Uang yang ditemukan di ruang karaoke rumah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjumlah Rp 2,6 miliar. Uang itu diklaim tidak terkait dengan tindak pidana korupsi.
"Uang itu sudah ada berita acara penyitaan KPK pada awalnya, jumlahnya Rp 2,6 miliar seperti yang dijelasin waktu Pak Akil ditangkap, uang itu hasil penjualan ikan arwana," kata pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/1/2014).
Tamsil menambahkan, uang itu berada di dalam ruang karaoke, bukan disimpan di dalam tembok. Uang tersebut disimpan oleh sopir Akil, Daryono.
"Uang itu ada di ruang karaoke, jadi bukan di tembok. Kata Pak Akil yang menyimpan uang itu bukan Pak Akil tapi sopirnya, Daryono. Jadi uang itu memang ada di rumah Pak Akil saat itu, lalu ketika Pak Akil ditangkap, uang itu disimpan sopir di ruang karaoke," jelas Tamsil.
"Kalau di tembok saya tidak tahu, mungkin Pak Mahfud yang bikin temboknya berlubang, karena yang membuat ruang karaoke itu Pak Mahfud, sudah ada jaman Pak Mahfud," tambah Tamsil.
Tamsil juga membantah uang tersebut menjadi barang bukti KPK untuk menyangkakan Akil terlibat dalam pengaturan sengketa pilkada di Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang.
"Itu bukan sangkaan Empat Lawang, menurut Pak Akil, uang itu mau dibagikan kepada petani-petani saat Idul Adha, karena saat itu menjelang Idul Adha, itu hak para petani," ungkap dia.
Meski mengatakan uang itu akan dibagikan ke para petani, Tamsil mengaku uang tersebut dalam bentuk dolar Singapura. "Wallahualam, saya tidak tahu mengapa uang tersebut dalam dolar Singapura, saya hanya mendapat keterangan Pak Akil," jelas Tamsil.
Akil menjadi tersangka penerima suap Pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Lebak serta Kota Palembang dan Empat Lawang bersama dengan enam tersangka lain sejak 3 Oktober.
Pihak lain yang terlibat dalam kasus ini adalah anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa yang menerima Rp 3,075 miliar dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau. Uang tersebut diberikan agar Akil menolak permohonan gugatan pilkada Gunung Mas sehingga Hambit tetap menjadi pemenang dalam pilkada tersebut.
Akil juga menjadi tersangka kasus sengketa Pilkada Lebak, bersama dengan advokat Susi Tur Handayani sebagai penerima suap, sementara Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chaery Wardhana disangkakan sebagai pemberi suap dengan dugaan suap Rp 1 miliar.
Akil masih terjerat dugaan suap sengketa pemilihan Wali Kota Palembang dan Bupati Empat Lawang karena KPK mendapati uang Rp 2,6 miliar di rumah Akil.
KPK juga menjadikan Akil tersangka tindak pidana pencucian uang dan sudah menyita sekitar 33 mobil dan dua rumah serta tanah terkait Akil, ditambah dengan pembekuan rekening perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita yaitu CV Ratu Samagad yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan dan perikanan. (Ant/Eks/Yus)
"Uang itu sudah ada berita acara penyitaan KPK pada awalnya, jumlahnya Rp 2,6 miliar seperti yang dijelasin waktu Pak Akil ditangkap, uang itu hasil penjualan ikan arwana," kata pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/1/2014).
Tamsil menambahkan, uang itu berada di dalam ruang karaoke, bukan disimpan di dalam tembok. Uang tersebut disimpan oleh sopir Akil, Daryono.
"Uang itu ada di ruang karaoke, jadi bukan di tembok. Kata Pak Akil yang menyimpan uang itu bukan Pak Akil tapi sopirnya, Daryono. Jadi uang itu memang ada di rumah Pak Akil saat itu, lalu ketika Pak Akil ditangkap, uang itu disimpan sopir di ruang karaoke," jelas Tamsil.
"Kalau di tembok saya tidak tahu, mungkin Pak Mahfud yang bikin temboknya berlubang, karena yang membuat ruang karaoke itu Pak Mahfud, sudah ada jaman Pak Mahfud," tambah Tamsil.
Tamsil juga membantah uang tersebut menjadi barang bukti KPK untuk menyangkakan Akil terlibat dalam pengaturan sengketa pilkada di Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang.
"Itu bukan sangkaan Empat Lawang, menurut Pak Akil, uang itu mau dibagikan kepada petani-petani saat Idul Adha, karena saat itu menjelang Idul Adha, itu hak para petani," ungkap dia.
Meski mengatakan uang itu akan dibagikan ke para petani, Tamsil mengaku uang tersebut dalam bentuk dolar Singapura. "Wallahualam, saya tidak tahu mengapa uang tersebut dalam dolar Singapura, saya hanya mendapat keterangan Pak Akil," jelas Tamsil.
Akil menjadi tersangka penerima suap Pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Lebak serta Kota Palembang dan Empat Lawang bersama dengan enam tersangka lain sejak 3 Oktober.
Pihak lain yang terlibat dalam kasus ini adalah anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa yang menerima Rp 3,075 miliar dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau. Uang tersebut diberikan agar Akil menolak permohonan gugatan pilkada Gunung Mas sehingga Hambit tetap menjadi pemenang dalam pilkada tersebut.
Akil juga menjadi tersangka kasus sengketa Pilkada Lebak, bersama dengan advokat Susi Tur Handayani sebagai penerima suap, sementara Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya Tubagus Chaery Wardhana disangkakan sebagai pemberi suap dengan dugaan suap Rp 1 miliar.
Akil masih terjerat dugaan suap sengketa pemilihan Wali Kota Palembang dan Bupati Empat Lawang karena KPK mendapati uang Rp 2,6 miliar di rumah Akil.
KPK juga menjadikan Akil tersangka tindak pidana pencucian uang dan sudah menyita sekitar 33 mobil dan dua rumah serta tanah terkait Akil, ditambah dengan pembekuan rekening perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita yaitu CV Ratu Samagad yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan dan perikanan. (Ant/Eks/Yus)