Di balik sosok Yusril Ihza Mahendra yang terkesan keras ternyata pakar hukum tata negara dan Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) itu juga seorang penyuka kesenian.
Sejak remaja, Yusril suka bermain drama dan pernah menjadi bintang film. Yusril juga punya kisah menarik saat dirinya menjadi penulis pidato Presiden Soeharto.
Yusril mulai koleksi keramik sejak usia 4 tahun. Berawal saat bermain hujan bersama sang kakak di halaman rumah, beliau menemukan mangkuk keramik yang terkubur di dalam tanah. Mangkuk tersebut kemudian diberikan kepada Ibunda dan digunakan sebagai wadah sabun.
Mangkuk yang ditemukannya saat masih kecil itu masih disimpan oleh ibunda dan digunakan sebagai wadah sabun hingga Yusril kuliah. Mangkuk itu sampai saat ini masih disimpan sebagai koleksi dan kenangan masa kecil.
Jumlah keramik yang dikoleksi Yusril dari kecil sudah mencapai sekitar 5 ribuan keramik yang disimpan di beberapa rumahnya. Saking banyaknya koleksi keramik, feeling Yusril begitu kuat ketika melihat keramik peninggalan sejarah. Beliau bisa tahu keramik tersebut dari tahun berapa dan dari zaman dinasti siapa.
Selain keramik, Yusril juga gemar mengkoleksi lukisan. Mulai dari lukisan bersejarah hingga lukisan modern. Salah satu lukisan yang berusia tua adalah lukisan karya Raden Saleh pada tahun 1869.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV dalam Sisi Lain, Minggu (9/2/2014), Lukisan yang berusia 1 abad lebih itu sudah diverifikasi oleh sejumlah kolektor bahwa lukisan itu asli karya Raden Saleh.
Koleksi lukisan bersejarah lainnya adalah lukisan karya Hendra Gunawan, salah satu anggota LEKRA atau juga seorang simpatisan PKI. Lukisan ini sudah disahkan oleh putri Hendra Gunawan sebagai lukisan asli karya ayahnya.
Selain mencintai karya seni rupa, Yusril juga menyukai seni drama. Beliau pernah membintangi sebuah drama film kolosal Laksamana Cheng Ho.
Kecintaannya terhadap seni drama ini berasal dari darah seni orangtuanya. Kakek Yusril merupakan seorang sutradara drama film kolosal melayu. Sedangkan bapaknya adalah seorang penulis naskah drama dan juga penulis novel. Dari situ, Yusril mulai mengikuti kegiatan orangtuanya bermain drama hingga duduk di bangku SMA. Bahkan beliau sempat kuliah di Akademi Teater Taman Ismail Marzuki selama 1 tahun.
Penulis Teks Pidato Soeharto
Selain mencintai dunia seni, Yusril juga dikenal sebagai penulis teks pidato Presiden Soeharto. Soal menulis teks pidato, Yusril mengaku diajar oleh Prof Usman Ralibi, salah satu pakar komunikasi politik yang mengajar mata kuliah propaganda politik.
Menurut dia, menjadi penulis teks pidato seorang presiden dijalaninya dengan tidak sengaja. Awalnya beliau dipanggil oleh Mayjen (Purn) Moerdiono ke Gedung Sekretaris Negara. Padahal beliau tidak kenal dan belum pernah ketemu Moerdiono.
Saat Yusril diminta Moerdiono untuk bekerja di Kementerian Sekretaris Negara sebagai penulis teks pidato Presiden Soeharto, beliau sempat kaget. Beliau mengaku sebagai orang bebas yang ketika menulis bisa sesukanya. Ketika tidak suka dia akan tulis tidak suka, begitu juga sebaliknya.
Selama bekerja sebagai penulis teks pidato Presiden Soeharto, Yusril sudah menulis sekitar 120 tek pidato, termasuk pidato kepresidenan. Dan pidato yang paling berkesan di antara semua yang pernah beliau tulis adalah pidato terakhir presiden saat mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI.
Yusril mengaku sering memberikan masukan kepada Presiden Soeharto. Dengan senang hati Pak Harto mendengarkan masukan-masukan itu. Bahkan hingga akhir hayat, Pak Harto tidak pernah marah kepada beliau meskipun kadang-kadang terdapat perbedaan pendapat di antara mereka.
Keakrabannya dengan Presiden Soeharto dimanfaatkan oleh Moerdiono dan Feisal Tanjung ketika dimintai pendapat oleh Presiden Soeharto. Saat ditanya oleh Presiden Soeharto, kedua jenderal ini sependapat dengan presiden. Namun beda dengan Yusril, beliau justru tidak sependapat dengan Presiden Soeharto. Akhirnya Presiden Soeharto memerintahkan menunda rencana yang baru saja dibahas.
Belakangan diketahui bahwa ajakan kedua jenderal tersebut untuk mengajak Yusril menghadap Pak Harto adalah agar rencana yang dibahas tersebut dibatalkan. Karena kalau Pak Harto memerintahkan untuk menunda suatu rencana, biasanya tidak jadi dilakukan.
Saat Yusril menanyakan kenapa tidak Pak Feisal saja yang menolak rencana presiden, Feisal Tanjung berkata "Mana bisa, saya sedang menghadap Panglima Tertinggi, bagaimana bisa saya bilang tidak, saya militer.", cerita Yusril menirukan Feisal Tanjung. Bagaimana kisah sisi lain Yusril Ihza Mahendra selengkapnya, saksikan dalam video berikut ini. (Nfs/Riz)
Baca juga:
[VIDEO] Cerita Imlek Mari Elka Pangestu: Dulu Sembunyi-sembunyi
`Jangan Izinkan KRI Usman Harun Masuk Perairan Singapura`
Pemilu Serentak 2019, Yusril: Putusan MK Salah dan Memalukan
Sejak remaja, Yusril suka bermain drama dan pernah menjadi bintang film. Yusril juga punya kisah menarik saat dirinya menjadi penulis pidato Presiden Soeharto.
