14 Partai peserta pemilu menghadiri deklarasi pemilu damai di Aceh. Acara yang diinisiasi Kapolda Aceh Inspektur Jenderal Polisi Herman Efendi itu hanya tidak dihadiri politisi dari Partai Nasional Aceh.
Partai Nasional Aceh (PNA) menolak mengikuti pertemuan Ikrar Pemilu Damai karena Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan (DPK) PNA Kuta Makmur, Aceh Utara, M Yuwaini tewas dikeroyok semalam. Yuwaini meninggal dunia terkait perusakan umbul-umbul partai di lokasi itu.
"Keluarga Besar Partai Nasional Aceh sedang melayat ke rumah saudara M Yuwaini yang meninggal dunia akibat kekerasan di Kabupaten Aceh Utara," kata Ketua PNA Irwansyah.
PNA menuntut polisi melakukan tindakan nyata, tegas dan mengusut secara tuntas pelbagai kasus kekerasan politik yang terjadi di Aceh. PNA juga menilai adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum terhadap kasus kekerasan bermotif politik yang terjadi di Aceh menjelang pemilu.
"Buat apa pergi, di sana kita duduk, sementara anak buah kami dikasari terus," ujar mantan Panglima Sagoe wilayah Aceh Besar ini. Irwansyah menyebut ada keterlibatan kader Partai Aceh di balik tewasnya Yuwaini.
"Yuwaini meninggal dunia akibat kekerasan yang diduga kuat dilakukan kader Partai Aceh," ungkap Irwansyah.
Bantah
Ketua umum Partai Aceh Muzakir Manaf membantah tuduhan Irwansyah. Menurut mantan Panglima Kombatan GAM ini, kejadian bermula karena kader PNA mencabuti bendera Partai Aceh hingga terjadi keributan dengan masyarakat.
"Saya ingin luruskan ini. Sebenarnya kader PNA yang mencabut bendera Partai Aceh dan merusak umbul-umbul kita di Kecamatan Kuta Makmur. Hingga terjadilah perkelahian. Orang kampung menelepon kader kita untuk melerai," jelas Muzakir Manaf.
Muzakir mempersilakan polisi bekerja dan menindak, karena itu sudah menjadi kewajiban. Muzakir menyerahkan kasus ini kepada polisi.
"Sebenarnya bukan penganiayaan, namun hanya peleraian oleh orang kampung dan simpatisan Partai Aceh. Supaya jangan ada penurunan dan perkelahian di situ," ujar pria yang kini juga menjabat Wakil Gubernur Aceh tersebut. (Ism/Mut)
Partai Nasional Aceh (PNA) menolak mengikuti pertemuan Ikrar Pemilu Damai karena Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan (DPK) PNA Kuta Makmur, Aceh Utara, M Yuwaini tewas dikeroyok semalam. Yuwaini meninggal dunia terkait perusakan umbul-umbul partai di lokasi itu.
"Keluarga Besar Partai Nasional Aceh sedang melayat ke rumah saudara M Yuwaini yang meninggal dunia akibat kekerasan di Kabupaten Aceh Utara," kata Ketua PNA Irwansyah.
PNA menuntut polisi melakukan tindakan nyata, tegas dan mengusut secara tuntas pelbagai kasus kekerasan politik yang terjadi di Aceh. PNA juga menilai adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum terhadap kasus kekerasan bermotif politik yang terjadi di Aceh menjelang pemilu.
"Buat apa pergi, di sana kita duduk, sementara anak buah kami dikasari terus," ujar mantan Panglima Sagoe wilayah Aceh Besar ini. Irwansyah menyebut ada keterlibatan kader Partai Aceh di balik tewasnya Yuwaini.
"Yuwaini meninggal dunia akibat kekerasan yang diduga kuat dilakukan kader Partai Aceh," ungkap Irwansyah.
Bantah
Ketua umum Partai Aceh Muzakir Manaf membantah tuduhan Irwansyah. Menurut mantan Panglima Kombatan GAM ini, kejadian bermula karena kader PNA mencabuti bendera Partai Aceh hingga terjadi keributan dengan masyarakat.
"Saya ingin luruskan ini. Sebenarnya kader PNA yang mencabut bendera Partai Aceh dan merusak umbul-umbul kita di Kecamatan Kuta Makmur. Hingga terjadilah perkelahian. Orang kampung menelepon kader kita untuk melerai," jelas Muzakir Manaf.
Muzakir mempersilakan polisi bekerja dan menindak, karena itu sudah menjadi kewajiban. Muzakir menyerahkan kasus ini kepada polisi.
"Sebenarnya bukan penganiayaan, namun hanya peleraian oleh orang kampung dan simpatisan Partai Aceh. Supaya jangan ada penurunan dan perkelahian di situ," ujar pria yang kini juga menjabat Wakil Gubernur Aceh tersebut. (Ism/Mut)