Sukses

Pengamat: Rekayasa Cuaca Bak Matikan Keran Air Bersih Jakarta

Pengamat tata kota Yayat Supriyatna menilai penerapan rekayasa cuaca kurang efektif.

Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengurangi intensitas hujan guna mencegah banjir Ibukota sudah dilakukan. Namun, rekayasa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dinilai kurang efektif.

Rekayasa cuaca ini dinilai bukan merupakan proyek jangka panjang mengatasi banjir. Rekasaya cuaca ini juga dapat merugikan beberapa daerah sekitar Jakarta yang kekurangan air tanah.

"Ini kan cuma dilakukan waktu darurat, puncak musim hujan saja. Modifikasi cuaca membuang air ke laut, tapi sebenarnya kita butuh air. Wilayah-wilayah di sekitar Jakarta juga memerlukan air untuk berbagai hal. Musim hujan ini air hujan harusnya dibiarkan agar meresap ke tanah, untuk kebutuhan air bersih," kata pengamat perkotaan Yayat Supriyatna ketika dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (15/1/2014)

Menurut Yayat, sebaiknya Pemprov DKI lebih memperbaiki kerusakan lingkungan daripada memodifikasi cuaca. Biaya modifikasi cuaca sebesar Rp 28 miliar yang dikeluarkan Pemprov DKI sebaiknya dipergunakan untuk membuat sumur-sumur resapan sebagai penampung air hujan.

"Untuk sekarang tidak apa karena opsinya hanya itu dan dilakukan mendadak. Tetapi sesudah musim kemarau buat anggaran sebesar itu mungkin untuk memperbanyak sumur resapan, jadi air hujan bisa diserap maksimal. Jadi tidak perlu modifikasi cuaca, ibaratnya kita sudah gagal merawat lingkungan, kita seperti mematikan keran airnya."

"Jadi urusan Tuhan diutak-atik oleh manusia. Uang ini jangan sampai mubazir, jadi cukuplah ini tahun terakhir buat rekayasa cuaca," tandas Yayat. (Rmn/Sss)

Baca juga:

Banjir Jakarta Mulai Surut, Semua Sungai Aman
Pengungsi Banjir di Rel Kereta Pesing Belum Mendapat Bantuan
Ruko di Kampung Pulo Terendam, Pedagang Sebut `Buang Sial`