Masyarakat Bali terus menyuarakan penolakan terhadap rencana reklamasi di Teluk Benoa. Ratusan warga Desa Sidakarya menggelar aksi demonstrasi. Bahkan, mereka memblokir jalan raya.
Selanjutnya, mereka mendirikan panggung untuk orasi menyuarakan penolakan reklamasi. Mereka tergabung dalam jaringan aksi tolak reklamasi Sidakarya (Jalak Sidakarya).
Tak hanya itu, pada aksi yang dikawal ketat petugas kepolisian itu, ratusan massa aksi juga membubuhkan tanda tangan dan cap jempol darah sebagai bentuk kekuatan tekad mereka menolak proyek reklamasi itu.
Pantauan Liputan6.com, masyarakat tua, muda, anak-anak, laki-laki dan perempuan bersatu menorehkan darah yang mereka tusuk sendiri di jari jempol menggunakan jarum. Mereka lalu menempelkannya ke kain putih panjang yang dibentangkan di panggung tempat aksi dilakukan.
Bahkan, ada yang terlihat meringis menahan sakit karena terlalu bersemangat mengeluarkan darah dari jempol kirinya.
Humas Jalak Sidakarya, Made Sudarta menjelaskan aksi cap jempol darah masyarakat Sidakarya, Denpasar sebagai bentuk penolakan tegas rencana reklamasi di Teluk Benoa. Menurut Sudarta, jika proyek reklamasi itu sampai terjadi, kawasan Sidakarya, Pemogan, dan Sanur akan benar-benar tenggelam.
"Wilayah Sidakarya itu hanya 2 meter di atas permukaan laut. Jika reklamasi dilakukan, pengurukan akan dilakukan setinggi 5 meter. Sudah jelas air lebih tinggi 3 meter ketimbang desa kami. Kalau begitu, jelas desa kami akan tenggelam," ungkap Sudarta saat ditemui wartawan di Denpasar, Minggu (16/2/2014).
Sudarta mengaku atas dasar itu warga desanya melakukan aksi penolakan. Dan, ia berjanji, warga akan terus melakukan aksi penolakan itu hingga proyek reklamasi benar-benar dibatalkan.
Ketakutan warga Sidakarya bukan tanpa sebab. Kata Sudarta, pada 2009, Desa Sidakarya pernah dilanda banjir besar.
"Kami tak ingin hal itu terjadi lagi. Kami tegas menolak proyek reklamasi. Reklamasi akan merubah tatanan geografis dan sosiologis warga Kota Denpasar," paparnya. (Yus)
Selanjutnya, mereka mendirikan panggung untuk orasi menyuarakan penolakan reklamasi. Mereka tergabung dalam jaringan aksi tolak reklamasi Sidakarya (Jalak Sidakarya).
Tak hanya itu, pada aksi yang dikawal ketat petugas kepolisian itu, ratusan massa aksi juga membubuhkan tanda tangan dan cap jempol darah sebagai bentuk kekuatan tekad mereka menolak proyek reklamasi itu.
Pantauan Liputan6.com, masyarakat tua, muda, anak-anak, laki-laki dan perempuan bersatu menorehkan darah yang mereka tusuk sendiri di jari jempol menggunakan jarum. Mereka lalu menempelkannya ke kain putih panjang yang dibentangkan di panggung tempat aksi dilakukan.
Bahkan, ada yang terlihat meringis menahan sakit karena terlalu bersemangat mengeluarkan darah dari jempol kirinya.
Humas Jalak Sidakarya, Made Sudarta menjelaskan aksi cap jempol darah masyarakat Sidakarya, Denpasar sebagai bentuk penolakan tegas rencana reklamasi di Teluk Benoa. Menurut Sudarta, jika proyek reklamasi itu sampai terjadi, kawasan Sidakarya, Pemogan, dan Sanur akan benar-benar tenggelam.
"Wilayah Sidakarya itu hanya 2 meter di atas permukaan laut. Jika reklamasi dilakukan, pengurukan akan dilakukan setinggi 5 meter. Sudah jelas air lebih tinggi 3 meter ketimbang desa kami. Kalau begitu, jelas desa kami akan tenggelam," ungkap Sudarta saat ditemui wartawan di Denpasar, Minggu (16/2/2014).
Sudarta mengaku atas dasar itu warga desanya melakukan aksi penolakan. Dan, ia berjanji, warga akan terus melakukan aksi penolakan itu hingga proyek reklamasi benar-benar dibatalkan.
Ketakutan warga Sidakarya bukan tanpa sebab. Kata Sudarta, pada 2009, Desa Sidakarya pernah dilanda banjir besar.
"Kami tak ingin hal itu terjadi lagi. Kami tegas menolak proyek reklamasi. Reklamasi akan merubah tatanan geografis dan sosiologis warga Kota Denpasar," paparnya. (Yus)