Uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim Agung (CHA) terus berlanjut. Kandidat calon ke-2 yang diuji yakni Maria Anna Samiyati. Tak jauh berbeda dengan kandidat pertama, Maria membuat Ketua Komisi III Pieter Zulkifli tampak kecewa.
Maria kerap mengucapkan kata 'maaf' setelah menjawab pertanyaan yang diajukan Dewan. Hal itu dimulai ketika Maria ditanyakan alasan mau jadi Hakim Agung, yang notabene gajinya kalah dari Hakim di Pengadilan Tinggi.
Wanita yang memakai kacamata dengan rambut sedikit keriting itu menjawab, "Maaf, tapi saya lihat puncak karier hakim adalah jabatan Hakim Agung. Saya tidak lihat lagi gaji tapi saya lihat puncak karier sebagai Hakim Agung."
Usai menjawab itu, tak ada reaksi penting yang ditujukan pada Maria. Dia pun berlanjut untuk menjawab pertanyaan terkait kasus hak kekayaan intelektual atau HAKI. Maria terlihat membolak-balik kertas-kertas yang ada di mejanya.
Lalu, salah seorang anggota Komisi III berkata, "Ibu pernah kan ditanya masalah HAKI ini?"
"Pernah, Pak," jawab Maria sambil membolak-balik tumpukan kertas.
Selang beberapa detik, Maria mengaku tak bisa menjelaskan kasus HAKI yang diujikan padanya. Untuk kedua kalinya, ia meminta maaf.
"Kalau soal HAKI itu apa, saya bisa jelaskan. Tapi, masalah HAKI ini maaf Pak, saya tidak tahu. Maaf, saya tidak sempat baca," imbuhnya.
Maria menceritakan saat menjalani seleksi juga tak bisa menjawab pertanyaan serupa. Setelahnya, ia berniat mencari jawaban atas pertanyaan yang tak terjawab itu. Namun, ia berkelit pasca-seleksi, terserang penyakit herpes.
"Setelah saya tes di KY, saya kena penyakit herpes, kena syaraf. Saya diopname, sekarang ini dalam kondisi sakit, memang belum sempat mencari mengenai HAKI, maaf Pak," tuturnya.
Selanjutnya, Maria ditanyakan pendapatnya mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kerap merevisi Undang-Undang. Hakim yang bertugas di Banjarmasin itu pun menjelaskan, "MK banyak putusan yang tidak dilaksanakan. Tapi, maaf Pak, ini misal keputusan kemarin. Maaf, ini tidak perlu dipilih seperti itu, tapi ini tetap dilaksanakan," ujarnya terkekeh.
Tiba-tiba, Pieter memotong. Dengan nada cukup tinggi, ia meminta Maria tidak memberi penjelasan yang melebar. "Saya minta jawaban taktis, jangan melebar ke mana-mana. Kalau putusan MK nggak dijalankan, jangan iya tapi nggak boleh begitu. Dalam pertanyaan sederhana saja melebar ke mana-mana seperti sekarang," ketus Pieter.
Tak mau membuang-buang waktu, Pieter meminta Maria lanjut menjawab ke pertanyaan berikut, tentang putusan Mahkamah Agung kerap mencederai hak masyarakat. Lagi-lagi, Maria menjawab dengan gugup. Selain itu, ia juga memberi penjelasan berputar-putar.
Pieter kembali menimpali, "Jadi sikap Ibu, ya atau tidak, gimana sih. Gimana berhadapan dengan perkara besar tapi nggak paham secara utuh."
Maria pun makin gugup. Bahkan, ia sempat berbicara dengan pengeras suara yang belum dinyalakan. Pandangannya diarahkan ke bawah, menatap tumpukan kertas. Ia masuk ke pertanyaan berikut.
"Saya mau menanyakan pendapat Anda. Bolehkan pelanggar militer diadili di peradilan umum?" tanya Pieter. "Lupa saya Undang-Undangnya, maaf Pak," jawab Maria singkat.
Suasana pun menjadi hening. Kekecewaan pun tampak dari raut wajah anggota Komisi III DPR. "Ibu dipersilakan meninggalkan ruangan," tandas Pieter. (Mvi/Ism)
Baca juga:
Komisi III DPR Tak Puas Calon Hakim Agung dari KY
Maria kerap mengucapkan kata 'maaf' setelah menjawab pertanyaan yang diajukan Dewan. Hal itu dimulai ketika Maria ditanyakan alasan mau jadi Hakim Agung, yang notabene gajinya kalah dari Hakim di Pengadilan Tinggi.
