut umum seperti tukang stempel tidak mengkritisi permintaan penyidik," tandas Otto. (Fiq)