Sukses

Kala Misa Natal di Depan `Istana SBY`

Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia kembali menggelar misa di depan Istana Merdeka. Kenapa masalahnya tak kunjung terurai?

Perayaan Natal 2013 berlangsung aman, tenang, dan khidmat. Umat Kristiani dari berbagai lapisan berbondong-bondong ke gereja untuk beribadah. Mulai dari Gereja Katedral di Jakarta hingga gereja-gereja kecil di pelosok Tanah Air, ramai oleh jemaat.

Bahkan, kemeriahan Natal juga dinikmati oleh warga yang menganut kepercayaan berbeda. Mereka mendatangi banyak tempat wisata dan menghabiskan liburan dengan keluarga. Intinya, Natal telah memberi kebahagiaan bagi semua, dengan cara yang berbeda. Sebagai negara dengan penganut agama yang pluralis, kondisi ini patut disyukuri.

Namun, ada pemandangan di hari Natal yang sulit untuk diterjemahkan, apakah juga patut disyukuri atau disesalkan. Ketika mayoritas umat Nasrani memenuhi gereja-gereja, sekelompok kecil di antaranya menggelar misa di tempat yang tak terbayangkan, di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, tempat Presiden SBY berkantor.

Mereka adalah jemaat dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Bekasi Filadelfia. Ratusan jemaat ini memilih melakukannya di depan Kantor Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai bentuk protes terhadap penggusuran gereja mereka di Taman Yasmin Bogor dan Bekasi, Jawa Barat.

"Para jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia kembali merayakan Natal di depan Istana Negara. Ini karena gereja kami masih disegel di Bogor dan Bekasi," kata Juru Bicara GKI Yasmin, Bona Sigalingging, di depan Istana Merdeka, Rabu 25 Desember 2013 siang.

Cari Perhatian

Tidak salah lagi, sama seperti Natal tahun lalu, mereka menggelar misa di seberang tugu Monumen Nasional ini tak lain untuk mencuri perhatian Kepala Negara untuk menyelesaikan sengketa rumah ibadah yang tak kunjung selesai. Mereka juga mengundang Presiden SBY dan Ibu Negara untuk ikut hadir pada misa tersebut.

Untuk itu mereka sudah menyiapkan 1 meja VVIP untuk SBY dan Ani Yudhoyono. Meja tersebut tertata rapi, ditutupi taplak berwarna putih. Ornamen-ornamen guntingan kertas berbagai warna berbentuk pohon Natal mengelilingi meja. Di atas meja juga terpampang 2 buah kertas karton yang dilipat segitiga berdiri dan bertuliskan meja tersebut untuk SBY dan Ani Yudhoyono.

Tak banyak yang tertarik untuk ikut menghadiri misa ini selain jemaat kedua gereja itu. Mereka yang sedikit itu adalah putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yakni Inayah Wahid beserta kakaknya Anita Wahid. Kepada para jemaat itu Inayah meminta untuk tabah menghadapi pihak-pihak yang menolak mereka beribadah di gerejanya masing-masing.

Inayah juga berharap pemerintah dapat memfasilitasi jemaat 2 gereja tersebut agar dapat beribadah di tempat yang semestinya. Agar pada Natal tahun depan jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia tidak lagi menggelar ibadah di depan Istana. "Saya ajak Bapak Ibu mau memaafkan mereka," tambahnya.

Misa yang digelar sejak siang itu tak berlangsung singkat. Jika saat dimulai terik matahari begitu menyengat, menjelang petang hujan pun turun. Semua itu tak menyurutkan tekad mereka meneruskan misa Natal yang terbilang 'istimewa' itu.

Hanya kegelapan yang kemudian membuat mereka mengalah dengan janji akan kembali mendatangi halaman di depan Istana Merdeka untuk menggelar misa jika keinginan mereka tetap tak membuat Presiden bergerak. Selepas petang, ratusan jemaat ini membubarkan diri. Mereka dengan tertib membersihkan dan membawa pulang peralatan misa.

Tamparan

Kendati aksi jemaat dari 2 gereja ini tergolong kecil, tapi tetap saja sebuah 'tamparan' bagi Presiden SBY. Apalagi tahun ini Kepala Negara dianugerahi penghargaan dari sebuah organisasi yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antarkepercayaan yang berbasis di New York, Amerika Serikat.

Penghargaan 2013 World Statesman Award dari Appeal of Conscience Foundation (ACF) itu diserahkan di Garden Foyer, Hotel The Pierre, New York, pada Kamis 30 Mei 2013 malam waktu setempat atau Jumat 31 Mei pagi waktu Indonesia.