Wanita yang memakai kacamata dengan rambut sedikit keriting itu menjawab, "Maaf, tapi saya lihat puncak karier hakim adalah jabatan Hakim Agung. Saya tidak lihat lagi gaji tapi saya lihat puncak karier sebagai Hakim Agung."
Usai menjawab itu, tak ada reaksi penting yang ditujukan pada Maria. Dia pun berlanjut untuk menjawab pertanyaan terkait kasus hak kekayaan intelektual atau HAKI. Maria terlihat membolak-balik kertas-kertas yang ada di mejanya.
Lalu, salah seorang anggota Komisi III berkata, "Ibu pernah kan ditanya masalah HAKI ini?"
"Pernah, Pak," jawab Maria sambil membolak-balik tumpukan kertas.
Selang beberapa detik, Maria mengaku tak bisa menjelaskan kasus HAKI yang diujikan padanya. Untuk kedua kalinya, ia meminta maaf.
"Kalau soal HAKI itu apa, saya bisa jelaskan. Tapi, masalah HAKI ini maaf Pak, saya tidak tahu. Maaf, saya tidak sempat baca," imbuhnya.
Maria menceritakan saat menjalani seleksi juga tak bisa menjawab pertanyaan serupa. Setelahnya, ia berniat mencari jawaban atas pertanyaan yang tak terjawab itu. Namun, ia berkelit pasca-seleksi, terserang penyakit herpes.
"Setelah saya tes di KY, saya kena penyakit herpes, kena syaraf. Saya diopname, sekarang ini dalam kondisi sakit, memang belum sempat mencari mengenai HAKI, maaf Pak," tuturnya.
Selanjutnya, Maria ditanyakan pendapatnya mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kerap merevisi Undang-Undang. Hakim yang bertugas di Banjarmasin itu pun menjelaskan, "MK banyak putusan yang tidak dilaksanakan. Tapi, maaf Pak, ini misal keputusan kemarin. Maaf, ini tidak perlu dipilih seperti itu, tapi ini tetap dilaksanakan," ujarnya terkekeh.
Tiba-tiba, Pieter memotong. Dengan nada cukup tinggi, ia meminta Maria tidak memberi penjelasan yang melebar. "Saya minta jawaban taktis, jangan melebar ke mana-mana. Kalau putusan MK nggak dijalankan, jangan iya tapi nggak boleh begitu. Dalam pertanyaan sederhana saja melebar ke mana-mana seperti sekarang," ketus Pieter.
Tak mau membuang-buang waktu, Pieter meminta Maria lanjut menjawab ke pertanyaan berikut, tentang putusan Mahkamah Agung kerap mencederai hak masyarakat. Lagi-lagi, Maria menjawab dengan gugup. Selain itu, ia juga memberi penjelasan berputar-putar.
Pieter kembali menimpali, "Jadi sikap Ibu, ya atau tidak, gimana sih. Gimana berhadapan dengan perkara besar tapi nggak paham secara utuh."
Maria pun makin gugup. Bahkan, ia sempat berbicara dengan pengeras suara yang belum dinyalakan. Pandangannya diarahkan ke bawah, menatap tumpukan kertas. Ia masuk ke pertanyaan berikut.
"Saya mau menanyakan pendapat Anda. Bolehkan pelanggar militer diadili di peradilan umum?" tanya Pieter. "Lupa saya Undang-Undangnya, maaf Pak," jawab Maria singkat.
Suasana pun menjadi hening. Kekecewaan pun tampak dari raut wajah anggota Komisi III DPR. "Ibu dipersilakan meninggalkan ruangan," tandas Pieter. (Mvi/Ism)
Baca juga:
Komisi III DPR Tak Puas Calon Hakim Agung dari KY
DPR Gelar Uji Kepatutan Calon Hakim Agung, Semua Bisa Ditolak
Hakim Agung Tak Dipilih DPR Lagi, Potensi Suap Dianggap Tetap Ada
Baca Juga
MK Putuskan DPR Tak Bisa Lagi Pilih Hakim Agung
Advertisement