Liputan6.com, Jakarta: Walau disambut kecaman, Piagam Islah diteken tujuh perwakilan Korban Tanjungpriok dan mantan pejabat militer yang bertugas pada 12 September 1984. Dewi Wardah, janda almarhum Amir Biki, yang semula mengaku tak tahu menahu, akhirnya menyetujui perjanjian damai itu. Sontak orang menuding, Dewi bersikap jinak karena bakal mengantongi segepok duit. Untuk mengetahui persoalan itu lebih jelas, Arief Suditomo mewawancarai Dewi Wardah di Studio SCTV Jakarta, Rabu (7/3) petang.
Dewi menegaskan, tak menerima keuntungan materi. Namun, dia senang karena para korban Priok yang kebanyakan warga miskin itu bisa hidup layak dan tenang. "Kami tak lagi diteror, diincar, diintimidasi, dan dijadikan komoditas politik," kata dia. Sebab, selama ini, "Musuh kita adalah tentara," kata dia menandaskan. Lagipula, dia juga tak mau menjadi penghambat bagi 80 korban yang memang tak mau membawa masalah tersebut ke pengadilan. "Mereka yang cacat bisa menerima damai, apalagi saya," kata dia menjelaskan. Bagi perempuan berjilbab itu, saat ini, islah adalah pilihan terbaik.
Menanggapi protes adik iparnya, Beni Biki, Dewi mengatakan, jumlah korban yang terdata memang hanya 84 orang. Dia juga mempertanyakan sikap Beni yang menentang penggalian kubur para korban Priok. Karena itu, Dewi memutuskan untuk mengikuti kemauan anak-anaknya untuk berdamai. Dia berharap, tindakan mereka itu bisa membantu pemerintah. Dengan begitu, pemerintah tak perlu lagi dipuyengkan dengan Kasus Priok. Sebab, selama tiga tahun berkutat memperjuangkan masalah itu, belum juga selesai.
Enam butir Piagam Islah yang ditandatangani kedua kubu ini sepakat tak mengungkit kembali Kasus Priok yang menelan sejumlah korban jiwa. Sementara itu, keluarga korban lain, Beni Biki menganggap islah tersebut hanya upaya mengalihkan perhatian dari soal penegakan hukum menjadi masalah agama. Dia juga menuding kegiatan itu untuk memanipulasi data korban. Sebab masih ada 270 keluarga korban lain yang tak melakukan islah.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) pun berulang kali menyoroti upaya islah dalam Kasus Priok. Sebab, kasus tersebut adalah tindak pidana yang wajib disidik oleh penyidik. Sementara itu, DPR dalam pekan ini akan mengusulkan ke pemerintah untuk segera membentuk pengadilan ad hoc Tanjungpriok.(TNA/Machmud dan Effendi Kasa)
Dewi menegaskan, tak menerima keuntungan materi. Namun, dia senang karena para korban Priok yang kebanyakan warga miskin itu bisa hidup layak dan tenang. "Kami tak lagi diteror, diincar, diintimidasi, dan dijadikan komoditas politik," kata dia. Sebab, selama ini, "Musuh kita adalah tentara," kata dia menandaskan. Lagipula, dia juga tak mau menjadi penghambat bagi 80 korban yang memang tak mau membawa masalah tersebut ke pengadilan. "Mereka yang cacat bisa menerima damai, apalagi saya," kata dia menjelaskan. Bagi perempuan berjilbab itu, saat ini, islah adalah pilihan terbaik.
Menanggapi protes adik iparnya, Beni Biki, Dewi mengatakan, jumlah korban yang terdata memang hanya 84 orang. Dia juga mempertanyakan sikap Beni yang menentang penggalian kubur para korban Priok. Karena itu, Dewi memutuskan untuk mengikuti kemauan anak-anaknya untuk berdamai. Dia berharap, tindakan mereka itu bisa membantu pemerintah. Dengan begitu, pemerintah tak perlu lagi dipuyengkan dengan Kasus Priok. Sebab, selama tiga tahun berkutat memperjuangkan masalah itu, belum juga selesai.
Enam butir Piagam Islah yang ditandatangani kedua kubu ini sepakat tak mengungkit kembali Kasus Priok yang menelan sejumlah korban jiwa. Sementara itu, keluarga korban lain, Beni Biki menganggap islah tersebut hanya upaya mengalihkan perhatian dari soal penegakan hukum menjadi masalah agama. Dia juga menuding kegiatan itu untuk memanipulasi data korban. Sebab masih ada 270 keluarga korban lain yang tak melakukan islah.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) pun berulang kali menyoroti upaya islah dalam Kasus Priok. Sebab, kasus tersebut adalah tindak pidana yang wajib disidik oleh penyidik. Sementara itu, DPR dalam pekan ini akan mengusulkan ke pemerintah untuk segera membentuk pengadilan ad hoc Tanjungpriok.(TNA/Machmud dan Effendi Kasa)