Liputan6.com, Kuala Lumpur: Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, menerima nota dari Kementerian Luar Negeri Malaysia yang meminta Indonesia menghentikan pembangunan mercusuar di Karang Unarang, Kalimantan Timur. Malaysia juga meminta Indonesia menarik keluar personel militernya yang berada di sana. Nota tersebut diterima langsung Wakil Duta Besar Indonesia di Malaysia, A.M. Fachir, Rabu (9/3).
Fachir melanjutkan, Indonesia menolak permintaan Malaysia. Pasalnya, sebagai negara berdaulat, Indonesia bisa melakukan apa pun di wilayah teritorialnya. Pemerintah Indonesia juga tak akan menarik personel yang saat ini sudah bersiaga di sekitar perairan Ambalat. Apalagi beberapa hari terakhir ini, sejumlah kapal perang Tentara Laut Diraja Malaysia telah bermanuver di perairan Indonesia.
Peristiwa terakhir terjadi Selasa kemarin. Kapal RI Rencong yang tengah berpatroli di perairan Sebatik, Kaltim, terpaksa mengusir kapal perang Malaysia yang mencoba memasuki wilayah Indonesia. Tak ada insiden dalam peristiwa ini karena KD Pari mengubah haluan dan kembali ke perairan Malaysia [baca: Abdullah Badawi: Ambalat Milik Malaysia].
Pernyataan serupa dilontarkan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto. Endriartono menegaskan, pihaknya tak akan menarik personel militer yang kini berada di wilayah sekitar Blok Ambalat. Tapi, TNI juga tak akan menambah personel. Panglima TNI juga menegaskan, keberadaan militer Indonesia di perairan tersebut bukanlah bentuk ketakutan. Tapi, lebih untuk menjaga wilayah NKRI dari berbagai bentuk ancaman. "Kita punya kewajiban untuk melindungi kedaulatan kalau suatu saat diperlukan," ujar Endriatono.
Upaya damai antara Indonesia dan Malaysia soal Blok Ambalat tengah diupayakan. Tapi, sebagian warga Indonesia memiliki sikap sendiri dalam melihat konflik ini. Di Sukoharjo, Jawa Tengah, misalnya. Ratusan orang yang dikoordinir Gerakan Masyarakat Anti-arogansi Surakarta (Gemar`s) mulai berlatih fisik dan bela diri di Lapangan Cemani, Sukoharjo.
Menurut Kordinator Gemar`s Joko Sutrisno, pada tahap pertama, latihan fisik dilakukan sepekan dua kali, yakni tiap Selasa malam dan Jumat malam. Tak hanya itu, mereka akan mendatangi komando resor militer setempat untuk meminta diberi latihan dasar kemiliteran kepada relawan. Umumnya para relawan ini mengaku siap mati untuk membela negara dan menjaga keutuhan NKRI.
Di Subang, Jawa Barat, warga dari Pamanukan dan Subang antre menjadi relawan untuk mempertahankan kawasan Ambalat. Mereka yang sebagian besar masih berusia muda ini menyatakan kesiapannya untuk dikirim ke Ambalat. Dalam orasinya, mereka menyatakan lepasnya Sipadan dan Ligitan jangan sampai terulang. Karena itu, mereka tak menghendaki hal serupa berulang untuk Ambalat.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)
Fachir melanjutkan, Indonesia menolak permintaan Malaysia. Pasalnya, sebagai negara berdaulat, Indonesia bisa melakukan apa pun di wilayah teritorialnya. Pemerintah Indonesia juga tak akan menarik personel yang saat ini sudah bersiaga di sekitar perairan Ambalat. Apalagi beberapa hari terakhir ini, sejumlah kapal perang Tentara Laut Diraja Malaysia telah bermanuver di perairan Indonesia.
Peristiwa terakhir terjadi Selasa kemarin. Kapal RI Rencong yang tengah berpatroli di perairan Sebatik, Kaltim, terpaksa mengusir kapal perang Malaysia yang mencoba memasuki wilayah Indonesia. Tak ada insiden dalam peristiwa ini karena KD Pari mengubah haluan dan kembali ke perairan Malaysia [baca: Abdullah Badawi: Ambalat Milik Malaysia].
Pernyataan serupa dilontarkan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto. Endriartono menegaskan, pihaknya tak akan menarik personel militer yang kini berada di wilayah sekitar Blok Ambalat. Tapi, TNI juga tak akan menambah personel. Panglima TNI juga menegaskan, keberadaan militer Indonesia di perairan tersebut bukanlah bentuk ketakutan. Tapi, lebih untuk menjaga wilayah NKRI dari berbagai bentuk ancaman. "Kita punya kewajiban untuk melindungi kedaulatan kalau suatu saat diperlukan," ujar Endriatono.
Upaya damai antara Indonesia dan Malaysia soal Blok Ambalat tengah diupayakan. Tapi, sebagian warga Indonesia memiliki sikap sendiri dalam melihat konflik ini. Di Sukoharjo, Jawa Tengah, misalnya. Ratusan orang yang dikoordinir Gerakan Masyarakat Anti-arogansi Surakarta (Gemar`s) mulai berlatih fisik dan bela diri di Lapangan Cemani, Sukoharjo.
Menurut Kordinator Gemar`s Joko Sutrisno, pada tahap pertama, latihan fisik dilakukan sepekan dua kali, yakni tiap Selasa malam dan Jumat malam. Tak hanya itu, mereka akan mendatangi komando resor militer setempat untuk meminta diberi latihan dasar kemiliteran kepada relawan. Umumnya para relawan ini mengaku siap mati untuk membela negara dan menjaga keutuhan NKRI.
Di Subang, Jawa Barat, warga dari Pamanukan dan Subang antre menjadi relawan untuk mempertahankan kawasan Ambalat. Mereka yang sebagian besar masih berusia muda ini menyatakan kesiapannya untuk dikirim ke Ambalat. Dalam orasinya, mereka menyatakan lepasnya Sipadan dan Ligitan jangan sampai terulang. Karena itu, mereka tak menghendaki hal serupa berulang untuk Ambalat.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)