Liputan6.com, Jakarta: Polisi belum bisa mengetahui motif dari kerusuhan di Sampit, Kalimantan Tengah. Pemeriksaan sementara menyimpulkan bahwa kerusuhan tersebut tak berkaitan dengan perebutan jabatan oleh sejumlah kalangan seperti yang diperkirakan. Demikian diutarakan Komandan Korps Reserse Kepolisian RI Inspektur Jenderal Polisi Engkesman Hillep di Jakarta, Senin (26/2) siang.
Engkesman mengatakan, polisi telah menangkap dan terus memeriksa secara intensif tiga orang tersangka yang diduga sebagai dalang kerusuhan di Sampit. Berdasarkan keterangan, para tersangka yang dua di antaranya berstatus pegawai negeri itu ternyata bukanlah otak kerusuhan. Untuk itu, polisi masih terus melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Namun, keterangan ketiga tersangka itu belum dianggap final. Ia menambahkan, sejauh ini polisi sudah menahan 42 orang yang diduga sebagai pelaku kerusuhan di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Berdasarkan data, jumlah korban meninggal di Kota Sampit bertambah 118 orang. Hal itu terbukti dengan ditemukannya seratus lebih mayat di Kecamatan Parenggean, 114 kilometer dari Kota Sampit menuju Palangkaraya.
Kepala Direktorat Sabhara Kepolisian Daerah Kalteng Komisaris Besar Polisi Tatok Suprapto menyatakan, polisi kembali menemukan ratusan mayat yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak. Kendati demikian, Tatok menyatakan, masih belum bisa dipastikan apakah mayat-mayat itu akan dibawa ke Palangkaraya atau dimakamkan di sekitar Kecamatan Parenggean. Menurut keterangan masyarakat, pembantaian itu bukan dilakukan oleh penduduk setempat. Menurut mereka, pelaku eksekusi terhadap ratusan penduduk pendatang itu adalah kelompok tidak dikenal.
Berdasarkan pemantauan SCTV, nasib pengungsi yang tinggal sekitar 14 ribu orang di penampungan di Kantor Bupati dan DPRD Kotawaringin Timur semakin memprihatinkan. Masalah persediaan air bersih dan makanan menjadi persoalan yang belum terpecahkan hingga saat ini. Bantuan makanan dari pemerintah daerah setempat sudah tidak mencukupi lagi untuk ribuan pengungsi. Bahkan, tercatat empat pengungsi meninggal karena kelaparan dan penyakit diare.
Pemulangan pengungsi yang terkesan lambat disebabkan karena keterbatasan kapal pengangkut. Namun demikian, kondisi di penampungan cukup menguntungkan bagi para pengungsi karena hujan yang turun di Kota Sampit. Sementara itu, pengungsi yang akan meninggalkan Kota Sampit dan Palangkaraya terpaksa menjual harta benda milik mereka dengan harga murah. Misalnya, Mobil Suzuki Sidekick dijual dengan harga lima juta rupiah dan sepeda motor dihargai Rp 200 ribu. Bahkan, ada yang ditukar dengan 10 galon air mineral. Sebagian besar yang membeli barang-barang tersebut adalah aparat keamanan yang mengambil keuntungan dalam peristiwa ini.
Dilaporkan juga, jumlah pengungsi yang tiba di Surabaya, Jawa Timur, hingga siang tadi berjumlah 12 ribu orang lebih. Evakuasi para pengungsi juga dilakukan dengan menggunakan kapal motor, selain menggunakan kapal perang dan kapal angkutan umum. Kapal motor tersebut dikerahkan dari Pelabuhan Gresik, Jatim.(PIN/Tim Liputan 6 SCTV)
Engkesman mengatakan, polisi telah menangkap dan terus memeriksa secara intensif tiga orang tersangka yang diduga sebagai dalang kerusuhan di Sampit. Berdasarkan keterangan, para tersangka yang dua di antaranya berstatus pegawai negeri itu ternyata bukanlah otak kerusuhan. Untuk itu, polisi masih terus melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Namun, keterangan ketiga tersangka itu belum dianggap final. Ia menambahkan, sejauh ini polisi sudah menahan 42 orang yang diduga sebagai pelaku kerusuhan di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Berdasarkan data, jumlah korban meninggal di Kota Sampit bertambah 118 orang. Hal itu terbukti dengan ditemukannya seratus lebih mayat di Kecamatan Parenggean, 114 kilometer dari Kota Sampit menuju Palangkaraya.
Kepala Direktorat Sabhara Kepolisian Daerah Kalteng Komisaris Besar Polisi Tatok Suprapto menyatakan, polisi kembali menemukan ratusan mayat yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak. Kendati demikian, Tatok menyatakan, masih belum bisa dipastikan apakah mayat-mayat itu akan dibawa ke Palangkaraya atau dimakamkan di sekitar Kecamatan Parenggean. Menurut keterangan masyarakat, pembantaian itu bukan dilakukan oleh penduduk setempat. Menurut mereka, pelaku eksekusi terhadap ratusan penduduk pendatang itu adalah kelompok tidak dikenal.
Berdasarkan pemantauan SCTV, nasib pengungsi yang tinggal sekitar 14 ribu orang di penampungan di Kantor Bupati dan DPRD Kotawaringin Timur semakin memprihatinkan. Masalah persediaan air bersih dan makanan menjadi persoalan yang belum terpecahkan hingga saat ini. Bantuan makanan dari pemerintah daerah setempat sudah tidak mencukupi lagi untuk ribuan pengungsi. Bahkan, tercatat empat pengungsi meninggal karena kelaparan dan penyakit diare.
Pemulangan pengungsi yang terkesan lambat disebabkan karena keterbatasan kapal pengangkut. Namun demikian, kondisi di penampungan cukup menguntungkan bagi para pengungsi karena hujan yang turun di Kota Sampit. Sementara itu, pengungsi yang akan meninggalkan Kota Sampit dan Palangkaraya terpaksa menjual harta benda milik mereka dengan harga murah. Misalnya, Mobil Suzuki Sidekick dijual dengan harga lima juta rupiah dan sepeda motor dihargai Rp 200 ribu. Bahkan, ada yang ditukar dengan 10 galon air mineral. Sebagian besar yang membeli barang-barang tersebut adalah aparat keamanan yang mengambil keuntungan dalam peristiwa ini.
Dilaporkan juga, jumlah pengungsi yang tiba di Surabaya, Jawa Timur, hingga siang tadi berjumlah 12 ribu orang lebih. Evakuasi para pengungsi juga dilakukan dengan menggunakan kapal motor, selain menggunakan kapal perang dan kapal angkutan umum. Kapal motor tersebut dikerahkan dari Pelabuhan Gresik, Jatim.(PIN/Tim Liputan 6 SCTV)