Liputan6.com, Jakarta Bandung dipadati penduduk karena statusnya sebagai kota metropolitan dari Provinsi Jawa Barat. The Maj Collections Dago menjadi alternatif hunian di Bandung dengan konsep dan arsitektur yang kental dengan sejarah kota tersebut.
Arsitektur The MAJ Collections Dago terinspirasi dari pegunungan Parahyangan yang subur dan indah. Bangunan yang tinggi menjulang menyerupai Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Parahu di belakangnya, duo menara simetris ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari cakrawala kota Bandung.
Dari 1 hektar area The MAJ Collections Dago, hampir 50 persen dicadangkan untuk ruang hijau dan tumbuh-tumbuhan. Pohon-pohon pinus yang berdiri megah di sekelilingnya menyatu secara alami dengan lanskap hutan lebat berbukit di dekatnya dan menawarkan nuansa teduh.
Advertisement
Konsep yang Kental Nuansa Sejarah
Pada tahun 1900-1914, Pemerintah Belanda memulai pembangunan di daerah Bandung. Pengembangan wilayah Dago dimulai dengan pembangunan rumah-rumah besar milik Andre van der brun pada tahun 1905.
Bangunan tersebut saat ini masih berdiri kira-kira 800 meter arah selatan dari area The MAJ Collections Dago.
Berjalan di jalan-jalan kota Bandung seakan menyusuri kaleidoskop sejarah. Cukup mudah untuk melihat bangunan bergaya art deco, sisa dari periode di mana kota ini menjadi tempat berlibur bagi pekebun kaya Eropa.
Penting juga untuk diketahui bahwa gaya art deco yang dapat ditemukan di jalan-jalan Bandung saat ini masih sangat dijaga keasliannya.
Beberapa arsitek Belanda yang mendesain bangunan antara tahun 1920-an dan 1930-an juga sering memadukan gaya arsitektur art deco dan gaya tradisional. Karena ini pulalah, Bandung di masa lalu sering disebut "Paris van Java”, atau Paris-nya Pulau Jawa.
Reporter : Danar Jatikusumo
Advertisement