Liputan6.com, Jakarta: Kata-kata rasanya tidaklah cukup untuk mengungkapkan kepedihan di Nanggroe Aceh Darussalam. Sejak bencana gempa bumi disusul gelombang Tsunami, Ahad silam, kehidupan warga Tanah Rencong menjadi kelam. Rumah dan harta benda bahkan kerabat hilang tersapu ombak setinggi dua kali pohon kelapa dalam hitungan menit. Hanya sehelai kain membalut badan tersisa [baca: Gempa Menerjang, Aceh Mengerang].
Empat hari setelah kejadian Tsunami, kondisi Bumi Serambi Mekah, belum pulih walau relawan dan tenaga medis sudah dikirim. Wakil Presiden Jusuf Kalla memperkirakan, sedikitnya 10 ribu relawan mesti disiapkan untuk satu kabupaten. Mereka akan bekerja membongkar bangunan, mencari korban, dan menguburkan jenazah yang mulai membusuk [baca: Aceh Kekurangan Tenaga Relawan].
Sementara bantuan sandang dan papan didistribusikan lewat udara. Sumbangan itu datang dari berbagai kalangan masyarakat yang peduli, termasuk Taufik Kiemas dan Hotma Sitompul. TNI Angkatan Udara secara bertahap telah mengirim bantuan tersebut sejak kemarin. Panglima Komando Daerah Militer Iskandar Muda, Mayor Jenderal TNI Endang Suwarya dan jajarannya juga memantau kerusakan akibat Tsunami.
Pemerintah berencana merehabilitasi Aceh pekan depan. Pasalnya selain masalah kerusakan fisik, ancaman wabah penyakit akibat lingkungan tidak sehat terus membayangi. Gempa berskala 8,9 Ricther dan gelombang Tsunami memang mengejutkan dampaknya. Selain menyapu Aceh, sebagian pesisir Sumatra Utara pun kena imbasnya. Kota Banda Aceh, Kabupaten Meulaboh, Kabupaten Sigli, Kabupaten Lhokseumawe, Pulau Nias, adalah contoh gambaran nyata kejamnya Tsunami. Bangunan-bangunan hancur berantakan. Korban jiwa pun berjatuhan.
Ketiadaan peralatan untuk mengubur membuat orang terpaksa tidur berdampingan dengan mayat. Tengoklah kondisi di Kota Banda Aceh. Ratusan mayat tak lagi tertampung di rumah sakit sehingga ditaruh di Masjid Baiturrahman atau pendopo Kantor Gubernur NAD. Hari ini, kebakaran dilaporkan melanda Pasar Pocut Baren di kawasan Simpang Lima. Belum jelas penyebab dari kebakaran tersebut.
Kondisi di Meulaboh, Aceh Barat, jauh lebih parah. Karena kelelahan orang membiarkan mayat berserakan di jalan. Sedikitnya 22 ribu penduduk di Meulaboh tewas. Sarana umum di sana hampir 75 persen hancur berantakan [baca: Sekitar 75 Persen Infrastruktur di Meulaboh Hancur]. Akses jalan laut dan darat terputus. Bantuan akhirnya dibagikan dari udara sehingga warga setempat terpaksa adu jotos berebut makanan. Untuk mengatasi masalah tersebut, besok, bantuan akan disalurkan menggunakan helikopter.
Kota Sigli di Kabupaten Aceh Timur tak jauh berbeda. Sigli yang hanya memiliki 15 desa hancur berantakan. Warga setempat dan aparat lalu menyisir sejumlah kawasan dan menemukan mayat-mayat tersangkut di pohon. Entah mayat siapa. Untuk menurunkannya terpaksa digunakan sebuah excavator. Tangis pedih pun meleleh.
Kerusakan di Kota Lhokseumawe dan Kota Sabang dilaporkan tak terlalu parah. Meski begitu jumlah korban jiwa di kedua kota itu, tetap ratusan orang [baca: Korban Tewas Lebih dari 5.000 Orang]. Hari ini, penduduk Lhokseumawe lagi diguncang kepanikan. Isu gelombang Tsunami kembali menghantam penyebabnya. Warga pun kocar-kacir. Aparat mampu menenangkan setelah satu jam menyisir situasi dan membuktikan isu itu tak benar.
