Liputan6.com, Aceh Besar: Pada hari ini, tepat satu bulan silam, gempa bumi disusul gelombang Tsunami mengguncang Nanggroe Aceh Darussalam. Satu demi satu persoalan pascabencana mulai teratasi. Bantuan dari dalam dan luar negeri tak henti mengalir. Relawan pun datang silih berganti, membantu pengungsi dan mengevakuasi korban tewas. Tanah Rencong mulai sedikit berseri.
Dari pemantauan SCTV hingga Rabu (26/1), hanya masalah pengungsi yang dinilai rumit penyelesaiannya. Maklum, jumlah pengungsi di 66 lokasi penampungan di 18 kabupaten dan kota mencapai 400 ribu sampai 500 ribu orang. Bukan jumlah sedikit. Sejak bencana menerjang, kehidupan pengungsi murni ditopang bantuan. Hasyim seorang warga Aceh Besar, NAD, misalnya, mengaku sudah tidak memiliki uang untuk menghidupi keluarga. Kebutuhan pangan dan sandang Hasyim serta ratusan pengungsi lain mengandalkan bantuan dari relawan.
Tak jarang pengungsi juga mendadak pindah dari tempat penampungan. Misalnya, pengungsi yang ditampung di Sekolah Dasar Lampeunerut yang dipindahkan ke sebuah kawasan perumahan masih di daerah Aceh Besar. Pasalnya, bangunan SD Lampeunerut mulai dipakai kegiatan belajar [baca: Proses Belajar-Mengajar di Aceh Sudah Dimulai ]. Lokasi penampungan baru kondisinya memprihatinkan. Selain kotor juga tidak ada kamar mandi. Air bersih pun sangat kurang.
Sejauh ini, pemerintah sedang membangun 24 barak penampungan khusus untuk korban bencana. Barak berbentuk rumah semipermanen dibangun di empat lokasi di empat kecamatan: Kecamatan Seunudon, Samudera, Tanah Pasir, dan Muara Batu. Setiap barak dibangun di atas lahan seluas 7,5 hektare [baca: Ratusan Jenazah Kembali Ditemukan di Aceh].
Barak terdiri dari lima blok, masing-masing berdaya tampung 300 orang. Pembangunan juga melibatkan para pengungsi yang selama ini tinggal di penampungan sementara. Mereka dibayar Rp 50 ribu per hari. Diharapkan pembangunan barak rampung pada akhir Januari ini.
Sementara itu, TNI masih berupaya membuka akses jalan darat ke daerah-daerah terisolasi. Salah satunya membuat jembatan darurat antara kawasan Lhok Nga dan Lepung untuk menyisir pesisir barat Pantai Aceh. TNI juga menerjunkan 4.000 personel membangun kembali sarana fisik di Aceh.
Pemerintah Jepang memberikan bantuan tenaga juga. Sedikitnya seribu anggota Pasukan Bela Diri siap diturunkan [baca: Pakistan Mengirim 600 Tentara ke Aceh]. Pasukan itu akan menembus daerah terisolasi dan mengirimkan bantuan dengan tiga kapal yang dibawa dari Jepang.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)
Dari pemantauan SCTV hingga Rabu (26/1), hanya masalah pengungsi yang dinilai rumit penyelesaiannya. Maklum, jumlah pengungsi di 66 lokasi penampungan di 18 kabupaten dan kota mencapai 400 ribu sampai 500 ribu orang. Bukan jumlah sedikit. Sejak bencana menerjang, kehidupan pengungsi murni ditopang bantuan. Hasyim seorang warga Aceh Besar, NAD, misalnya, mengaku sudah tidak memiliki uang untuk menghidupi keluarga. Kebutuhan pangan dan sandang Hasyim serta ratusan pengungsi lain mengandalkan bantuan dari relawan.
Tak jarang pengungsi juga mendadak pindah dari tempat penampungan. Misalnya, pengungsi yang ditampung di Sekolah Dasar Lampeunerut yang dipindahkan ke sebuah kawasan perumahan masih di daerah Aceh Besar. Pasalnya, bangunan SD Lampeunerut mulai dipakai kegiatan belajar [baca: Proses Belajar-Mengajar di Aceh Sudah Dimulai ]. Lokasi penampungan baru kondisinya memprihatinkan. Selain kotor juga tidak ada kamar mandi. Air bersih pun sangat kurang.
Sejauh ini, pemerintah sedang membangun 24 barak penampungan khusus untuk korban bencana. Barak berbentuk rumah semipermanen dibangun di empat lokasi di empat kecamatan: Kecamatan Seunudon, Samudera, Tanah Pasir, dan Muara Batu. Setiap barak dibangun di atas lahan seluas 7,5 hektare [baca: Ratusan Jenazah Kembali Ditemukan di Aceh].
Barak terdiri dari lima blok, masing-masing berdaya tampung 300 orang. Pembangunan juga melibatkan para pengungsi yang selama ini tinggal di penampungan sementara. Mereka dibayar Rp 50 ribu per hari. Diharapkan pembangunan barak rampung pada akhir Januari ini.
Sementara itu, TNI masih berupaya membuka akses jalan darat ke daerah-daerah terisolasi. Salah satunya membuat jembatan darurat antara kawasan Lhok Nga dan Lepung untuk menyisir pesisir barat Pantai Aceh. TNI juga menerjunkan 4.000 personel membangun kembali sarana fisik di Aceh.
Pemerintah Jepang memberikan bantuan tenaga juga. Sedikitnya seribu anggota Pasukan Bela Diri siap diturunkan [baca: Pakistan Mengirim 600 Tentara ke Aceh]. Pasukan itu akan menembus daerah terisolasi dan mengirimkan bantuan dengan tiga kapal yang dibawa dari Jepang.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)