Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi menetapkan Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Syahrasaddin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka Jambi periode 2011-2013.
Kejati Jambi menjerat Syahrasaddin yang juga Ketua Kwarda Pramuka Jambi ini untuk 2 kasus sekaligus. Selain dugaan korupsi Kwarda Pramuka Jambi, dia juga ditetapkan sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi Perkemahan Putri Nasional di Bumi Perkemahan Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi, pada November 2012.
Kepada sejumlah wartawan di Jambi, Rabu 29 Januari 2014, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Syaifudin Kasim membeberkan sejumlah fakta sehingga pihaknya yakin atas penetapan Syahrasaddin sebagai tersangka.
"Yang bersangkutan merupakan pemegang jabatan Ketua Kwarda Pramuka Jambi untuk periode 2011 sampai sekarang. Dan dia yang paling bertanggung jawab sebagai ketua," ujar Syaifudin.
Selain Syahrasaddin, Kejati Jambi juga menetapkan 2 tersangka lain pada 2 kasus yang sama. Keduanya adalah Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi, Sepdinal sekaligus sebagai Bendahara Kwarda Pramuka Jambi, kemudian satu orang pengurus Kwarda Pramuka Jambi atas nama Ahmad Ridwan.
Khusus untuk tersangka Sepdinal, sudah terlebih dahulu ditetapkan pada kasus yang sama namun untuk periode 2009-2011 sebelum Ketua Kwarda Pramuka Jambi dijabat Syahrasaddin. Bahkan, Sepdinal sudah satu bulan terakhir statusnya sudah menjadi tahanan kejaksaan.
"Surat perintah penyidikan atas 3 tersangka ini sudah saya tandatangani sejak 23 Januari 2014 kemarin," jelas Syaifudin.
Lebih lanjut Kajati mengatakan, mulai Senin pekan depan, pihaknya akan mulai memangggil saksi-saksi terkait kedua kasus itu. Untuk kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan ketiga tersangka.
"Sesuai aturan, akan kita layangkan surat pemanggilan sebanyak 3 kali baik saksi maupun tersangka. Jika tidak dihiraukan, maka bisa dijemput paksa," katanya.
Kejati Jambi belum bisa memastikan berapa kerugian negara yang ditimbulkan dari kedua kasus tersebut. Alasannya, Kejati Jambi masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Dari ekspose penyidik belum lama ini, diperkirakan hasil audit BPKP bisa lebih besar dari audit intern kejaksaan. Kalau audit intern kita ya sekitar di atas Rp 3 miliar," ujarnya lagi.
Kasus Kwarda Pramuka Jambi mulai mencuat 2 tahun terakhir. Sempat berhembus informasi jika untuk kasus Perkempinas juga melibatkan istri Gubernur Jambi, Hj. Yusniana Hasan Basri Agus, mengingat kapasitas istri sang gubernur sebagai ketua pengawas kegiatan Perkempinas.
Hanya saja, itu dibantah oleh Syaifudin Kasim. Menurutnya, jabatan Yusniana dalam kegiatan Perkempinas hanya jabatan melekat sebagai istri gubernur. Apalagi, kegiatan perkemahan itu khusus untuk siswa putri dari seluruh Indonesia.
"Jadi dia (Yusniana) tidak ada keterkaitannya, baik dalam disposisi maupun pertanggungjawaban. Karena semua sudah ditangani oleh ketua pelaksana yakni S (Syahrasaddin). Ibu gubernur juga hanya satu kali menghadiri rapat persiapan Perkempinas itu," jelasnya.
Kasus Kwarda Pramuka Jambi bermula dari kerja sama pengelolaan lahan kebun sawit seluas 400 hektare di Kabupaten Tanjung Jabung Barat antara Pemprov Jambi dengan PT Inti Indosawit Subur (IIS) yang dimulai 1994 silam.
Diduga kerja sama itu menyalahi aturan yang ada. Izin Hak Guna Usaha (HGU) diketahui belum ada sampai sekarang dan masih dalam status pencadangan berdasarkan SK Gubernur Nomor 146 Tahun 1994. Ini diketahui saat proses sidang terdakwa AM. Firdaus pada kasus yang sama untuk periode 2009-2011.
Tak hanya itu, hasil pengelolaan kebun sawit yang mencapai rata-rata Rp 400-500 juta per bulan yang harus disetor ke kas Kwarda Pramuka Jambi tidak bisa dipertanggungjawabkan dan tidak sesuai peruntukannya. Pada periode ini, BPKP menyatakan kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 1,58 miliar lebih.
Sementara pada kasus Perkempinas, diketahui menelan sumber keuangan daerah mencapai hampir Rp 5 miliar dari beberapa pos anggaran yakni dari Dinas Pendidikan dan Biro Humas dan Protokol Provinsi Jambi.
Dihubungi terpisah, Kepala Biro Humas Pemprov Jambi, Rahmad Hidayat mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum atas kasus yang menjerat Sekda Provinsi Jambi, Syahrasaddin.
"Sesuai instruksi Pak Gubernur seperti itu, kita ikuti proses hukum yang ada. Sementara untuk Pak Sekda sepertinya belum tahu secara resmi (penetapan sebagai tersangka), karena kebetulan beliau sedang dinas ke Jakarta sejak beberapa hari lalu," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com.
