Liputan6.com, Solo: Nama Roy Haryanto mungkin belum seharum pemain bulutangkis Taufik Hidayat. Padahal, sosok Roy cukup disegani dalam cabang olahraga menembak. Putra Solo, Jawa Tengah, kelahiran 1 November 1976 ini menduduki peringkat 19 dunia untuk kelas tembak reaksi jenis pistol. Prestasi ini diraih saat mengikuti kejuaraan dunia di Afrika Selatan, dua tahun silam. Sejumlah penghargaan di dalam negeri dan kawasan Asia Tenggara juga berhasil disabet Roy.
Ketika berdialog di rumahnya di Solo, Roy mengaku semula kurang meminati olahraga menembak. Roy ingin menjadi pembalap. Maklum, ia merupakan sulung dari pasangan pembalap gokar yang juga petembak senior Sinyo Haryanto dan Indah Peni Wati. Roy lalu berkarier mulai 1989 sebagai pembalap gokar kelas junior. Dia sempat mendalami ilmu mengemudi gokar di Singapura dan Italia selama tiga tahun. Namun, ambisi menjadi pembalap Formula Satu kandas lantaran ketatnya persaingan dan dominasi pembalap asal Eropa dan Amerika Serikat.
Roy lantas banting setir dan menekuni cabang tembak reaksi jenis pistol. Olahraga ini dilakukan saat Roy menimba ilmu bisnis di California University di California, AS. Dalam tempo lima tahun karier Roy terus bersinar. Sekitar 2003, lelaki berbadan sedang ini menembus ranking 20 besar kelas open (senjata olahraga yang dimodifikasi) jenis pistol dan meraih predikat Grand Master dari United States Pistol Association.
Setelah meraih gelar sarjana bisnis Roy pulang ke Indonesia untuk mengembangkan bisnis keluarga di bidang stationary di Surakarta. Hobi Roy yang mengaku mempunyai tiga pistol lalu dikembangkan lagi. Dia pun melirik berbagai kompetisi di dalam negeri khusus bidang tembak reaksi. "Kompetisi di Indonesia kurang. Sementara di Amerika lomba besar bisa tujuh kali digelar seminggu," kata Roy.
Sayang, prestasi Roy kurang dilirik pemerintah dan publik Indonesia. Menurut Roy, masyarakat keliru menilai olahraga menembak yang disebut hanya untuk kalangan berduit. Cabang menembak bisa diikuti siapa pun asal mempunyai minat tinggi. Roy berharap pemerintah lebih menaruh perhatian. Rencananya, Roy akan mengikuti Kejuaraan Menembak se-ASEAN di Malaysia dan kejuaraan dunia di Ekuador.(KEN/Jeremy Teti dan Jopie Yakob)
Ketika berdialog di rumahnya di Solo, Roy mengaku semula kurang meminati olahraga menembak. Roy ingin menjadi pembalap. Maklum, ia merupakan sulung dari pasangan pembalap gokar yang juga petembak senior Sinyo Haryanto dan Indah Peni Wati. Roy lalu berkarier mulai 1989 sebagai pembalap gokar kelas junior. Dia sempat mendalami ilmu mengemudi gokar di Singapura dan Italia selama tiga tahun. Namun, ambisi menjadi pembalap Formula Satu kandas lantaran ketatnya persaingan dan dominasi pembalap asal Eropa dan Amerika Serikat.
Roy lantas banting setir dan menekuni cabang tembak reaksi jenis pistol. Olahraga ini dilakukan saat Roy menimba ilmu bisnis di California University di California, AS. Dalam tempo lima tahun karier Roy terus bersinar. Sekitar 2003, lelaki berbadan sedang ini menembus ranking 20 besar kelas open (senjata olahraga yang dimodifikasi) jenis pistol dan meraih predikat Grand Master dari United States Pistol Association.
Setelah meraih gelar sarjana bisnis Roy pulang ke Indonesia untuk mengembangkan bisnis keluarga di bidang stationary di Surakarta. Hobi Roy yang mengaku mempunyai tiga pistol lalu dikembangkan lagi. Dia pun melirik berbagai kompetisi di dalam negeri khusus bidang tembak reaksi. "Kompetisi di Indonesia kurang. Sementara di Amerika lomba besar bisa tujuh kali digelar seminggu," kata Roy.
Sayang, prestasi Roy kurang dilirik pemerintah dan publik Indonesia. Menurut Roy, masyarakat keliru menilai olahraga menembak yang disebut hanya untuk kalangan berduit. Cabang menembak bisa diikuti siapa pun asal mempunyai minat tinggi. Roy berharap pemerintah lebih menaruh perhatian. Rencananya, Roy akan mengikuti Kejuaraan Menembak se-ASEAN di Malaysia dan kejuaraan dunia di Ekuador.(KEN/Jeremy Teti dan Jopie Yakob)