Sukses

Minamata, Mirip Minamata, Minamata...

PT Newmont Minahasa Raya menggandeng Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menegaskan bahwa tailing Newmont tak bermasalah. Depkes dan Kementerian LH akan meneliti sampel darah warga Buyat, Sulut.

Liputan6.com, Jakarta: Warga di Teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara, cemas. Ratusan lebih orang menunjukkan gejala tak biasa. Benjolan di kulit, gatal-gatal, pusing, mual, dan sering kram. Bayi-bayi lahir dengan kondisi tidak normal. Bahkan, seorang anak berusia lima bulan meninggal lantaran penyakit mulai merebak sekitar lima tahun belakangan.

Ratusan warga Buyat diduga sakit karena mengkonsumsi ikan yang mengandung kadar logam berat. Gejala yang ada mirip dengan penyakit minamata yang terjadi di Jepang. Karena itu, sejumlah warga bersama Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan bertolak ke Jakarta, Selasa (20/7). Mereka mengadukan Menteri Kesehatan Achmad Sujudi dan PT Newmont Minahasa Raya ke Markas Besar Polri karena lalai memperhatikan kesehatan warga. Padahal, keluhan tentang penyakit yang dicurigai bersumber dari racun limbah Newmont ini sudah pernah dilaporkan warga ke instansi kesehatan setempat.

Minamata adalah penyakit gangguan sistem saraf pusat akibat mengkonsumsi ikan atau kerang yang terkontaminasi logam berat arsen dan merkuri dalam jumlah banyak. Kenyataan ini membuat warga di sekitar Teluk Buyat berdebar-debar. Mereka bisa menjadi korban berikut. "Jika ini benar, bagaimana nasib anak-anak kami 20 atau 30 tahun mendatang," kata seorang bapak sedih.

Minamata adalah teluk dengan kota kecil bernama sama di kawasan Jepang. Tragedi yang terjadi di Minamata berawal dari pendirian Nippon Nitrogen Fertilizer pada 1908, cikal bakal Chisso Co Ltd dengan produksi utama pupuk urea. Chisso langsung membuang limbahnya ke Teluk Minamata.

Penyakit minamata mulai mencuat setelah 1956. Ini bermula dari kecurigaan Direktur Rumah Sakit Chisso yang melaporkan ke Pusat Kesehatan Masyarakat Minamata karena menerima arus deras pasien dengan gejala kerusakan sistem saraf. Pemerintah Jepang baru menangani penyakit yang disebut Minamata ini 12 tahun kemudian. Baru pada 1968 Jepang menyadari kasus ini dan mengakui bahwa sumber penyakit yang merusak sistem saraf itu bersumber dari senyawa metal merkuri alias merkuri organik dari limbah Chisso.

Sedangkan Teluk Buyat terletak di pojok Minahasa, tepatnya perbatasan antara Kabupaten Minahasa Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Untuk sampai ke sini harus melewati perjalanan berliku melintasi jalan yang rusak dan jurang terjal. Permukiman di Buyat hanya terdiri dari dua baris. Sisi kiri berada tiga meter dari bibir pantai dan sisi kanan terletak sekitar 20 meter dari bukit batu.

Warga setempat hidup dalam kesederhanaan. Menu makanan mereka sehari-hari umumnya adalah biota laut. Karena itu, kecurigaan pada limbah merkuri dan arsenik buangan Newmont sebagai penyebab penderitaan warga Buyat mengkristal. "Saya yakin, ditambah dengan fakta dan pengakuan-pengakuan [warga]," ujar Iskandar Sitorus dari LBH Kesehatan.

Newmont mulai beroperasi penuh sejak Maret 1996. Sedangkan gejala penyakit yang diduga karena kontaminasi logam berat itu mulai muncul sejak September. Pencemaran diduga terjadi melalui pipa limbah yang berada 82 meter di bawah laut. Padahal, Longgina Ginting dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan, seharusnya pipa tailing berada 200 meter di bawah permukaan laut.