Di balik semua itu, masalah yang melingkupi GKI Yasmin HKBP Filadelfia memang lumayan pelik. Kasus GKI Yasmin telah dimulai pada 2002, namun baru mencuri perhatian ketika gereja mereka disegel oleh Satpol PP Kota Bogor pada 10 April 2010 sebagai pelaksanaan perintah Walikota Bogor Diani Budiarto. Semenjak saat itu, umat beribadah di halaman gereja dan di jalan.

Sebenarnya Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta telah memenangkan GKI Yasmin dalam sengketa IMB yang berbuntut penyegelan tersebut. Mahkamah Agung melalui keputusan Nomor 127 PK/TUN/2009 tanggal 9 Desember 2010 juga telah menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Pemkot Bogor.

Kasus ini pun sempat mendapat perhatian DPR yang berniat memanggil Walikota Bogor serta Menteri Dalam Negeri. Walikota Bogor dianggap bersalah karena tak melaksanakan keputusan Mahkamah Agung yang telah mencabut pembekuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GKI Yasmin.

Namun, Diani Budiarto membantah telah membangkang terhadap putusan MA. Pihak GKI Yasmin menurut Diani sudah bertemu dengan dirinya untuk membicarakan soal relokasi pembangunan gedung gereja. Namun, GKI Yasmin menolak relokasi. "Itu masalahnya," ujar Diani.

Setelah menjalankan putusan MA yang menyuruh mencabut SK IMB berdasarkan kepala dinas, sebagai kepala daerah Diani lantas menerbitkan SK baru atas nama walikota. "Alasannya ada tiga hal, yaitu penolakan masyarakat, stabilitas, dan pemalsuan tanda tangan. Hak saya sebagai kepala daerah," kata Diani.

Kasus ini pun juga mendapat perhatian dari Dewan Gereja Sedunia yang mengaku prihatin dengan kerapnya terjadi bentrok antara jemaat GKI Yasmin dengan Satpol PP saat jemaat menggelar kebaktian mingguan di trotoar jalan. Namun, ini juga ternyata tak mempan.

Kekesalan juga dirasakan oleh Komisi Ombudsman Nasional. Merasa rekomendasinya tidak dilaksanakan oleh Pemkot Bogor untuk segera mencabut larangan izin mendirikan bangunan GKI Yasmin, KON melayangkan surat ke DPR dan Presiden SBY untuk mengambil tindakan.

Tak Mau Reaktif

Presiden SBY sendiri bukannya tak pernah bicara. Terkait konflik tersebut, SBY menyatakan tak ingin terlalu reaktif dalam menyikapi. Persoalan tersebut menurutnya merupakan porsi pemerintah daerah untuk menyelesaikan.

"Saya tidak ingin reaktif, karena ada porsi pemerintah daerah yang bisa menyelesaikan masalah ini baik gubernur, bupati, maupun walikota," ujar Presiden SBY di Istana Negara, Jakarta, pada Februari 2012. Dan hingga kini, kasus GKI Yasmin masih saja menjadi ganjalan.

Sedangkan kasus HKBP Filadelfia, Tambun, Bekasi, baru mengemuka pada Maret 2012 ketika kegiatan ibadah Minggu para jemaat mulai dilarang. Sejak itu mereka tak bisa lagi melakukan ibadah di gereja mereka di Desa Jejalen Jaya, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi.

Hingga kini, belum ada solusi yang bisa menyelesaikan kedua kasus ini. Pada Natal tahun lalu, Menteri Agama Suryadharma Ali sempat ditanyakan kasus ini. Menurutnya, semua pihak harus melihat titik persoalannya seperti apa.

"Kalau persoalannya hukum bawa ke hukum. Kalau persoalannya IMB (Izin Mendirikan Bangunan), selesaikan dulu IMB itu," ujar Suryadharma.

Menurutnya, permasalahan rumah ibadah seperti Jemaat HKBP Filadelfia dan GKI Yasmin jangan dibawa ke ranah politik. "Mendemo Presiden itu sudah ranah politik," ujar dia.

Jadi, pertanyaannya, sampai kapan pemerintah dan semua pihak yang seharusnya punya kewajiban menyelesaikan nasib jemaat kedua gereja ini akan membiarkan mereka menggelar misa Natal di depan Istana? Bagi banyak orang, mungkin ini masalah kecil, tapi kenapa yang kecil itu pun tak bisa diselesaikan? (Ado/Mut)