Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mengeluarkan kebijakan yang melegalkan pemberian dana saksi partai politik sebesar Rp 658,03 miliar yang berasal dari anggaran APBN 2014.
"Presiden selaku pemegang otoritas pengelolaan keuangan negara berkewajiban menjaga dan mengawal akuntabilitas APBN agar tidak dihambur-hamburkan dan dikorupsi," kata peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Apung Widadi, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Selain itu, KUAK juga meminta KPK menyikapi rencana pemberian dana saksi dari APBN tersebut. "Hal itu penting untuk mencegah timbulnya korupsi anggaran pada pemilu dan agar bisa dideteksi lebih awal para pihak yang bertanggung jawab atas dana tersebut," ungkapnya.
Sementara Direktur Eksekutif Lima, Ray Rangkuti, mengatakan dana saksi parpol tidak jelas dasar hukumnya, baik UU Parpol maupun UU Pemilu.
"Hal ini harus dicegah demi demokrasi. Sudah cukuplah kita memiliki sederetan partai korup, jangan ditambah lagi dengan sederatan partai perampok yang akan semakin menggerus citra politik dan demokrasi," timpal Ray.
KUAK adalah organisasi lintas LSM yang terdiri dari ICW, Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Transparansi Internasional Indonesia (TII), IBC, Komite Pemilih Indonesia (TePI), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), dan Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem). (Ado/Yus)
"Presiden selaku pemegang otoritas pengelolaan keuangan negara berkewajiban menjaga dan mengawal akuntabilitas APBN agar tidak dihambur-hamburkan dan dikorupsi," kata peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Apung Widadi, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Selain itu, KUAK juga meminta KPK menyikapi rencana pemberian dana saksi dari APBN tersebut. "Hal itu penting untuk mencegah timbulnya korupsi anggaran pada pemilu dan agar bisa dideteksi lebih awal para pihak yang bertanggung jawab atas dana tersebut," ungkapnya.
Sementara Direktur Eksekutif Lima, Ray Rangkuti, mengatakan dana saksi parpol tidak jelas dasar hukumnya, baik UU Parpol maupun UU Pemilu.
"Hal ini harus dicegah demi demokrasi. Sudah cukuplah kita memiliki sederetan partai korup, jangan ditambah lagi dengan sederatan partai perampok yang akan semakin menggerus citra politik dan demokrasi," timpal Ray.
KUAK adalah organisasi lintas LSM yang terdiri dari ICW, Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Transparansi Internasional Indonesia (TII), IBC, Komite Pemilih Indonesia (TePI), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), dan Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem). (Ado/Yus)