Setelah ditawar, diyat atau denda kematian TKI Satinah dari 10 juta riyal atau Rp 25 miliar menjadi 7 juta riyal atau Rp 21 miliar. Uangnya yang sudah terkumpul 4 juta riyal atau Rp 12 miliar. Sehingga kurang 3 juta riyal atau Rp 9 miliar lagi.
Pemerintah Indonesia terus mengupayakan pembebasan Satinah yang mendapat vonis hukuman mati oleh Pengadilan Buraidah, Arab Saudi. Upaya terakhir adalah melalui tebusan sejumlah uang yakni membayar qishas atau hukuman mati dengan peluang pemaafan melalui mekanisme pembayaran uang darah atau diyat atau denda kematian.
Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak mengatakan, pihaknya memiliki upaya terakhir melalui perundingan dengan keluarga korban. Sebab, keluarga korban akan memberikan maaf jika membayar diyat 10 juta riyal atau sekitar Rp 25 miliar.
"Seharusnya eksekusi pada Februari. Namun pihak pemerintah datang untuk melakukan perundingan kembali. Saat ini uangnya yang terkumpul ada 4 juta riyal (Rp 12 miliar). Keluarga korban menuntut 10 juta riyal," kata Tatang di Gedung Kemenlu, Jalan Pejambon Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2014).
Kendati, kata Tatang, pemerintah tetap akan mengupayakan agar Satinah mendapatkan keringanan, meski keluarga korban tetap menuntut uang diyat 10 juta riyal. Ia berharap lambat laun ahli waris korban setuju dengan pembayaran uang diyat 7 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar.
"Mereka tetap meminta uang sebesar 10 juta riyal. Kita terus melakukan upaya agar uang diyat sebesar 4 juta riyal dapat diterima oleh ahli waris korban. Tetapi akhirnya turun jadi 7 juta riyal," terangnya.
Satinah binti Jumadi merupakan TKI asal Dusun Mruten Wetan RT 02 RW 03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Satinah mendapat vonis hukuman mati oleh pengadilan Buraidah, Arab Saudi.
Kasus Satinah bermula ketika dirinya ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan terhadap majikan perempuannya, Nura Al Gharib di wilayah Gaseem, Arab Saudi dan melakukan pencurian uang sebesar 37.970 riyal pada Juni 2007.
Satinah mengakui perbuatannya dan dipenjara di Kota Gaseem sejak 2009 dan hingga kasasi pada 2010 Satinah diganjar hukuman mati. Seharusnya, Satinah menghadapi algojo pada bulan Agustus 2011, akan tetapi tenggat waktu diperpanjang hingga 3 kali yaitu Desember 2011, Desember 2012 dan Juni 2013.
Pihak keluarga korban menyatakan akan memberikan maaf asal mengganti diyat 10 juta riyal dalam jangka waktu 1 tahun 2 bulan, terhitung sejak 23 Oktober 2011, yaitu 14 Desember 2012.
Nasib Satinah saat ini ada di tangan ahli waris korban. Jika tawaran uang diyat 4 juta riyal diterima, maka Satinah dipastikan akan segera bebas. Namun jika ditolak, kemungkinan besar nasib Satinah akan berakhir di tangan algojo sekitar 3 April 2014 mendatang. (Rmn/Sss)
Baca juga:
1 TKI Tunggu Nasib, 2 Lolos dari Hukuman Mati di Arab Saudi
Jasad TKI Dalam Peti Mati Terapung di Laut, Agen Kabur
TKI Dalam Peti Terapung di Laut, Kemenlu: Semula Tak Bersurat
Pemerintah Indonesia terus mengupayakan pembebasan Satinah yang mendapat vonis hukuman mati oleh Pengadilan Buraidah, Arab Saudi. Upaya terakhir adalah melalui tebusan sejumlah uang yakni membayar qishas atau hukuman mati dengan peluang pemaafan melalui mekanisme pembayaran uang darah atau diyat atau denda kematian.
Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak mengatakan, pihaknya memiliki upaya terakhir melalui perundingan dengan keluarga korban. Sebab, keluarga korban akan memberikan maaf jika membayar diyat 10 juta riyal atau sekitar Rp 25 miliar.
"Seharusnya eksekusi pada Februari. Namun pihak pemerintah datang untuk melakukan perundingan kembali. Saat ini uangnya yang terkumpul ada 4 juta riyal (Rp 12 miliar). Keluarga korban menuntut 10 juta riyal," kata Tatang di Gedung Kemenlu, Jalan Pejambon Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2014).
Kendati, kata Tatang, pemerintah tetap akan mengupayakan agar Satinah mendapatkan keringanan, meski keluarga korban tetap menuntut uang diyat 10 juta riyal. Ia berharap lambat laun ahli waris korban setuju dengan pembayaran uang diyat 7 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar.
"Mereka tetap meminta uang sebesar 10 juta riyal. Kita terus melakukan upaya agar uang diyat sebesar 4 juta riyal dapat diterima oleh ahli waris korban. Tetapi akhirnya turun jadi 7 juta riyal," terangnya.
Satinah binti Jumadi merupakan TKI asal Dusun Mruten Wetan RT 02 RW 03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Satinah mendapat vonis hukuman mati oleh pengadilan Buraidah, Arab Saudi.
Kasus Satinah bermula ketika dirinya ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan terhadap majikan perempuannya, Nura Al Gharib di wilayah Gaseem, Arab Saudi dan melakukan pencurian uang sebesar 37.970 riyal pada Juni 2007.
Satinah mengakui perbuatannya dan dipenjara di Kota Gaseem sejak 2009 dan hingga kasasi pada 2010 Satinah diganjar hukuman mati. Seharusnya, Satinah menghadapi algojo pada bulan Agustus 2011, akan tetapi tenggat waktu diperpanjang hingga 3 kali yaitu Desember 2011, Desember 2012 dan Juni 2013.
Pihak keluarga korban menyatakan akan memberikan maaf asal mengganti diyat 10 juta riyal dalam jangka waktu 1 tahun 2 bulan, terhitung sejak 23 Oktober 2011, yaitu 14 Desember 2012.
Nasib Satinah saat ini ada di tangan ahli waris korban. Jika tawaran uang diyat 4 juta riyal diterima, maka Satinah dipastikan akan segera bebas. Namun jika ditolak, kemungkinan besar nasib Satinah akan berakhir di tangan algojo sekitar 3 April 2014 mendatang. (Rmn/Sss)
Baca juga:
1 TKI Tunggu Nasib, 2 Lolos dari Hukuman Mati di Arab Saudi
Jasad TKI Dalam Peti Mati Terapung di Laut, Agen Kabur
TKI Dalam Peti Terapung di Laut, Kemenlu: Semula Tak Bersurat