Sepekan setelah penahanan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, DPRD Provinsi Banten dan jajaran birokrat Pemerintah Provinsi Banten merapatkan pertahanan dan barisan. Mereka langsung menggelar rapat koordinasi terkait status Atut.
Dalam tayangan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (29/12/2013), rapat ini dilakukan hanya untuk memastikan bahwa roda pemerintahan di Banten berjalan normal, meski Atut harus bekerja dari balik jeruji Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Ditahan bukan berarti tidak dipertahankan. Begitu kiranya pandangan para anggota dewan dan birokrat Banten mengenai Atut. Hal itu tentu kian menggambarkan betapa kokohnya status Gubernur yang disandang Atut.
Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memasang label tersangka dan mengurung Atut di Rutan Pondok Bambu, para wakil rakyat dan jajaran Pemprov Banten tetap kompak menganggap Atut sebagai 'Ratu' Banten. Kekompakan ini terungkap dalam rapat koordinasi antara Komisi I DPRD dan jajaran Pemprov Banten.
Sikap politisi PDIP yang juga Ketua Komisi I DPRD Banten, Agus R Wisas misalnya. Dia sebelumnya keras menuntut Atut mundur, tapi pada akhirnya ikut mufakat menganggap Atut masih bisa mengendalikan roda pemerintahan dari balik jeruji tahanan.
Lalu bagaimana terkait efektifitas kerja Atut sebagai gubernur? Baik DPRD dan birokrat sepakat hal itu bisa diatur, meski staf harus mondar-mandir Banten-Jakarta untuk misalnya sekadar meminta tanda tangan Atut.
Situasi itu tentu bertolak belakang dengan rekomendasi KPK ke Mendagri agar Atut diberhentikan sementara dari jabatannya gubernur. (Osc/Adi)
[VIDEO] Atut Ditahan, DPRD Banten Rapatkan Pertahanan
DPRD dan jajaran Pemrpov Banten menganggap, Atut ditahan bukan berarti tidak dipertahankan.
Advertisement