Sukses

Eks Menhut MS Kaban Dianggap Bertanggung Jawab dalam Korupsi SKRT

Menurut Mantan Anggota Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faisal, MS Kaban adalah orang yang bertanggung jawab atas proyek SKRT.

Mantan Anggota Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faisal diperiksa penyidik KPK sebagai saksi untuk Anggoro Widjojo. Pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi Sitem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan.

Menurut Yusuf, mantan Menteri Kehutanan Malam Saban Kaban adalah orang yang bertanggung jawab atas proyek SKRT. Sebab, sewaktu Menhut dijabat Muhammad Prakosa proyek itu sudah dihentikan, tetapi oleh Kaban diadakan lagi itu.

"Jadi kita ambil keputusan sesuai dengan permohonan Kemenhut bukan faktor Anggoro. Itu keinginan dan inisiatif Menhut (MS Kaban), bahwa katanya untuk mengawasi illegal logging dan kebakaran hutan, jadi perlu ada sistem komunikasi. Pada saat itu ponsel belum secanggih sekarang," kata Yusuf di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/2/2014).

Menurut Yusuf, DPR hanya mendukung proyek SKRT itu. Jika tujuannya benar untuk mengawasi illegal logging. Karena dirinya mendapat laporan bahwa ilegal logging saat itu menyebabkan kerugian negara Rp 6 triliun sampai Rp 10 triliun.

"Para polisi hutan tidak punya alat komunikasi, jadi harus didukung dengan alat komunikasi. Yang jelas Dephut sebagai instansi teknis yang bertanggungjawab," ucap Yusuf yang sudah bebas dari jeratan hukum dalam kasus korupsi SKRT ini.

Anggota DPR Dikoordinir

Yusuf mengakui lebih jauh bahwa dirinya pernah bertemu dengan Anggoro beberapa tahun silam sebelum kasus itu mencuat. Saat itu, Anggoro meminta agar para anggota Komisi IV DPR yang tidak setuju dengan SKRT agar 'dikoordinasikan'.

"Dia meminta bahwa teman-teman yg tidak setuju tolong dikoordinir agar mendukung. Tapi pada saat itu kan saya menganggap apa hubungannya dengan kita," ungkapnya.

Namun, Yusuf membantah Kaban pernah melobi Komisi IV untuk menyetujui proyek SKRT tersebut. Meski dalam beberapa waktu dirinya pernah bertemu dengan Kaban.

"Setiap rapat kerja juga bertemu. Tapi lobi-lobi di luar tidak ada. Semua inisiator adalah eksekutif dong, kita kan fungsi budgeting saja," jelas Yusuf.

Sebagai informasi, proyek SKRT sudah dihentikan pada 2004 lalu saat Menhut dijabat M Prakoso. Namun, proyek tersebut dihidupkan kembali atas upaya permintaan Anggoro Widjoyo semasa MS Kaban menjabat Menhut.

Direktur Utama PT Masaro Radiokom itu diduga memberikan uang kepada 4 anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan. Mereka yakni, Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluas. Komisi IV yang saat itu dipimpin oleh Yusuf Erwin Faishal pun mengeluarkan Surat Rekomendasi untuk melanjutkan proyek SKRT itu.

Disebutkan dalam SK tersebut bahwa Komisi IV DPR meminta Departemen Kehutanan (sekarang Kemenhut) meneruskan proyek SKRT, dan mengimbau Dephut agar menggunakan alat yang disediakan PT Masaro untuk pengadaan barang dalam proyek tersebut. Yusuf Erwin Faisal, Azwar, Al Amin, Hilman, maupun Fachri telah divonis pidana oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Selain mereka, dalam kasus ini, adik Anggoro, Anggodo Widjojo juga sudah dijerat KPK dan sudah dihukum pidana penjara.

Fakta persidangan kasus ini juga menyebutkan adanya aliran dana ke sejumlah pejabat di Dephut, termasuk mantan Sekjen Dephut, Boen Purnama.

Sementara, Kaban selaku Menhut diduga mengetahui aliran dana ke pejabat Kemenhut tersebut. Kaban juga diduga menandatangani surat penunjukkan langsung terhadap PT Masaro Radiokom. Kaban usai diperiksa KPK 2012 lalu mengungkapkan bahwa penunjukan langsung PT Masaro sudah sesuai prosedur.

Anggoro ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 19 Juni 2009. Anggoro selaku pemilik PT Masaro Radiokom diduga memberikan hadiah atau janji kepada sejumlah pejabat atau penyelenggara negara untuk meloloskan pengajuan anggaran SKRT di Departemen Kehutanan 2007.

Dia kemudian buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 17 Juli 2009. Tapi, pada akhir Januari 2014 ini pelarian Anggoro berakhir di Zhenzhen, China. Ia kemudian diterbangkan ke Tanah Air dan dititipkan di Rumah Tahanan POMDAM Guntur Cabang KPK, Jakarta Selatan. (Mut)