Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist merdeka Sirait membeberkan bagaimana awal mula evakuasi anak-anak dari Panti Asuhan Samuel di Serpong, Tengerang, Banten, Senin kemarin. Evakuasi itu dilakukan setelah Komnas PA mendapat laporan bahwa anak-anak di panti itu telantar.
"Saya mengambil sikap, melihat keadaan sesungguhnya, didampingi oleh polisi juga. Informasi bahwa anak ditelantarakan dan sebagainya. Saya sangat miris sekali," ungkap Arist di kantornya, Jakarta, Selasa (25/2/2014).
Datanglah rombongan Arist ke panti asuhan itu pada pukul 11.00 WIB. Ada 4 polisi yang mendampingi rombongan mereka. Ada 12 balita yang dievakuasi dari panti tersebut, di antaranya adalah V (3 tahun) dan M (8 bulan) yang sedang sakit.
Arist mengaku langsung menggendong M saat masuk ke panti itu. "Ketika saya cium, saya peluk, badannya panas tinggi, saya rasa panasnya sekitar 39 drajat Celcius," ujar dia.
Sementara balita V juga demam tinggi. Saat proses evakuasi itu, badan M dan V terkulai lemas. Arist pun langsung memutuskan membawa kedua balita ini ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Sementara, anak asuh lainnya dievakuasi. "Saya menitikkan air mata, anak-anak tidak mau melepaskan saya. Ini terjemahan saya, mereka ini terlihat tidak merdeka," ungkap Arist.
Menurut Arist, awal mula kedatangannya ke panti itu bukan untuk mengevakuasi, melainkan hanya untuk melihat keadaan sebenarnya dari anak asuh, yang dilaporkan warga sekitar telah ditelantarkan bahkan mengalami penyiksaan oleh pemilik panti. Saat melihat kondisi langsung ke lokasi, benar-bener di luar dugaan.
Arist mengatakan, panti tersebut jauh dari layak. Tempatnya kumuh. Ruang tidur, ruang makan, toilet, dan dapur di luar standar pelayanan. Selain itu, dari beberapa anak terlihat bekas luka lebam, mukanya, tangannya penuh baret bekas cakar, dan gigitan orang dewasa. Lebih parah lagi, dari 30 anak, panti hanya mempekerjakan 1 pengasuh berusia 59 tahun.
Pemilik Panti Asuhan Samuel, Pendeta Chemuel berdalih membantah adanya penganiayaan. Dia berdalih perlakuan tersebut keras itu untuk mendidik anak-anak asuhnya di panti yang beralamat di Gading Serpong Sektor 6, Blok GC, Kabupaten Tangerang itu.
Hal ini menggelitik seorang psikiater anak, Sani Budiantini Hermawan. Wanita berjilbab ini menjelaskan mendidik anak dengan dihukum hanya menanam rasa amarah. Selain itu secara emosional anak malah menjadi pendendam. Bahkan jadinya prilaku yang diharapkan tidak muncul.
"Jadi akhiranya bukan prilaku yang diharapkan yang muncul, tapi malah sebaliknya pembrontakan, amarah, dendam, ketidak disiplinan, gitu," jelas dia.
Sani kembali menjelaskan, medidik anak tidak seharusnya melakukan kekerasan. "Tindak kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak, nanti dampaknya bukan memberikan anak menjadi terdidik dengan baik. Justru anak akan trauma dengan pendidikan yang seperti itu," ujar Sani. (Eks)
Baca juga:
`Derita` di Panti Samuel, Komnas PA: Ada yang Makan Mie Mentah
Penganiayaan Panti Asuhan Serpong, Polri: Akan Diusut Tuntas
Komnas PA: Panti Asuhan Samuel Lama Seperti Kandang...
"Saya mengambil sikap, melihat keadaan sesungguhnya, didampingi oleh polisi juga. Informasi bahwa anak ditelantarakan dan sebagainya. Saya sangat miris sekali," ungkap Arist di kantornya, Jakarta, Selasa (25/2/2014).
Datanglah rombongan Arist ke panti asuhan itu pada pukul 11.00 WIB. Ada 4 polisi yang mendampingi rombongan mereka. Ada 12 balita yang dievakuasi dari panti tersebut, di antaranya adalah V (3 tahun) dan M (8 bulan) yang sedang sakit.
Arist mengaku langsung menggendong M saat masuk ke panti itu. "Ketika saya cium, saya peluk, badannya panas tinggi, saya rasa panasnya sekitar 39 drajat Celcius," ujar dia.
Sementara balita V juga demam tinggi. Saat proses evakuasi itu, badan M dan V terkulai lemas. Arist pun langsung memutuskan membawa kedua balita ini ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Sementara, anak asuh lainnya dievakuasi. "Saya menitikkan air mata, anak-anak tidak mau melepaskan saya. Ini terjemahan saya, mereka ini terlihat tidak merdeka," ungkap Arist.
Menurut Arist, awal mula kedatangannya ke panti itu bukan untuk mengevakuasi, melainkan hanya untuk melihat keadaan sebenarnya dari anak asuh, yang dilaporkan warga sekitar telah ditelantarkan bahkan mengalami penyiksaan oleh pemilik panti. Saat melihat kondisi langsung ke lokasi, benar-bener di luar dugaan.
Arist mengatakan, panti tersebut jauh dari layak. Tempatnya kumuh. Ruang tidur, ruang makan, toilet, dan dapur di luar standar pelayanan. Selain itu, dari beberapa anak terlihat bekas luka lebam, mukanya, tangannya penuh baret bekas cakar, dan gigitan orang dewasa. Lebih parah lagi, dari 30 anak, panti hanya mempekerjakan 1 pengasuh berusia 59 tahun.
Pemilik Panti Asuhan Samuel, Pendeta Chemuel berdalih membantah adanya penganiayaan. Dia berdalih perlakuan tersebut keras itu untuk mendidik anak-anak asuhnya di panti yang beralamat di Gading Serpong Sektor 6, Blok GC, Kabupaten Tangerang itu.
Hal ini menggelitik seorang psikiater anak, Sani Budiantini Hermawan. Wanita berjilbab ini menjelaskan mendidik anak dengan dihukum hanya menanam rasa amarah. Selain itu secara emosional anak malah menjadi pendendam. Bahkan jadinya prilaku yang diharapkan tidak muncul.
"Jadi akhiranya bukan prilaku yang diharapkan yang muncul, tapi malah sebaliknya pembrontakan, amarah, dendam, ketidak disiplinan, gitu," jelas dia.
Sani kembali menjelaskan, medidik anak tidak seharusnya melakukan kekerasan. "Tindak kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak, nanti dampaknya bukan memberikan anak menjadi terdidik dengan baik. Justru anak akan trauma dengan pendidikan yang seperti itu," ujar Sani. (Eks)
Baca juga:
`Derita` di Panti Samuel, Komnas PA: Ada yang Makan Mie Mentah
Penganiayaan Panti Asuhan Serpong, Polri: Akan Diusut Tuntas
Komnas PA: Panti Asuhan Samuel Lama Seperti Kandang...