Pengamat politik Arbi Sanit menilai Perjanjian Batu Tulis yang di dalamnya tertuang kesepakatan bahwa Megawati Soekarnoputri akan mendukung Prabowo Subianto sebagai presiden pada Pilpres 2014 tidak dapat dibawa ke ranah hukum.
Menurut dosen Ilmu politik Universitas Indonesia ini, sah-sah saja jika kubu Megawati tidak mengindahkan perjanjian tersebut karena telah memiliki kandidat lain yang akan diusung pada Pilpres nanti. Bahkan, Arbi Sanit melihat perjanjian itu dilandasi semangat bisnis yang bila tidak menguntungkan salah satu pihak maka dapat dihindarkan.
"Tidak ada hukum yang menentukan (Perjanjian Batu Tulis) itu. Kalaupun ada paling-paling hanya hukum perdata. Itu kan janji bisnis," ujar Arbi Sanit di Cikini, Jakarta, Minggu (16/2/2014).
"Kayak orang pacaran, janji menikahi tapi tidak. Itu kan wajar saja," sambung dia.
Desakan kubu Gerindra yang meminta PDIP menjalankan perjanjian, menurutnya, disebabkan partai tersebut tak ingin calonnya dikalahkan Jokowi yang digadang-gadang dicalonkan PDIP. "Itu bentuk ketakutan Prabowo. Mereka coba mematikan Jokowi lewat PDIP. Nggak perlu itu perjanjian," tegasnya.
PDIP dan Partai Gerindra pernah berkoalisi pada Pilpres 2009 dengan menduetkan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto sebagai pasangan capres-cawapres akan berlanjut hingga Pilpres 2014.
Hubungan itu berlanjut dengan dibuatnya Perjanjian Batu Tulis. Di dalamnya, konon, tertuang kesepakatan bahwa Megawati yang menjadi capres 2009 lalu akan mendukung Prabowo sebagai presiden pada Pilpres 2014 mendatang.
Namun, dengan adanya sosok Joko Widodo selaku kader PDIP yang memiliki survei elektabilitas terus melonjak, perjanjian tersebut pun terancam sirna. PDIP diyakini bakal mengusung Gubernur DKI Jakarta tersebut. Dan hal tersebut pula yang membuat kubu Gerindra merasa 'dikhianati'. (Yus/Mut)
Baca juga:
Perjanjian Batu Tulis, Gerindra: Perlu Ada Dialog dengan PDIP
Adik Prabowo Akui Penyusun Perjanjian Batu Tulis
Jawaban Mega Soal `Perjanjian Batu Tulis` dengan Prabowo
Menurut dosen Ilmu politik Universitas Indonesia ini, sah-sah saja jika kubu Megawati tidak mengindahkan perjanjian tersebut karena telah memiliki kandidat lain yang akan diusung pada Pilpres nanti. Bahkan, Arbi Sanit melihat perjanjian itu dilandasi semangat bisnis yang bila tidak menguntungkan salah satu pihak maka dapat dihindarkan.
"Tidak ada hukum yang menentukan (Perjanjian Batu Tulis) itu. Kalaupun ada paling-paling hanya hukum perdata. Itu kan janji bisnis," ujar Arbi Sanit di Cikini, Jakarta, Minggu (16/2/2014).
"Kayak orang pacaran, janji menikahi tapi tidak. Itu kan wajar saja," sambung dia.
Desakan kubu Gerindra yang meminta PDIP menjalankan perjanjian, menurutnya, disebabkan partai tersebut tak ingin calonnya dikalahkan Jokowi yang digadang-gadang dicalonkan PDIP. "Itu bentuk ketakutan Prabowo. Mereka coba mematikan Jokowi lewat PDIP. Nggak perlu itu perjanjian," tegasnya.
PDIP dan Partai Gerindra pernah berkoalisi pada Pilpres 2009 dengan menduetkan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto sebagai pasangan capres-cawapres akan berlanjut hingga Pilpres 2014.
Hubungan itu berlanjut dengan dibuatnya Perjanjian Batu Tulis. Di dalamnya, konon, tertuang kesepakatan bahwa Megawati yang menjadi capres 2009 lalu akan mendukung Prabowo sebagai presiden pada Pilpres 2014 mendatang.
Namun, dengan adanya sosok Joko Widodo selaku kader PDIP yang memiliki survei elektabilitas terus melonjak, perjanjian tersebut pun terancam sirna. PDIP diyakini bakal mengusung Gubernur DKI Jakarta tersebut. Dan hal tersebut pula yang membuat kubu Gerindra merasa 'dikhianati'. (Yus/Mut)
Baca juga:
Perjanjian Batu Tulis, Gerindra: Perlu Ada Dialog dengan PDIP
Adik Prabowo Akui Penyusun Perjanjian Batu Tulis
Jawaban Mega Soal `Perjanjian Batu Tulis` dengan Prabowo