Sukses

Presiden Meminta Penyandera Membebaskan Jurnalis <i>Metro TV</i>

Pemerintah Indonesia berharap dua jurnalis Metro TV yang disandera Brigade Mujahiddin di Irak segera dibebaskan. Pemerintah telah mengirim seorang utusan warga Irak untuk mencari kontak dengan penyandera.

Liputan6.com, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Brigade Mujahiddin di Irak membebaskan reporter Metro TV Meutya V. Hafid, 26 tahun, dan juru kamera Budiyanto, 38 tahun. "Kami semua rakyat Indonesia berharap kedua wartawan itu segera dibebaskan dan dapat kembali ke Tanah Air dengan selamat," harap Presiden Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (19/2).

Kemarin, Presiden juga memberikan klarifikasi melalui televisi berbahasa Arab Al-Jazeera bahwa kedua jurnalis itu menjalankan tugas yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kepentingan politik yang terjadi di Irak. Penegasan Yudhoyono itu sebagai jawaban atas tuntutan para penyandera yang meminta klarifikasi pemerintah Indonesia tentang kedatangan kedua wartawan tersebut ke Irak [baca: Dua Awak Metro TV Disandera Mujahidin Irak ].

Juru Bicara Kepresidenan Dino Pati Djalal menyatakan, selain memberikan klarifikasi Yudhoyono juga telah meminta Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda terus memantau berbagai perkembangan atas kasus penyanderaan itu. Dino memberikan informasi, pemerintah telah mengirimkan seorang warga Irak ke Ramadi, sekitar 150 kilometer dari Kota Baghdad, untuk mencari informasi mengenai keberadaan penyandera. Depertemmen Luar Negeri juga kembali mengaktifkan Crisis Center di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Yaman dan perwakilan Indonesia di Irak.

Wajah cemas dan khawatir tampak di kediaman Meti Hafid, ibunda Meutya, di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Sejak kemarin malam hingga pagi tadi sanak keluarga terus berdatangan ke rumah Meutya untuk menyampaikan simpati. Kedua kakak kandung Meutya pun terus mendampingi ibundanya sambil menunggu kabar perkembangan kasus penyanderaan adik mereka.

Menurut Meti, putri bungsunya sempat menelepon pada 15 Februari silam pukul 10.00 WIB. Dalam percakapan tersebut, Meutya memberi kabar dirinya bersama Budiyanto kembali berangkat ke Baghdad untuk melakukan peliputan. Lajang kelahiran Bandung, Mei 1978 ini juga mengabarkan akan kembali ke Indonesia 25 Februari mendatang.

Meti berharap para penyandera segera membebaskan putrinya. Meti juga meminta masyarakat Indonesia untuk membantu berdoa agar Meutya dan Budyanto selamat dan kembali ke Tanah Air. Perempuan asal Tasikmalaya, Jawa Barat, ini juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah atas usahanya untuk pembebasan Meutya dan Budiyanto.

Meutya dan Budiyanto diberitakan hilang sejak Selasa silam, setelah dihadang sekelompok orang berseragam militer di Kota Ramadi, yang juga wilayah kekuasaan muslim Sunni. Saat itu, keduanya dalam perjalanan dari Amman, Yordania, menuju Baghdad. Meutya dan Budiyanto berada di Irak untuk meliput pelaksanaan pemilihan umum di negara sarat konflik itu.

Bagi Budiyanto, liputan ke Irak adalah bukan yang pertama kali. Bahkan sudah tiga kali. Sebelumnya, Budiyanto juga pernah meliput suasana di Kota Baghdad sebelum agresi militer Amerika Serikat pada 2003. Saat itu, Budiyanto pergi bersama Desi Anwar.

Jurnalis SCTV Merdi Sofansyah dan Effendi Kassah juga sempat bersama-sama Budiyanto di Baghdad [baca: Suka Duka Wartawan SCTV Meliput Perang Irak]. Saat itu, berempat menjadi wartawan Indonesia yang mendapat izin pemerintah Saddam Hussein untuk meliput detik-detik sebelum agresi terjadi.

Dua hari menjelang agresi militer AS, di Baghdad hanya tinggal 26 mahasiswa Indonesia. Dubes RI Dahlan Abdul Hamid dan dua stafnya, mulai melakukan proses evakuasi. Kota Baghdad sudah tidak mungkin lagi menjadi tempat yang aman. Budiyanto dan Desi Anwar memilih keluar dari Irak melalui perbatasan Yordania. Sementara Merdi Sofansyah dan Effendi Kassah memilih ke Damaskus di Siria bersama Dubes Dahlan Abdul Hamid.

Setelah agresi militer terjadi dan Irak jatuh ke tangan pasukan koalisi, suasana di Baghdad dan kota-kota lain seolah seperti negeri tanpa tuan. Warga Irak dengan mudah menenteng senjata meski sudah ada patroli pasukan AS.

Perjalanan darat ke Baghdad memang tidak lagi mudah dilalui. Rintangan pasir di jalan-jalan untuk menghambat laju kendaraan menjadi momok bagi siapa saja yang ingin masuk ke Baghdad. Belum lagi, penculikan jurnalis dan warga asing di Irak. Sudah banyak korban penculikan yang dilepas tetapi ada juga yang tidak jelas rimbanya.

Meutya dan Budiyanto sebenarnya sudah kembali ke Yordania setelah meliput detik-detik pengumuman pemilu. Namun, kembali memasuki Irak untuk meliput sebuah hajat besar yang setiap tahunnya selalu diperingati warga Syiah di Kota Karbala. Warga Syiah Irak setiap 10 Muharam memperingati terbunuhnya Husein dan Hasan, cucu Nabi Muhammad SAW.(YYT/Tim Liputan 6 SCTV)