Namun, perusahaan pertambangan emas Amerika Serikat itu membantah tuduhan tersebut. Newmont mempertanyakan kevalidan data-data LBH Kesehatan. Newmont merasa hasil kelayakan serta analisa dan dampak lingkungan masih dalam batas wajar. "Konsentrasi logam dalam jenis ikan di bawah garis batas tingkat keamanan WHO," ujar Kadar Wiryanto, Manajer Senior Lingkungan Hidup Newmont dalam dialog dengan reporter SCTV Bayu Sutiyono. Keterangan tersebut, kata Kadar, diambil dari hasil penelitian Markus Lasut, kandidat doktor, yang meneliti sampel rambut 25 warga Buyat.

Tak cukup sampai di situ. Dalam konferensi pers yang digelar Rabu siang, Newmont dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sama-sama mengatakan tidak ada kecorobohan pembuangan limbah. "Dalam policy kami itu masih dalam ambang batas," kata Witoro Soenamarto Direktur Teknik dan Mineral dan Batu Bara.

Konferensi pers ini membuat Iskandar Sitorus heran. Aturannya Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang berhak bicara soal amdal. Sedangkan Departemen kesehatan yang menangani persoalan kesehatan. Namun, Newmont malah mengajak Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. "Kayaknya ada rebut-rebutan," kata dia.

Deputi VII Kementerian Lingkungan Hidup Masnelyarti Hilman juga tidak mau gegabah menunjuk Newmont sebagai biang kerok penderitaan warga Buyat. Meski, tahun kemarin, penelitian KLH menunjukkan kadar sedimen dan arsenik yang cukup tinggi dalam ikan. "Waktu itu masyarakat diimbau tidak mengkonsumsi ikan," kata Nely.

Namun, masyarakat Buyat tidak mempunyai pilihan. Mereka lahir dan hidup dari laut. Kehidupan serba pas-pasan membuat warga jarang membeli daging. Kondisi ini membuat sejumlah kalangan menduga warga Buyat sakit akibat kekurangan gizi. Dokter Jane Pangemanan, staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado mengatakan, penyakit yang sering menyerang warga miskin di pesisir pantai paling-paling infeksi biasa. Itu pun baru terjadi jika mereka hidup standar kesehatan dan fasilitas air minum yang jelek. "Saya menduga penyakit itu mengarah seperti Minamata yang ada di Jepang," kata Jane yang ikut mendampingi warga Buyat ke Jakarta.

Sebenarnya dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta Pusat, mengatakan bahwa tes darah sejumlah anak warga Buyat positif menderita minamata. "Dokter yang mana," kata Nely menjawab SCTV. Nely mengaku bertemu dengan Direktur Utama RSCM, Rabu siang. Menurut dia, tim dokter RSCM baru akan mengambil sampel darah warga Buyat. Penelitian melibatkan dokter mata, saraf, penyakit dalam, dan psikolog.

Lepas dari tarik-menarik ini, Nely mengatakan, KLH baru akan bertindak jika ada penelitian resmi tentang kasus ini. Bila benar, terkontaminasi logam berat, akan diadakan penelitian lagi, apakah limbah itu berasal dari Newmont atau dari pertambangan liar, misalnya. Longging Ginting dari Walhi mengingatkan, pertambangan liar sudah ada sejak zaman Belanda dan kenapa penyakit mirip minamata ini baru muncul belakangan.

Nelly menambahkan, benar Newmont bersalah, pemerintah akan mengambil langkah hukum. Namun, semua pihak diminta mengedepankan asas praduga tak bersalah. Menanggapi itu, Sitorus mengatakan, atas dasar itulah dia mewakili warga Buyat untuk membawa kasus ini lewat jalur hukum. Sementara Longging melihat, persoalan ini akan terjadi selama pemerintah lebih mengutamakan perusahaan berinvestasi luar biasa dan membiarkan rakyat kecil yang membayar, jika perlu dengan nyawa.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)