Liputan6.com, Jakarta: Bank Indonesia dan pemerintah awal tahun ini mulai membuat gebrakan dalam bidang perbankan. Berdalih berupaya meningkatkan efisiensi dan sinergi antarbank, BI meminta bank-bank yang memiliki modal kecil melaksanakan merger atas kesadaran sendiri, tak terkecuali bank pemerintah. Bahkan, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sugiharto menyebutkan bank plat merah yang akan dimerger adalah bank belum go public, yakni Bank Tabungan Negara dan Bank Ekspor Indonesia. Belakangan, yang paling ramai diperdebatkan adalah merger BTN. Sementara merger BEI belum tentu jadi terlaksana [baca: Merger BUMN Tidak Dalam Waktu Dekat].
Khusus soal merger BTN, calon kuat pasangannya adalah Bank Negara Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia. Namun, dari perkembangan terakhir, BTN kemungkinan besar digabung dengan BNI. Diharapkan, duet BNI-BTN ini menghasilkan bank bermodal besar dengan jaringan luas. Selain itu, bagi BNI, merger dengan BTN diyakini dapat meningkatkan nilai tawar BNI dalam penjualan saham tahap kedua, pertengahan Juni mendatang.
Merger BNI-BTN bukan tanpa masalah. Perbedaan segmen layanan kedua bank dikhawatirkan menghambat proses penggabungan. Ada juga kekhawatiran pembangunan perumahan akan terabaikan. Kekhawatiran ini salah satunya datang dari Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia.
Menurut Ketua DPP REI Lukman Purnomosidi, pemerintah harus tetap memiliki bank yang khusus membiayai sektor perumahan. Apalagi, hingga kini baru BTN yang memiliki pengalaman puluhan tahun di bidang pembiayaan dan tabungan perumahan. Pendapat serupa diamini pengamat properti Panagian Simanungkalit yang juga mengkhawatirkan merger BNI-BTN menimbulkan ketidakpastian pengembangan perumahan, khususnya pembangunan rumah sederhana bagi masyarakat kecil [baca: REI Menolak Merger BTN].
Menanggapi penolakan merger BNI-BTN, Direktur Utama BNI Sigit Pramono berjanji tak akan mengabaikan pembiayaan sektor perumahan. Sigit menilai merger dengan BTN, pihaknya justru dapat menambah modal untuk mengembangkan sektor properti. Apalagi, dari laporan keuangan per September 2004, posisi kredit BTN sebesar Rp 12,29 triliun dan 90 persen di antaranya dikucurkan buat perumahan. Tak heran, bila terjadi merger potensi kredit untuk perumahan akan dapat bertambah hingga 10 kali lipat.
Sigit mengaku, pihaknya memang sejak awal telah merencanakan merger ini sebagai salah satu upaya pengembangan bisnis. Itulah sebabnya, ketika rencana memerger BTN dilontarkan, BNI langsung tertarik. Alasannya, BTN kuat dalam layanan konsumen, khususnya kredit kepemilikan rumah. Apalagi, BNI selama ini menginginkan bank yang kuat dalam konsumen serta usaha kecil menengah. Kendati begitu, sebagai pihak yang diminati, BTN hingga kini justru tak mau berkomentar.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)
Khusus soal merger BTN, calon kuat pasangannya adalah Bank Negara Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia. Namun, dari perkembangan terakhir, BTN kemungkinan besar digabung dengan BNI. Diharapkan, duet BNI-BTN ini menghasilkan bank bermodal besar dengan jaringan luas. Selain itu, bagi BNI, merger dengan BTN diyakini dapat meningkatkan nilai tawar BNI dalam penjualan saham tahap kedua, pertengahan Juni mendatang.
Merger BNI-BTN bukan tanpa masalah. Perbedaan segmen layanan kedua bank dikhawatirkan menghambat proses penggabungan. Ada juga kekhawatiran pembangunan perumahan akan terabaikan. Kekhawatiran ini salah satunya datang dari Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia.
Menurut Ketua DPP REI Lukman Purnomosidi, pemerintah harus tetap memiliki bank yang khusus membiayai sektor perumahan. Apalagi, hingga kini baru BTN yang memiliki pengalaman puluhan tahun di bidang pembiayaan dan tabungan perumahan. Pendapat serupa diamini pengamat properti Panagian Simanungkalit yang juga mengkhawatirkan merger BNI-BTN menimbulkan ketidakpastian pengembangan perumahan, khususnya pembangunan rumah sederhana bagi masyarakat kecil [baca: REI Menolak Merger BTN].
Menanggapi penolakan merger BNI-BTN, Direktur Utama BNI Sigit Pramono berjanji tak akan mengabaikan pembiayaan sektor perumahan. Sigit menilai merger dengan BTN, pihaknya justru dapat menambah modal untuk mengembangkan sektor properti. Apalagi, dari laporan keuangan per September 2004, posisi kredit BTN sebesar Rp 12,29 triliun dan 90 persen di antaranya dikucurkan buat perumahan. Tak heran, bila terjadi merger potensi kredit untuk perumahan akan dapat bertambah hingga 10 kali lipat.
Sigit mengaku, pihaknya memang sejak awal telah merencanakan merger ini sebagai salah satu upaya pengembangan bisnis. Itulah sebabnya, ketika rencana memerger BTN dilontarkan, BNI langsung tertarik. Alasannya, BTN kuat dalam layanan konsumen, khususnya kredit kepemilikan rumah. Apalagi, BNI selama ini menginginkan bank yang kuat dalam konsumen serta usaha kecil menengah. Kendati begitu, sebagai pihak yang diminati, BTN hingga kini justru tak mau berkomentar.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)