Yusril mulai koleksi keramik sejak usia 4 tahun. Berawal saat bermain hujan bersama sang kakak di halaman rumah, beliau menemukan mangkuk keramik yang terkubur di dalam tanah. Mangkuk tersebut kemudian diberikan kepada Ibunda dan digunakan sebagai wadah sabun.
Mangkuk yang ditemukannya saat masih kecil itu masih disimpan oleh ibunda dan digunakan sebagai wadah sabun hingga Yusril kuliah. Mangkuk itu sampai saat ini masih disimpan sebagai koleksi dan kenangan masa kecil.
Jumlah keramik yang dikoleksi Yusril dari kecil sudah mencapai sekitar 5 ribuan keramik yang disimpan di beberapa rumahnya. Saking banyaknya koleksi keramik, feeling Yusril begitu kuat ketika melihat keramik peninggalan sejarah. Beliau bisa tahu keramik tersebut dari tahun berapa dan dari zaman dinasti siapa.
Selain keramik, Yusril juga gemar mengkoleksi lukisan. Mulai dari lukisan bersejarah hingga lukisan modern. Salah satu lukisan yang berusia tua adalah lukisan karya Raden Saleh pada tahun 1869.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV dalam Sisi Lain, Minggu (9/2/2014), Lukisan yang berusia 1 abad lebih itu sudah diverifikasi oleh sejumlah kolektor bahwa lukisan itu asli karya Raden Saleh.
Koleksi lukisan bersejarah lainnya adalah lukisan karya Hendra Gunawan, salah satu anggota LEKRA atau juga seorang simpatisan PKI. Lukisan ini sudah disahkan oleh putri Hendra Gunawan sebagai lukisan asli karya ayahnya.
Selain mencintai karya seni rupa, Yusril juga menyukai seni drama. Beliau pernah membintangi sebuah drama film kolosal Laksamana Cheng Ho.
Kecintaannya terhadap seni drama ini berasal dari darah seni orangtuanya. Kakek Yusril merupakan seorang sutradara drama film kolosal melayu. Sedangkan bapaknya adalah seorang penulis naskah drama dan juga penulis novel. Dari situ, Yusril mulai mengikuti kegiatan orangtuanya bermain drama hingga duduk di bangku SMA. Bahkan beliau sempat kuliah di Akademi Teater Taman Ismail Marzuki selama 1 tahun.
Penulis Teks Pidato Soeharto
Selain mencintai dunia seni, Yusril juga dikenal sebagai penulis teks pidato Presiden Soeharto. Soal menulis teks pidato, Yusril mengaku diajar oleh Prof Usman Ralibi, salah satu pakar komunikasi politik yang mengajar mata kuliah propaganda politik.
Menurut dia, menjadi penulis teks pidato seorang presiden dijalaninya dengan tidak sengaja. Awalnya beliau dipanggil oleh Mayjen (Purn) Moerdiono ke Gedung Sekretaris Negara. Padahal beliau tidak kenal dan belum pernah ketemu Moerdiono.
Saat Yusril diminta Moerdiono untuk bekerja di Kementerian Sekretaris Negara sebagai penulis teks pidato Presiden Soeharto, beliau sempat kaget. Beliau mengaku sebagai orang bebas yang ketika menulis bisa sesukanya. Ketika tidak suka dia akan tulis tidak suka, begitu juga sebaliknya.
Selama bekerja sebagai penulis teks pidato Presiden Soeharto, Yusril sudah menulis sekitar 120 tek pidato, termasuk pidato kepresidenan. Dan pidato yang paling berkesan di antara semua yang pernah beliau tulis adalah pidato terakhir presiden saat mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI.
Yusril mengaku sering memberikan masukan kepada Presiden Soeharto. Dengan senang hati Pak Harto mendengarkan masukan-masukan itu. Bahkan hingga akhir hayat, Pak Harto tidak pernah marah kepada beliau meskipun kadang-kadang terdapat perbedaan pendapat di antara mereka.
Keakrabannya dengan Presiden Soeharto dimanfaatkan oleh Moerdiono dan Feisal Tanjung ketika dimintai pendapat oleh Presiden Soeharto. Saat ditanya oleh Presiden Soeharto, kedua jenderal ini sependapat dengan presiden. Namun beda dengan Yusril, beliau justru tidak sependapat dengan Presiden Soeharto. Akhirnya Presiden Soeharto memerintahkan menunda rencana yang baru saja dibahas.
Belakangan diketahui bahwa ajakan kedua jenderal tersebut untuk mengajak Yusril menghadap Pak Harto adalah agar rencana yang dibahas tersebut dibatalkan. Karena kalau Pak Harto memerintahkan untuk menunda suatu rencana, biasanya tidak jadi dilakukan.
Saat Yusril menanyakan kenapa tidak Pak Feisal saja yang menolak rencana presiden, Feisal Tanjung berkata "Mana bisa, saya sedang menghadap Panglima Tertinggi, bagaimana bisa saya bilang tidak, saya militer.", cerita Yusril menirukan Feisal Tanjung. Bagaimana kisah sisi lain Yusril Ihza Mahendra selengkapnya, saksikan dalam video berikut ini. (Nfs/Riz)
Baca juga:
[VIDEO] Cerita Imlek Mari Elka Pangestu: Dulu Sembunyi-sembunyi
`Jangan Izinkan KRI Usman Harun Masuk Perairan Singapura`
Pemilu Serentak 2019, Yusril: Putusan MK Salah dan Memalukan