Sukses

Waspadai Gangguan Penglihatan Akibat Radiasi Gadget saat Pandemi Covid-19

Kini banyak orang menghabiskan waktunya untuk bekerja dan belajar di depan komputer/gadget.

Liputan6.com, Jakarta Pemakaian komputer dan gadget, termasuk telepon seluler saat ini telah menjadi sarana hidup bagi masyarakat. Mulai dari balita sampai lansia.

Tiada kehidupan yang tidak melalui sarana komunikasi lewat komputer atau gadget. Era pandemi Corona Covid-19,  juga membuat manusia mau tak mau harus semakin tergantung kepada gadget untuk bekerja dan belajar.

Padahal radiasi komputer/gadget bisa mengakibatkan gangguan penglihatan. Apalagi kini banyak orang menghabiskan waktunya untuk bekerja dan belajar di depan komputer/gadget.

“Darurat mata termasuk kondisi tatkala orang sudah tidak mampu lagi bekerja dan atau belajar lewat komputer/gadget. Tidak hanya akibat kecelakaan yang bisa dikategorikan emergency," ujar Prof. Dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo, SpM(K), PhD, guru besar ahli penyakit mata Universitas Indonesia.

Dalam sebuah perbincangan di ruang praktiknya di gedung Jakarta Eye Center pada awal November, Prof. Tjahjono mengungkapkan ada rekannya seorang guru besar yang menyampaikan tidak lagi mampu bekerja dengan komputer dan minta perawatan mata.

Adapula orang tua yang menyampaikan kondisi anaknya yang masih usia sekolah terganggu proses belajarnya melalui Zoom karena gangguan penglihatan.

Peningkatan terjadinya gangguan penglihatan di masyarakat bisa dilihat pada JEC (Jakarta Eye Center). Fasilitas pengobatan yang terletak di Jakarta Pusat ini kini dipenuhi pasien.

“Ini bisa dikataan keadaan darurat, karena mata menjadi alat vital untuk hidup, penghidupan dan proses belajar mengajar,” ujar Prof. Tjahjono.

Dikatakan pula jika orang yang terganggu penglihatanya tidak bisa dilarang untuk datang ke rumah sakit mata.

Sementara itu, beberapa waktu lalu ada himbauan hanya orang-orang yang mengalami sakit gawat darurat boleh ke rumah sakit.  Larangan in untuk mencegah penularan Covid-19.

Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa memiliki jumlah penderita katarak dalam jumlah besar. Juga angka kebutaan yang tinggi.

Terkait ini, berbagai lembaga sosial aktif melakukan kegiatan operasi katarak gratis. Dompet Dhuafa pun tergerak melakukan gerakan kemanusiaan ini yang dikemas dalam program APDC (Aksi Peduli Dampak Corona).

Prof. Tjahjono, adalah mantan anggota komnas PGPK dan sejak puluhan tahun lalu giat dalam aksi peduli kesehatan mata.

Mantan Ketua PERDAMI (Persatuan Dokter Mata Indonesia) ini juga menyatakan siap terjun lagi dalam aksi yang sama.

Apalagi diingatkan jika peran mata (penglihatan) adalah jalur utama (83 persen) masuknya informasi sehari-hari. Telinga 11 persen dan lainnya.

Namun, untuk belajar (mengingat), membaca 10 persen, mendengar 20 persen, melihat 30 persen, mendengar dan melihat 50 persen. 

Saksikan

2 dari 2 halaman

Tips Jaga Penglihatan

Ahli penyakit mata itu menyampaikan resep untuk menghindari gangguan penglihatan, yakni 20:20:20.

Maksud dari komposisi ini adalah, usai di depan komputer selama 20 menit, harus berhenti selama 20 detik dan kemudian melihat sesuatu yang berjarak 20 meter.

Bisa dibayangkan kemungkinan generasi muda Indonesia akan mengalami gangguan penglihatan karena sejak balita sudah terbiasa terpapar layar.

Secara seloroh, orang bisa mengatakan Corona telah membuat hari depan Dokter mata dan industri optik punya kehidupan cerah.