Liputan6.com, Jakarta: Pasar pernak-pernik calon presiden dan calon wakil presiden masih marak. Namun, peredaran atribut bergambar capres dan cawapres tidak seramai pemilihan umum legislatif silam. Kondisi ini membuat Sugeng memilih bermain aman. Dia tidak gegabah menerima order. "Untuk kampanye presiden saya belum berani ambil risiko," kata Sugeng, pedagang atribut pemilu di Jakarta, baru-baru ini.
Sugeng merintis usaha penyediaan suvenir, kaus, dan berbagai atribut partai politik lain sejak 1998. Bisnisnya laris manis pada Pemilu 1999. Namun, karena terbilang baru, dia sempat kelabakan menerima arus pesanan yang begitu kencang. "Kita belum siap tapi terlalu banyak permintaan," kata dia.
Bisnisnya kembali meraup untung menjelang pemilu legislatif 5 April silam. Hampir 24 parpol pernah memakai jasanya. Dalam sehari dia bisa meraup Rp 250 ribu untuk pemesanan kaus dan suvenir parpol saja. Pendapatannya menyusut pada kampanye pemilihan presiden. Meski begitu, pria bertubuh tambun ini mengaku sudah mendapatkan kembali modal produksi. Sampai sekarang dia masih menyimpan sisa kaus yang belum terjual. Siapa tahu ada calon pembeli yang memborong di saat-saat terakhir kampanye.
Asal tahu saja, pemilu kerap melahirkan pedagang dadakan. Di Jakarta misalnya, tak sedikit penjual makanan yang beralih barang dagangan [baca: Penjualan Atribut dan Suvenir Capres di Jakarta Marak]. Di sepanjang Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, para pedagang kaki lima lebih memilih menjajakan kaus, jaket, kipas, topi, dan stiker bergambar capres dan cawapres.(TNA/Noviar Jamal)
Sugeng merintis usaha penyediaan suvenir, kaus, dan berbagai atribut partai politik lain sejak 1998. Bisnisnya laris manis pada Pemilu 1999. Namun, karena terbilang baru, dia sempat kelabakan menerima arus pesanan yang begitu kencang. "Kita belum siap tapi terlalu banyak permintaan," kata dia.
Bisnisnya kembali meraup untung menjelang pemilu legislatif 5 April silam. Hampir 24 parpol pernah memakai jasanya. Dalam sehari dia bisa meraup Rp 250 ribu untuk pemesanan kaus dan suvenir parpol saja. Pendapatannya menyusut pada kampanye pemilihan presiden. Meski begitu, pria bertubuh tambun ini mengaku sudah mendapatkan kembali modal produksi. Sampai sekarang dia masih menyimpan sisa kaus yang belum terjual. Siapa tahu ada calon pembeli yang memborong di saat-saat terakhir kampanye.
Asal tahu saja, pemilu kerap melahirkan pedagang dadakan. Di Jakarta misalnya, tak sedikit penjual makanan yang beralih barang dagangan [baca: Penjualan Atribut dan Suvenir Capres di Jakarta Marak]. Di sepanjang Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, para pedagang kaki lima lebih memilih menjajakan kaus, jaket, kipas, topi, dan stiker bergambar capres dan cawapres.(TNA/Noviar Jamal)