Liputan6.com, Jakarta: Demam berdarah dengue (DBD) benar-benar bikin ngeri. Bisa mengancam siapa saja, tak peduli tua, muda, laki-laki maupun perempuan. Wabah ini juga tak pilih-pilih tempat, di perkotaan maupun di desa. Semua disikat.
Data Departemen Kesehatan yang dirilis baru-baru ini menyebutkan, selama periode Januari 2005 sampai 22 Februari 2005, jumlah penderita DBD secara nasional mencapai 10.500 orang. Dari jumlah itu, 182 di antaranya meninggal dunia.
Tujuh provinsi di Tanah Air juga dikategorikan sebagai daerah yang mengalami kejadian luar biasa (KLB). Ketujuh provinsi itu masing-masing Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusatenggara Barat, dan Nusatenggara Timur. Tahun ini Jakarta menempati posisi teratas penyebaran DBD dengan 2.780 kasus, 21 di antaranya meninggal.
Untuk menentukan langkah antisipasi ke depan, Depkes saat ini tengah meneliti virus DBD yang diambil dari sampel darah pasien di sejumlah daerah. Sayang penelitian belum secara luas dilakukan karena lagi-lagi terbentur masalah anggaran [baca: Penelitian Virus DBD Terhambat Ketiadaan Dana].(ICH/Dewi Puspita dan Hengki Rahman)
Data Departemen Kesehatan yang dirilis baru-baru ini menyebutkan, selama periode Januari 2005 sampai 22 Februari 2005, jumlah penderita DBD secara nasional mencapai 10.500 orang. Dari jumlah itu, 182 di antaranya meninggal dunia.
Tujuh provinsi di Tanah Air juga dikategorikan sebagai daerah yang mengalami kejadian luar biasa (KLB). Ketujuh provinsi itu masing-masing Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusatenggara Barat, dan Nusatenggara Timur. Tahun ini Jakarta menempati posisi teratas penyebaran DBD dengan 2.780 kasus, 21 di antaranya meninggal.
Untuk menentukan langkah antisipasi ke depan, Depkes saat ini tengah meneliti virus DBD yang diambil dari sampel darah pasien di sejumlah daerah. Sayang penelitian belum secara luas dilakukan karena lagi-lagi terbentur masalah anggaran [baca: Penelitian Virus DBD Terhambat Ketiadaan Dana].(ICH/Dewi Puspita dan Hengki Rahman)