Ketua DPRÂ Marzuki Alie meminta agar masyarakat tidak terus menerus mencari-cari kesalahan pemimpin di Indonesia, khususnya presiden. Sebab, perilaku selalu menyalahkan itu akan memperlambat kemajuan negara ini.
"Kapan kita besar kalau pemimpin selalu kita salahkan?" kata Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jumat (7/2/2014) malam.
Ia memberi contoh ketika Bung Karno memimpin Indonesia, ia sukses membangun nasionalisme rakyat dengan Trisaktinya. Yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. Namun, apa yang telah dilakukan Bung Karno hilang, karena ia dianggap mabuk kekuasaan.
Ketika Suharto menggantikannya sebagai presiden RI, ia dianggap telah meninggalkan Trisakti Bung Karno. Akhirnya hal-hal positif yang telah dibangun keduanya dilupakan dan yang banyak diingat justru kesalahan mereka. Dan hal itu terulang pada setiap pemerintah presiden selanjutnya.
"Jadi kita tidak pernah hargai mereka. Padahal mereka pasti sudah bekerja sesuai konstitusi, namun yang namanya manusia tidak bisa lepas dari kesalahan," ujar peserta konvensi capres Partai Demokrat itu.
Marzuki mengatakan, rakyat Indonesia mulai sekarang perlu mengubah kebiasaan mencaci pemimpinnya sendiri. Yang perlu dilakukan saat ini adalah pemimpin baru nantinya sepatutnya dapat meneruskan hal-hal positif yang sudah dilaksanakan pendahulunya. Tetapi, tentu saja kinerja yang buruk di pemerintahan yang lalu diperbaiki agar lebih baik.
"Nah, bagaimana kita melanjutkan apa yang dikerjakan dari pemimpin yang sekarang. Kalau semua dianggap salah terus, maka selalu akan mulai dari nol," tandas Marzuki. (Tya/Mvi)
Baca juga:
"Kapan kita besar kalau pemimpin selalu kita salahkan?" kata Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jumat (7/2/2014) malam.
Ia memberi contoh ketika Bung Karno memimpin Indonesia, ia sukses membangun nasionalisme rakyat dengan Trisaktinya. Yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. Namun, apa yang telah dilakukan Bung Karno hilang, karena ia dianggap mabuk kekuasaan.
Ketika Suharto menggantikannya sebagai presiden RI, ia dianggap telah meninggalkan Trisakti Bung Karno. Akhirnya hal-hal positif yang telah dibangun keduanya dilupakan dan yang banyak diingat justru kesalahan mereka. Dan hal itu terulang pada setiap pemerintah presiden selanjutnya.
"Jadi kita tidak pernah hargai mereka. Padahal mereka pasti sudah bekerja sesuai konstitusi, namun yang namanya manusia tidak bisa lepas dari kesalahan," ujar peserta konvensi capres Partai Demokrat itu.
Marzuki mengatakan, rakyat Indonesia mulai sekarang perlu mengubah kebiasaan mencaci pemimpinnya sendiri. Yang perlu dilakukan saat ini adalah pemimpin baru nantinya sepatutnya dapat meneruskan hal-hal positif yang sudah dilaksanakan pendahulunya. Tetapi, tentu saja kinerja yang buruk di pemerintahan yang lalu diperbaiki agar lebih baik.
"Nah, bagaimana kita melanjutkan apa yang dikerjakan dari pemimpin yang sekarang. Kalau semua dianggap salah terus, maka selalu akan mulai dari nol," tandas Marzuki. (Tya/Mvi)
Baca juga:
Marzuki Alie: Pilih Pemimpin yang Konkret
Ketua DPR: Jangan Marah Kalau Gubernur dan Bupati Korupsi
Demokrat Tegaskan Tidak Ada `Anak Emas` Dalam Konvensi
Advertisement