Sukses

Kapolda Metro Jaya Tak Datang, Praperadilan Ditunda

Sang Kapolda mangkir dari panggilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sidang perdana praperadilan terhadap Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Putut Eko Bayuseno ditunda. Sang Kapolda tak memenuhi panggilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pengacara pemohon keluarga almarhum Sudarmo Mahyudin, Robi Anugerah Marpaung mengatakan, praperadilan ini dilayangkan terkait dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polda Metro Jaya atas perkara dugaan pemberian katerangan palsu terhadap tersangka Siti Masnuroh, dalam konflik Yayasan Pendidikan Wahidin.

"Praperadilan ini kita meminta agar perkara dibuka kembali karena unsur yang kita laporkan sudah terpenuhi," ungkap Robi usai persidangan di PN Jaksel, Senin (10/2/2014).

Robi pun menyesalkan sikap penyidik polisi atau tim kuasa hukum Kapolda yang tidak hadir dalam persidangan ini. "Sidang dibuka karena Termohon (Polda) tidak hadir. Kita saja baru terima surat panggilan dari PN Jaksel 5 Februari lalu, seharusnya mereka sudah siap. Kalo penyidik berpikir baik sudah siap dan datang dong," ujar dia.

Lantaran pihak Polda tak hadir, hakim Puji Rahadi pun merasa geram. Ia pun menunda sidang, dan akan dilanjutkan pada persidangan pekan depan.

"Karena pihak Termohon (Polda) tidak hadir, sidang praperadilan ditunda pada Senin 17 Januari 2014 pekan depan," ungkap Hakim Puji.

Alasan

Robi memaparkan, dilayangkannya praperadilan itu karena Polda Metro Jaya mengeluarkan surat ketetapan Dirreskrimum Polda Metro Jaya tentang penghentian penyidikan atas Laporan Polisi Nomor LP/171/III/2010/Bareskrimum tertanggal 07 Maret 2010 oleh Kapolda Metro Jaya cq Direktur Reskrimum, Kasubdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Alasan polisi mengeluarkan SP3 kasus ini karena hasil penyidikan tidak cukup bukti. Namun alasan itu menjadi bertolak belakang dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tanggal 7 September 2012 yang diterima dirinya.

"Dalam SP2HP itu disebutkan penyidik akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap terlapor, yakni Siti Masnuroh dalam kapasitas sebagai tersangka," ungkap dia.

Padahal secara logika kalau sudah ditetapkan seseorang sebagai tersangka harusnya sudah cukup bukti. Keanehan lainnya bahwa dalam proses penetapan tersangka dan gelar perkara, pihak pengacara dan pemohon tidak dilibatkan.

"Karena sangat ganjil, bila pihak Polda yang sudah menentapkan seorang tersangka terhadap notaris Siti Masuroh namun tersangka tidak pernah dihadirkan, tiba-tiba kasus sudah dihentikan," ungkap dia.

Kasus ini berawal adanya konflik internal dan kepengurusan Yayasan Perguruan Wahidin tanggal 15 Agustus 2008 atas diangkatnya mendiang Sudarno Mahyudin sewaktu masih hidup sebagai koordinator perguruan Wahidin.

Kemudian notaris Siti Masnuroh membuat akta nomor 77 tentang Pendirian Yayasan Perguruan Wahidin. Dalam akta itu Sudarno diminta untuk menyerahkan perguruan itu ke tangan Poniman Asnim alias Ke Tong Pho.

Namun Sudarno menolaknya, karena dugaan pemalsuan Akta No 77 oleh Notaris Siti dan rekannya Poniman. Keduanya pun diadukan ke Polda Metro Jaya. Sudarno sendiri meninggal 2 tahun kemudian pada 24 Juli 2010. Selaku Pemohon I dalam praperadilan ini istri Alm Sudarno Mahyudin dan Pemohon II Kepala Sekolah SMA Yayasan Perguruan Wahidin yang berkedudukan di jalan Pahlawan, No 109 D, Bagansiapi-api, Bangko, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. (Mut/Sss)

Baca juga:

Mabes Polri Tepis Isu Kapolda Metro Jaya Dimutasi

Kapolda Metro Pantau Banjir Jakarta Barat

Kapolda Metro Jaya: Tiap 10 Menit 13 Detik Terjadi Kejahatan

Video Terkini