Liputan6.com, Nias: Wakil Gubernur Sumatra Utara Rudolf M. Pardede mengaku telah mengerahkan bantuan ke Kecamatan Gomo, Nias Selatan, Sumatra Utara. Kecamatan yang terletak sekitar 68 kilometer dari Gunung Sitoli, Nias, itu baru mendapatkan bantuan sekitar 10 persen dari total bantuan yang dibutuhkan penduduk. Bantuan ini berasal dari Gubernur Sumut Rizal Nurdin dan Keuskupan Sibolga yang tiba kemarin. Warga Gomo dijanjikan mendapat bantuan tambahan pada akhir pekan ini. "Saya ke Gomo kemarin," kata Rudolf saat mengunjungi Rumah Sakit Umum Gunung Sitoli, Nias, Kamis (7/4).
Rudolf menambahkan, pihaknya menerima banyak sekali bantuan obat-obatan dari berbagai negara. Namun dia mengaku kesulitan mendapat bantuan berupa kebutuhan pangan. Dia juga membantah jika barang bantuan kurang cepat dikirimkan. "Saat ini di kami sedang kosong. Saya kirim 500 ton ke Teluk Dalam dan Sirombu," tambah Rudolf.
Menurut Rudolf distribusi barang bantuan langsung disalurkan kepada korban yang membutuhkan. Tapi pemerintah setempat juga menyimpan stok bantuan untuk kebutuhan mendesak. "Cadangan itu ada kita bikin di bawah, sampai 75 ton. Kalau ada laporan, tolong berikan pada kita-kita," ujar Rudolf.
Berdasarkan penelusuran tim SCTV, Kecamatan Gomo hingga kini masih porah-poranda. Sedikitnya 44 orang dikabarkan meninggal pada musibah silam . Puing-puing rumah terlihat berserakan. Saat ini, sekitar 30 ribu penduduk Gomo juga kebingungan dan berlindung di tenda-tenda darurat di dataran tinggi. Sebagian korban juga mengaku belum mendapat bantuan sejak gempa mengguncang Nias, 28 Maret silam. Seorang ibu juga mengeluh sakit dan hingga kini belum mendapat bantuan. Diperkirakan, masih banyak korban luka lain yang belum terjamah tim medis.
Berbeda dengan sebagian warga Gomo yang belum mendapat penanganan medis, sejumlah warga Gunung Sitoli telah diizinkan pulang usai dirawat di sejumlah rumah sakit di Medan, Sumut. Nidarwati, misalnya. Perempuan yang terluka akibat tertimpa reruntuhan rumahnya itu tampak bahagia saat bertemu kembali dengan putri kembarnya. Ibu dan anak itu terpisah selama sembilan hari karena Nidarwati harus dirawat di rumah sakit. Kebahagiaan Nidarwati spontan berubah menjadi tangis pilu ketika dia melihat rumahnya telah ambruk, berganti dengan tenda darurat [baca: Korban Luka Gempa Nias Terus Bertambah].
Nasib tak jauh berbeda juga dialami Asmawati. Perempuan yang masih berjalan tertatih itu tak kuasa menahan air mata ketika melihat rumahnya yang tinggal puing-puing. Kepedihannya bertambah tatkala teringat di rumah itu pula tujuh sanak saudaranya telah meninggal tertimpa reruntuhan. Saat gempa mengguncang Nias, Asmawati sedang mengadakan pesta sederhana.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)
Rudolf menambahkan, pihaknya menerima banyak sekali bantuan obat-obatan dari berbagai negara. Namun dia mengaku kesulitan mendapat bantuan berupa kebutuhan pangan. Dia juga membantah jika barang bantuan kurang cepat dikirimkan. "Saat ini di kami sedang kosong. Saya kirim 500 ton ke Teluk Dalam dan Sirombu," tambah Rudolf.
Menurut Rudolf distribusi barang bantuan langsung disalurkan kepada korban yang membutuhkan. Tapi pemerintah setempat juga menyimpan stok bantuan untuk kebutuhan mendesak. "Cadangan itu ada kita bikin di bawah, sampai 75 ton. Kalau ada laporan, tolong berikan pada kita-kita," ujar Rudolf.
Berdasarkan penelusuran tim SCTV, Kecamatan Gomo hingga kini masih porah-poranda. Sedikitnya 44 orang dikabarkan meninggal pada musibah silam . Puing-puing rumah terlihat berserakan. Saat ini, sekitar 30 ribu penduduk Gomo juga kebingungan dan berlindung di tenda-tenda darurat di dataran tinggi. Sebagian korban juga mengaku belum mendapat bantuan sejak gempa mengguncang Nias, 28 Maret silam. Seorang ibu juga mengeluh sakit dan hingga kini belum mendapat bantuan. Diperkirakan, masih banyak korban luka lain yang belum terjamah tim medis.
Berbeda dengan sebagian warga Gomo yang belum mendapat penanganan medis, sejumlah warga Gunung Sitoli telah diizinkan pulang usai dirawat di sejumlah rumah sakit di Medan, Sumut. Nidarwati, misalnya. Perempuan yang terluka akibat tertimpa reruntuhan rumahnya itu tampak bahagia saat bertemu kembali dengan putri kembarnya. Ibu dan anak itu terpisah selama sembilan hari karena Nidarwati harus dirawat di rumah sakit. Kebahagiaan Nidarwati spontan berubah menjadi tangis pilu ketika dia melihat rumahnya telah ambruk, berganti dengan tenda darurat [baca: Korban Luka Gempa Nias Terus Bertambah].
Nasib tak jauh berbeda juga dialami Asmawati. Perempuan yang masih berjalan tertatih itu tak kuasa menahan air mata ketika melihat rumahnya yang tinggal puing-puing. Kepedihannya bertambah tatkala teringat di rumah itu pula tujuh sanak saudaranya telah meninggal tertimpa reruntuhan. Saat gempa mengguncang Nias, Asmawati sedang mengadakan pesta sederhana.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)