Liputan6.com, Jakarta: Mesin milik perusahaan pertambangan emas PT Newmont Minahasa Raya (NMR) di kawasan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara hingga Rabu (1/9), masih tetap beroperasi. External Relations PT NMR David Sompie mengatakan kegiatan itu hanya sebatas proses peleburan dan pencucian emas batuan yang masih tersisa di pabrik. Rencananya, aktivitas akan berjalan sekitar satu bulan.
Seiring dengan rencana penutupan, PT NMR telah mengurangi karyawan. Berdasarkan data bulan ini, 30 karyawan diberhentikan. Sementara untuk proses pendistribusian batuan yang mengandung emas ke mesin pabrik terakhir dilakukan Selasa kemarin. Sebelumnya, pihak PT NMR telah menyatakan tidak akan beroperasi terhitung 31 Agustus [baca: Hari Ini, PT Newmont Minahasa Tutup]. Alasannya, kandungan emas di lokasi pertambangan di Ratatotok telah habis.
Tindakan PT NMR yang terkesan cuci tangan terhadap masalah pencemaran di Teluk Buyat, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut, kali ini mendapat tanggapan keras dari Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim. "Tutup atau tidak, tanggung jawabnya tetep ada," kata Nabiel. Dia menegaskan PT NMR telah melakukan pelanggaran lingkungan dan pengelolaan limbah di Teluk Buyat. Selain itu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu telah melanggar izin yakni, membuang tailing ke Teluk Buyat sejak 1996. Nabiel mengaku tanggapan keras itu bukan dalam kapasitasnya sebagai Menneg LH, tapi mewakili pendapat anggota tim [baca: Pengakuan Menneg LH, Luluhnya Sikap Pemerintah].
Tim yang saat ini meneliti pencemaran di Teluk Buyat terdiri dari berbagai elemen masyarakat. Di antaranya mantan Menteri Kesehatan Farid Anfasa Moeloek, mantan Menneg LH Emil Salim. Tim ahli Kantor Kementerian Negara LH, Departemen Kesehatan, dan peneliti dari berbagai universitas, Markas Besar Polri dan kalangan lembaga swadaya masyarakat juga terlibat dalam penelitian. Mereka sepakat pencemaran di Teluk Buyat akibat pembuangan limbah tailing yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3).
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang dilakukan tim di Teluk Buyat, ditemukan bukti bahwa PT NMR telah melanggar baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah. Bahkan sejak delapan tahun silam perusahaan pertambangan itu telah membuang limbah tailing kategori B3 tanpa izin Menneg LH dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Farid Anfasa Moeloek mewakili komite pengarah pada kasus ini menyarankan pemerintah di masa datang harus meningkatkan pengawasan studi analisis dampak lingkungan di kawasan perusahaan tambang.
Sementara anggota tim penyidik dari Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Sulis yang saat ini sedang melakukan penyidikan, mengakui sudah mengarah kepada tersangka. "Kita sudah punya bukti," kata Sulis. Rekomendasi lain yang dikeluarkan tim adalah mewajibkan PT NMR menanggulangi dampak pencemaran lingkungan sampai 30 tahun setelah penutupan tambang. Selain itu tim juga meminta pemerintah segera mengeluarkan larangan pembuangan tailing ke laut.
Namun demikian, seperti siaran pers yang dikirim ke berbagai media, PT NMR menyangkal hasil penyidikan yang dilakukan tim. Mereka tetap yakin pihaknya tidak melakukan pelanggaran seperti yang diutarakan tim peneliti. Kesimpulan tim itu, menurut pihak PT NMR, bukan kesimpulan dari pemerintah Indonesia. Untuk itulah PT NMR akan meminta klarifikasi dari pemerintah.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)
Seiring dengan rencana penutupan, PT NMR telah mengurangi karyawan. Berdasarkan data bulan ini, 30 karyawan diberhentikan. Sementara untuk proses pendistribusian batuan yang mengandung emas ke mesin pabrik terakhir dilakukan Selasa kemarin. Sebelumnya, pihak PT NMR telah menyatakan tidak akan beroperasi terhitung 31 Agustus [baca: Hari Ini, PT Newmont Minahasa Tutup]. Alasannya, kandungan emas di lokasi pertambangan di Ratatotok telah habis.
Tindakan PT NMR yang terkesan cuci tangan terhadap masalah pencemaran di Teluk Buyat, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut, kali ini mendapat tanggapan keras dari Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim. "Tutup atau tidak, tanggung jawabnya tetep ada," kata Nabiel. Dia menegaskan PT NMR telah melakukan pelanggaran lingkungan dan pengelolaan limbah di Teluk Buyat. Selain itu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu telah melanggar izin yakni, membuang tailing ke Teluk Buyat sejak 1996. Nabiel mengaku tanggapan keras itu bukan dalam kapasitasnya sebagai Menneg LH, tapi mewakili pendapat anggota tim [baca: Pengakuan Menneg LH, Luluhnya Sikap Pemerintah].
Tim yang saat ini meneliti pencemaran di Teluk Buyat terdiri dari berbagai elemen masyarakat. Di antaranya mantan Menteri Kesehatan Farid Anfasa Moeloek, mantan Menneg LH Emil Salim. Tim ahli Kantor Kementerian Negara LH, Departemen Kesehatan, dan peneliti dari berbagai universitas, Markas Besar Polri dan kalangan lembaga swadaya masyarakat juga terlibat dalam penelitian. Mereka sepakat pencemaran di Teluk Buyat akibat pembuangan limbah tailing yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3).
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang dilakukan tim di Teluk Buyat, ditemukan bukti bahwa PT NMR telah melanggar baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah. Bahkan sejak delapan tahun silam perusahaan pertambangan itu telah membuang limbah tailing kategori B3 tanpa izin Menneg LH dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Farid Anfasa Moeloek mewakili komite pengarah pada kasus ini menyarankan pemerintah di masa datang harus meningkatkan pengawasan studi analisis dampak lingkungan di kawasan perusahaan tambang.
Sementara anggota tim penyidik dari Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Sulis yang saat ini sedang melakukan penyidikan, mengakui sudah mengarah kepada tersangka. "Kita sudah punya bukti," kata Sulis. Rekomendasi lain yang dikeluarkan tim adalah mewajibkan PT NMR menanggulangi dampak pencemaran lingkungan sampai 30 tahun setelah penutupan tambang. Selain itu tim juga meminta pemerintah segera mengeluarkan larangan pembuangan tailing ke laut.
Namun demikian, seperti siaran pers yang dikirim ke berbagai media, PT NMR menyangkal hasil penyidikan yang dilakukan tim. Mereka tetap yakin pihaknya tidak melakukan pelanggaran seperti yang diutarakan tim peneliti. Kesimpulan tim itu, menurut pihak PT NMR, bukan kesimpulan dari pemerintah Indonesia. Untuk itulah PT NMR akan meminta klarifikasi dari pemerintah.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)