Penduduk Aceh bukan hanya trauma. Mereka masih kalut mencari keluarga dan kerabat yang hilang. Sulitnya proses identifikasi menambah beban, karena warga harus membuka satu per satu terpal penutup mayat di beberapa tempat penampungan. Kesulitan lain yang dihadapi adalah putusnya jalur komunikasi. Alhasil, orang-orang yang selamat tidak bisa memberi kabar kepada saudara mereka di luar Aceh. Orang-orang Aceh di tanah perantauan juga tak kurang panik. Tapi, mereka hanya bisa menonton lewat layar kaca sambil berserah diri kepada Tuhan Maha Yang Esa.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)
Empat hari setelah kejadian Tsunami, kondisi Bumi Serambi Mekah, belum pulih walau relawan dan tenaga medis sudah dikirim. Wakil Presiden Jusuf Kalla memperkirakan, sedikitnya 10 ribu relawan mesti disiapkan untuk satu kabupaten. Mereka akan bekerja membongkar bangunan, mencari korban, dan menguburkan jenazah yang mulai membusuk [baca: Aceh Kekurangan Tenaga Relawan].
Sementara bantuan sandang dan papan didistribusikan lewat udara. Sumbangan itu datang dari berbagai kalangan masyarakat yang peduli, termasuk Taufik Kiemas dan Hotma Sitompul. TNI Angkatan Udara secara bertahap telah mengirim bantuan tersebut sejak kemarin. Panglima Komando Daerah Militer Iskandar Muda, Mayor Jenderal TNI Endang Suwarya dan jajarannya juga memantau kerusakan akibat Tsunami.
Pemerintah berencana merehabilitasi Aceh pekan depan. Pasalnya selain masalah kerusakan fisik, ancaman wabah penyakit akibat lingkungan tidak sehat terus membayangi. Gempa berskala 8,9 Ricther dan gelombang Tsunami memang mengejutkan dampaknya. Selain menyapu Aceh, sebagian pesisir Sumatra Utara pun kena imbasnya. Kota Banda Aceh, Kabupaten Meulaboh, Kabupaten Sigli, Kabupaten Lhokseumawe, Pulau Nias, adalah contoh gambaran nyata kejamnya Tsunami. Bangunan-bangunan hancur berantakan. Korban jiwa pun berjatuhan.
Ketiadaan peralatan untuk mengubur membuat orang terpaksa tidur berdampingan dengan mayat. Tengoklah kondisi di Kota Banda Aceh. Ratusan mayat tak lagi tertampung di rumah sakit sehingga ditaruh di Masjid Baiturrahman atau pendopo Kantor Gubernur NAD. Hari ini, kebakaran dilaporkan melanda Pasar Pocut Baren di kawasan Simpang Lima. Belum jelas penyebab dari kebakaran tersebut.
Kondisi di Meulaboh, Aceh Barat, jauh lebih parah. Karena kelelahan orang membiarkan mayat berserakan di jalan. Sedikitnya 22 ribu penduduk di Meulaboh tewas. Sarana umum di sana hampir 75 persen hancur berantakan [baca: Sekitar 75 Persen Infrastruktur di Meulaboh Hancur]. Akses jalan laut dan darat terputus. Bantuan akhirnya dibagikan dari udara sehingga warga setempat terpaksa adu jotos berebut makanan. Untuk mengatasi masalah tersebut, besok, bantuan akan disalurkan menggunakan helikopter.
Kota Sigli di Kabupaten Aceh Timur tak jauh berbeda. Sigli yang hanya memiliki 15 desa hancur berantakan. Warga setempat dan aparat lalu menyisir sejumlah kawasan dan menemukan mayat-mayat tersangkut di pohon. Entah mayat siapa. Untuk menurunkannya terpaksa digunakan sebuah excavator. Tangis pedih pun meleleh.
Kerusakan di Kota Lhokseumawe dan Kota Sabang dilaporkan tak terlalu parah. Meski begitu jumlah korban jiwa di kedua kota itu, tetap ratusan orang [baca: Korban Tewas Lebih dari 5.000 Orang]. Hari ini, penduduk Lhokseumawe lagi diguncang kepanikan. Isu gelombang Tsunami kembali menghantam penyebabnya. Warga pun kocar-kacir. Aparat mampu menenangkan setelah satu jam menyisir situasi dan membuktikan isu itu tak benar.
Penduduk Aceh bukan hanya trauma. Mereka masih kalut mencari keluarga dan kerabat yang hilang. Sulitnya proses identifikasi menambah beban, karena warga harus membuka satu per satu terpal penutup mayat di beberapa tempat penampungan. Kesulitan lain yang dihadapi adalah putusnya jalur komunikasi. Alhasil, orang-orang yang selamat tidak bisa memberi kabar kepada saudara mereka di luar Aceh. Orang-orang Aceh di tanah perantauan juga tak kurang panik. Tapi, mereka hanya bisa menonton lewat layar kaca sambil berserah diri kepada Tuhan Maha Yang Esa.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)