Liputan6.com, Jakarta: Pertengahan September 1945. Jepang mulai tak bergigi setelah tentara sekutu mengebom Hiroshima dan Nagasaki. Di Surabaya, Jawa Timur, tentara Jepang dilucuti rakyat Indonesia. Senjata-senjata mereka segera menjadi milik pejuang Tanah Air. Senjata itu pula yang digunakan rakyat Indonesia untuk melawan tentara Inggris yang mendarat di Pelabuhan Tanjungperak, Surabaya, 25 Oktober 1945. ""Semua dapat senjata," Des Alwi mengenang pertempuran di Surabaya, 59 tahun silam.
Ketika itu, Brigadir Jenderal Mallaby Inggris memimpin pasukan gabungan yang terdiri dari tentara Inggris dan India. Mallaby mencoba masuk ke salah satu gedung. Namun, niat tersebut diurungkan. Dia kemudian kembali ke mobilnya. Saat itulah Mallaby ditembak mati.
Lima hari kemudian atau 30 Oktober 1945, Des Alwi dan rekan-rekan merayakan kemenangan. Tentara Inggris kalah. Inggris berhasil dipaksa mundur kembali ke Tanjungperak. Untuk menyelesaikan masalah, lanjut Des, pihak Inggris menghubungi Soekarno dan Hatta, masing-masing Presiden dan Wakil Presiden RI. "Jadi mereka sudah mengakui Bung Karno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Mereka cuma tidak mau mengakui," ujar Des.
Pada 10 November 1945 tentara Inggris kembali memasuki wilayah Surabaya. Dengan pesawat tempurnya mereka menyebarkan selebaran yang isinya meminta rakyat Surabaya menyerahkan senjata mereka pada pukul enam pagi. Namun, rakyat Surabaya tidak mengindahkannya. Mulai pukul 06.30 pesawat Inggris mulai menjatuhkan bom dan senjata yang mereka bawa.
Pertempuran hebat pecah. Ribuan orang menjadi korban.(AIS/Tommy Fadjar dan Taufik Maru)
Ketika itu, Brigadir Jenderal Mallaby Inggris memimpin pasukan gabungan yang terdiri dari tentara Inggris dan India. Mallaby mencoba masuk ke salah satu gedung. Namun, niat tersebut diurungkan. Dia kemudian kembali ke mobilnya. Saat itulah Mallaby ditembak mati.
Lima hari kemudian atau 30 Oktober 1945, Des Alwi dan rekan-rekan merayakan kemenangan. Tentara Inggris kalah. Inggris berhasil dipaksa mundur kembali ke Tanjungperak. Untuk menyelesaikan masalah, lanjut Des, pihak Inggris menghubungi Soekarno dan Hatta, masing-masing Presiden dan Wakil Presiden RI. "Jadi mereka sudah mengakui Bung Karno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Mereka cuma tidak mau mengakui," ujar Des.
Pada 10 November 1945 tentara Inggris kembali memasuki wilayah Surabaya. Dengan pesawat tempurnya mereka menyebarkan selebaran yang isinya meminta rakyat Surabaya menyerahkan senjata mereka pada pukul enam pagi. Namun, rakyat Surabaya tidak mengindahkannya. Mulai pukul 06.30 pesawat Inggris mulai menjatuhkan bom dan senjata yang mereka bawa.
Pertempuran hebat pecah. Ribuan orang menjadi korban.(AIS/Tommy Fadjar dan Taufik Maru)