KPK menjadwalkan memeriksa mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran di Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri tahun 2004–2005.
Saat tiba di Gedung KPK, pria asal Makassar yang akrab disapa JK itu mengaku akan diperiksa sebagai saksi meringankan dari tersangka Sudjadnan Parnohadiningrat.
"Saya diminta untuk jadi saksi yang meringankan untuk Pak Djadnan. Pak Djadnan yang ditersangkakan karena menyelenggarakan konferensi-konferansi internasional pada zaman krisis," ujar JK di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/1/2014).
Menurut JK, apa yang dilakukan Sudjadnan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus Sekjen Kemenlu merupakan murni dalam rangka melaksanakan keputusan pemerintah.
"Ya karena saya tahu, bahwa itu dia melaksanakan keputusan pemerintah. Saya cuma ingin mengatakan bahwa itu semua adalah keputusan pemerintah. Perintah dari negara," kata JK.
"Jadi siap untuk membantu memberikan penjelasan bahwa itu adalah perintah negara."
Sudjadnan ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2011 dan sudah ditahan KPK sejak Kamis 14 November 2013 di Rutan Cipinang, Jakarta Timur. Dia pernah mengatakan, apa yang dilakukannya terkait kasus yang menjeratnya sudah diketahui SBY dan JK selaku Presiden dan Wakil Presiden.
"Saya ingin di antara kalian (wartawan) yang mewawancarai Pak JK beliau tahu betul. Karena apa? Karena saya dengan beliau (JK) dan Pak SBY mencarikan duit untuk negara ini Rp 43 triliun, konferensi mengenai tsunami. Saya ini ketua panitia," kata Sudjadnan usai diperiksa KPK pada Kamis 8 Januari lalu.
Sudjadnan juga membantah ada aliran dana yang diterimanya terkait penyelenggaraan seminar atau konferensi internasional 2004-2005 yang belakangan diketahui merugikan negara hingga sebesar Rp 18 miliar.
"Saya ada kesalahan saya akui. Tapi oke dengan kesalahan saya itu telah terjadi 17 kali konferensi internasional di antara 17 kali itu ada 2 konferensi yang menghasilkan duit untuk negara itu sumbangan asing. Jumlahnya nggak tanggung-tanggung Rp 4,2 miliar dollar," jelasnya.
"Tapi belum pernah ada perkara ketika kerugian negara, keuntungan negara itu 3.000 kali dari kerugian," demikian Sudjadnan. (Mut/Sss)
Saat tiba di Gedung KPK, pria asal Makassar yang akrab disapa JK itu mengaku akan diperiksa sebagai saksi meringankan dari tersangka Sudjadnan Parnohadiningrat.
"Saya diminta untuk jadi saksi yang meringankan untuk Pak Djadnan. Pak Djadnan yang ditersangkakan karena menyelenggarakan konferensi-konferansi internasional pada zaman krisis," ujar JK di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/1/2014).
Menurut JK, apa yang dilakukan Sudjadnan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus Sekjen Kemenlu merupakan murni dalam rangka melaksanakan keputusan pemerintah.
"Ya karena saya tahu, bahwa itu dia melaksanakan keputusan pemerintah. Saya cuma ingin mengatakan bahwa itu semua adalah keputusan pemerintah. Perintah dari negara," kata JK.
"Jadi siap untuk membantu memberikan penjelasan bahwa itu adalah perintah negara."
Sudjadnan ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2011 dan sudah ditahan KPK sejak Kamis 14 November 2013 di Rutan Cipinang, Jakarta Timur. Dia pernah mengatakan, apa yang dilakukannya terkait kasus yang menjeratnya sudah diketahui SBY dan JK selaku Presiden dan Wakil Presiden.
"Saya ingin di antara kalian (wartawan) yang mewawancarai Pak JK beliau tahu betul. Karena apa? Karena saya dengan beliau (JK) dan Pak SBY mencarikan duit untuk negara ini Rp 43 triliun, konferensi mengenai tsunami. Saya ini ketua panitia," kata Sudjadnan usai diperiksa KPK pada Kamis 8 Januari lalu.
Sudjadnan juga membantah ada aliran dana yang diterimanya terkait penyelenggaraan seminar atau konferensi internasional 2004-2005 yang belakangan diketahui merugikan negara hingga sebesar Rp 18 miliar.
"Saya ada kesalahan saya akui. Tapi oke dengan kesalahan saya itu telah terjadi 17 kali konferensi internasional di antara 17 kali itu ada 2 konferensi yang menghasilkan duit untuk negara itu sumbangan asing. Jumlahnya nggak tanggung-tanggung Rp 4,2 miliar dollar," jelasnya.
"Tapi belum pernah ada perkara ketika kerugian negara, keuntungan negara itu 3.000 kali dari kerugian," demikian Sudjadnan. (Mut/Sss)