Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakilnya, Basuki T Purnama (Ahok) mengatakan, siapa saja oknum pengalihan sewa rusun akan ditindak dan diancam pidana. Bahkan jika terdapat oknum di dalam rusun, Jokowi akan segera mengusirnya hingga seluruh penghuni 1 lantai rusun.
Di rusun Marunda tepatnya di kluster B, praktik alih sewa masih marak terjadi. Menurut pengakuan seorang penghuni, satu unit rusun ukuran 30 m persegi di Kluster B Rusun Marunda dialihsewakan kepada orang lain seharga 5-8 juta/tahun. Rusun sejatinya diperuntukkan warga Jakarta yang belum memiliki rumah dan berpenghasilan rendah.
Diduga karena ketidaktegasan pengelola dan lemahnya pengawasan, akhirnya dimanfaatkan sejumlah penghuni atau oknum untuk mengambil keuntungan pribadi. Alih sewa juga terjadi pada kios di lantai dasar rusun. Sebagian kios tak buka, termasuk gerobak yang diberikan cuma-cuma kepada warga yang direlokasi dari bantaran sungai dan waduk.
Untuk proses kepemilikan gerobak dan kios, menurut Jonni (52), pedagang yang menghuni kios lantai dasar Blok 7 Kluster B itu, prosesnya tak sesuai janji pemerintah yang diumumkan pada awal penghunian, melalui pengundian secara terbuka.
"Ada kios yang berganti pengelola, tetapi katanya masih satu keluarga dengan pengelola sebelumnya," kata Jonni di Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Untuk rusun, para oknum kebanyakan menyewakannya kepada mahasiswa dari luar kota dan bersekolah di sekolah tinggi pelayaran. Alasannya para penghuni tak sanggup bayar biaya sewa rusun, pulsa listrik, dan air.
Walikota Jakarta Utara Heru Budi Hartono membenarkan adanya praktik alih sewa. Ia melanjutkan, tidak mungkin dalam suatu sistem pengelolaan rusun 100 persen bisa bersih dari praktik liar seperti itu.
"Pasti tetap ada 1-2 oknum, tidak mungkin juga semuanya bersih. Nanti akan tetap kita tindak lanjuti dan awasi," ucap Heru.
Sementara Kepala Unit Pengelola Rusun Wilayah I Jakarta Utara Maharyadi tak memberikan jawaban saat dikonfirmasi tentang hal. Dia tidak menerima telepon dan membalas pesan yang berisi pertanyaan tentang praktik alih sewa di rusun dari wartawan. (Ali/Riz)
Di rusun Marunda tepatnya di kluster B, praktik alih sewa masih marak terjadi. Menurut pengakuan seorang penghuni, satu unit rusun ukuran 30 m persegi di Kluster B Rusun Marunda dialihsewakan kepada orang lain seharga 5-8 juta/tahun. Rusun sejatinya diperuntukkan warga Jakarta yang belum memiliki rumah dan berpenghasilan rendah.
Diduga karena ketidaktegasan pengelola dan lemahnya pengawasan, akhirnya dimanfaatkan sejumlah penghuni atau oknum untuk mengambil keuntungan pribadi. Alih sewa juga terjadi pada kios di lantai dasar rusun. Sebagian kios tak buka, termasuk gerobak yang diberikan cuma-cuma kepada warga yang direlokasi dari bantaran sungai dan waduk.
Untuk proses kepemilikan gerobak dan kios, menurut Jonni (52), pedagang yang menghuni kios lantai dasar Blok 7 Kluster B itu, prosesnya tak sesuai janji pemerintah yang diumumkan pada awal penghunian, melalui pengundian secara terbuka.
"Ada kios yang berganti pengelola, tetapi katanya masih satu keluarga dengan pengelola sebelumnya," kata Jonni di Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Untuk rusun, para oknum kebanyakan menyewakannya kepada mahasiswa dari luar kota dan bersekolah di sekolah tinggi pelayaran. Alasannya para penghuni tak sanggup bayar biaya sewa rusun, pulsa listrik, dan air.
Walikota Jakarta Utara Heru Budi Hartono membenarkan adanya praktik alih sewa. Ia melanjutkan, tidak mungkin dalam suatu sistem pengelolaan rusun 100 persen bisa bersih dari praktik liar seperti itu.
"Pasti tetap ada 1-2 oknum, tidak mungkin juga semuanya bersih. Nanti akan tetap kita tindak lanjuti dan awasi," ucap Heru.
Sementara Kepala Unit Pengelola Rusun Wilayah I Jakarta Utara Maharyadi tak memberikan jawaban saat dikonfirmasi tentang hal. Dia tidak menerima telepon dan membalas pesan yang berisi pertanyaan tentang praktik alih sewa di rusun dari wartawan. (Ali/Riz)