Keterbatasan fisik tak membuat Pamuji putus asa. Dengan kemampuan yang dimiliki, pria 42 tahun itu bangkit dan terus berkarya.
Pamuji yang tinggal di sebuah rumah kontrakan berukuran 5X5 meter di Kediri, Jawa Timur, ini semangat melakukan aktivitasnya. Dia terus mengasah kemampuan musiknya dengan bermain keybord.
Saat kecil, mata Pamuji dapat melihat. Namun seiring waktu berjalan, daya lihatnya kian menurun. Keluarganya yang sederhana tak mampu menyediakan pengobatan. Akhirnya pada usia 15 tahun, dua mata Pamuji sepenuhnya mengalami kebutaan.
"Setelah saya mengalami tuna netra, akhirnya saya berpikir masa saya harus demikian terus. Mengurung diri dalam rumah terus. Karena sejak itulah, saya punya inisiatif untuk bisa bangkit dan harus bangkit," tutur Pamuji dalam tayangan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (29/12/2013).
Semangat bangkit itu terus bergelora dalam diri Pamuji. Ia pun melanjutkan pendidikannya hingga lulus SMP luar biasa atau setara SMP umum. Usai merampungkan pendidikannya itu, Pamuji lantas bertekad menjadi pemusik.
Bersama sejumlah teman, Pamuji mendirikan grup musik pemain organ. Tak lama berdiri, grupnya sudah dikenal orang dan kerap diundang mengisi acara. Mulai dari pernikahan hingga hiburan rakyat di Kediri.
Tak hanya itu, kemahiran bermain keyboardnya juga membawa Pamuji dipercaya mengajar musik di Sekolah Luar Biasa Dharma Putra. Hal itu lantaran Pamuji dikenal dapat mengerti perasaan anak-anak yang memiliki keterbatasan.
"Kalau beliau membimbing anak-anak tuna netra, saya yakin pasti bisa. Karena dia lebih memahami karakter si anak," ucap Kepala SLB Dharma Putra Budi Kuncoro.
Dalam mengajar, Pamuji memang telah memiliki pendekatan tersendiri. Dirinya pun tampak akrab dengan anak didiknya tersebut. "Cara saya mengajar anak-anak di sini, pertama saya kenalkan nada, lalu pengenalan lagu-lagu," jelas Pamuji.
Kolaborasi dengan alat musik rebana bersama sesama guru, Pamuji terus berkarya mencoba berbagai kombinasi musik. Tak hanya itu, dirinya juga menulis syair lagu. Seperti tembang yang berjudul 'Hanya dirimu' yang digubahnya untuk sang istri tercinta.
Karya-karya Pamuji kini sering diputar di stasiun radio lokal. Keuntungan materi dari menyanyi yang ia dapat tidaklah besar. Ia membaginya dengan alat musik yang disewa. "Misal sewa keyboard Rp 50 ribu, kalau dapat Rp 80 ribu, ya kita dapat Rp 30 ribu. Tapi kalau dapat Rp 100 ribu, ya kita dapat Rp 50 ribu," tutur dia.
Meski begitu, keluarga merasa bangga karena di tengah keterbatasan, Pamuji mampu berkarya sebagai musisi dan guru. (Ali/Ein)
Baca juga:
[VIDEO] Kisah Ubes, tunanetra yang Ogah Jadi Pengemis
[VIDEO] Ditolak Jadi CPNS, Puluhan Penyandang Tunanetra Protes
[VIDEO] Meski Buta, Kakek Amat Mengabdi Jadi Imam Masjid 33 Tahun
Pamuji yang tinggal di sebuah rumah kontrakan berukuran 5X5 meter di Kediri, Jawa Timur, ini semangat melakukan aktivitasnya. Dia terus mengasah kemampuan musiknya dengan bermain keybord.
Saat kecil, mata Pamuji dapat melihat. Namun seiring waktu berjalan, daya lihatnya kian menurun. Keluarganya yang sederhana tak mampu menyediakan pengobatan. Akhirnya pada usia 15 tahun, dua mata Pamuji sepenuhnya mengalami kebutaan.
"Setelah saya mengalami tuna netra, akhirnya saya berpikir masa saya harus demikian terus. Mengurung diri dalam rumah terus. Karena sejak itulah, saya punya inisiatif untuk bisa bangkit dan harus bangkit," tutur Pamuji dalam tayangan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (29/12/2013).
Semangat bangkit itu terus bergelora dalam diri Pamuji. Ia pun melanjutkan pendidikannya hingga lulus SMP luar biasa atau setara SMP umum. Usai merampungkan pendidikannya itu, Pamuji lantas bertekad menjadi pemusik.
Bersama sejumlah teman, Pamuji mendirikan grup musik pemain organ. Tak lama berdiri, grupnya sudah dikenal orang dan kerap diundang mengisi acara. Mulai dari pernikahan hingga hiburan rakyat di Kediri.
Tak hanya itu, kemahiran bermain keyboardnya juga membawa Pamuji dipercaya mengajar musik di Sekolah Luar Biasa Dharma Putra. Hal itu lantaran Pamuji dikenal dapat mengerti perasaan anak-anak yang memiliki keterbatasan.
"Kalau beliau membimbing anak-anak tuna netra, saya yakin pasti bisa. Karena dia lebih memahami karakter si anak," ucap Kepala SLB Dharma Putra Budi Kuncoro.
Dalam mengajar, Pamuji memang telah memiliki pendekatan tersendiri. Dirinya pun tampak akrab dengan anak didiknya tersebut. "Cara saya mengajar anak-anak di sini, pertama saya kenalkan nada, lalu pengenalan lagu-lagu," jelas Pamuji.
Kolaborasi dengan alat musik rebana bersama sesama guru, Pamuji terus berkarya mencoba berbagai kombinasi musik. Tak hanya itu, dirinya juga menulis syair lagu. Seperti tembang yang berjudul 'Hanya dirimu' yang digubahnya untuk sang istri tercinta.
Karya-karya Pamuji kini sering diputar di stasiun radio lokal. Keuntungan materi dari menyanyi yang ia dapat tidaklah besar. Ia membaginya dengan alat musik yang disewa. "Misal sewa keyboard Rp 50 ribu, kalau dapat Rp 80 ribu, ya kita dapat Rp 30 ribu. Tapi kalau dapat Rp 100 ribu, ya kita dapat Rp 50 ribu," tutur dia.
Meski begitu, keluarga merasa bangga karena di tengah keterbatasan, Pamuji mampu berkarya sebagai musisi dan guru. (Ali/Ein)
Baca juga:
[VIDEO] Kisah Ubes, tunanetra yang Ogah Jadi Pengemis
[VIDEO] Ditolak Jadi CPNS, Puluhan Penyandang Tunanetra Protes
[VIDEO] Meski Buta, Kakek Amat Mengabdi Jadi Imam Masjid 33 Tahun