Menurut dia, instruksi secara resmi oleh Gubernur Jambi belum dikeluarkan. Namun, ia mengimbau agar jajaran pegawai di lingkup Pemprov Jambi bisa bekerja seperti biasa. "Saya harap masalah ini jangan sampai dipolitisir, mudah mudahan cepat selesai," tambahnya. (Ado)
Kejati Jambi menjerat Syahrasaddin yang juga Ketua Kwarda Pramuka Jambi ini untuk 2 kasus sekaligus. Selain dugaan korupsi Kwarda Pramuka Jambi, dia juga ditetapkan sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi Perkemahan Putri Nasional di Bumi Perkemahan Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi, pada November 2012.
Kepada sejumlah wartawan di Jambi, Rabu 29 Januari 2014, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Syaifudin Kasim membeberkan sejumlah fakta sehingga pihaknya yakin atas penetapan Syahrasaddin sebagai tersangka.
"Yang bersangkutan merupakan pemegang jabatan Ketua Kwarda Pramuka Jambi untuk periode 2011 sampai sekarang. Dan dia yang paling bertanggung jawab sebagai ketua," ujar Syaifudin.
Selain Syahrasaddin, Kejati Jambi juga menetapkan 2 tersangka lain pada 2 kasus yang sama. Keduanya adalah Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi, Sepdinal sekaligus sebagai Bendahara Kwarda Pramuka Jambi, kemudian satu orang pengurus Kwarda Pramuka Jambi atas nama Ahmad Ridwan.
Khusus untuk tersangka Sepdinal, sudah terlebih dahulu ditetapkan pada kasus yang sama namun untuk periode 2009-2011 sebelum Ketua Kwarda Pramuka Jambi dijabat Syahrasaddin. Bahkan, Sepdinal sudah satu bulan terakhir statusnya sudah menjadi tahanan kejaksaan.
"Surat perintah penyidikan atas 3 tersangka ini sudah saya tandatangani sejak 23 Januari 2014 kemarin," jelas Syaifudin.
Lebih lanjut Kajati mengatakan, mulai Senin pekan depan, pihaknya akan mulai memangggil saksi-saksi terkait kedua kasus itu. Untuk kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan ketiga tersangka.
"Sesuai aturan, akan kita layangkan surat pemanggilan sebanyak 3 kali baik saksi maupun tersangka. Jika tidak dihiraukan, maka bisa dijemput paksa," katanya.
Kejati Jambi belum bisa memastikan berapa kerugian negara yang ditimbulkan dari kedua kasus tersebut. Alasannya, Kejati Jambi masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Dari ekspose penyidik belum lama ini, diperkirakan hasil audit BPKP bisa lebih besar dari audit intern kejaksaan. Kalau audit intern kita ya sekitar di atas Rp 3 miliar," ujarnya lagi.
Kasus Kwarda Pramuka Jambi mulai mencuat 2 tahun terakhir. Sempat berhembus informasi jika untuk kasus Perkempinas juga melibatkan istri Gubernur Jambi, Hj. Yusniana Hasan Basri Agus, mengingat kapasitas istri sang gubernur sebagai ketua pengawas kegiatan Perkempinas.
Hanya saja, itu dibantah oleh Syaifudin Kasim. Menurutnya, jabatan Yusniana dalam kegiatan Perkempinas hanya jabatan melekat sebagai istri gubernur. Apalagi, kegiatan perkemahan itu khusus untuk siswa putri dari seluruh Indonesia.
"Jadi dia (Yusniana) tidak ada keterkaitannya, baik dalam disposisi maupun pertanggungjawaban. Karena semua sudah ditangani oleh ketua pelaksana yakni S (Syahrasaddin). Ibu gubernur juga hanya satu kali menghadiri rapat persiapan Perkempinas itu," jelasnya.
Kasus Kwarda Pramuka Jambi bermula dari kerja sama pengelolaan lahan kebun sawit seluas 400 hektare di Kabupaten Tanjung Jabung Barat antara Pemprov Jambi dengan PT Inti Indosawit Subur (IIS) yang dimulai 1994 silam.
Diduga kerja sama itu menyalahi aturan yang ada. Izin Hak Guna Usaha (HGU) diketahui belum ada sampai sekarang dan masih dalam status pencadangan berdasarkan SK Gubernur Nomor 146 Tahun 1994. Ini diketahui saat proses sidang terdakwa AM. Firdaus pada kasus yang sama untuk periode 2009-2011.
Tak hanya itu, hasil pengelolaan kebun sawit yang mencapai rata-rata Rp 400-500 juta per bulan yang harus disetor ke kas Kwarda Pramuka Jambi tidak bisa dipertanggungjawabkan dan tidak sesuai peruntukannya. Pada periode ini, BPKP menyatakan kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 1,58 miliar lebih.
Sementara pada kasus Perkempinas, diketahui menelan sumber keuangan daerah mencapai hampir Rp 5 miliar dari beberapa pos anggaran yakni dari Dinas Pendidikan dan Biro Humas dan Protokol Provinsi Jambi.
Dihubungi terpisah, Kepala Biro Humas Pemprov Jambi, Rahmad Hidayat mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum atas kasus yang menjerat Sekda Provinsi Jambi, Syahrasaddin.
"Sesuai instruksi Pak Gubernur seperti itu, kita ikuti proses hukum yang ada. Sementara untuk Pak Sekda sepertinya belum tahu secara resmi (penetapan sebagai tersangka), karena kebetulan beliau sedang dinas ke Jakarta sejak beberapa hari lalu," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com.
Menurut dia, instruksi secara resmi oleh Gubernur Jambi belum dikeluarkan. Namun, ia mengimbau agar jajaran pegawai di lingkup Pemprov Jambi bisa bekerja seperti biasa. "Saya harap masalah ini jangan sampai dipolitisir, mudah mudahan cepat selesai," tambahnya. (Ado)